Beranda  »  Artikel » Literasi Baru   »   Apa dan Mengapa Melek Media

Apa dan Mengapa Melek Media

Oleh: Melekmedia -- 7 April, 2010 
Tentang: , , ,  –  4 Komentar

Melek media

Melek media adalah kemampuan mengakses, menganalisa, menilai, dan mencipta, dan aktif terlibat dalam era komunikasi yang hampir tanpa batas.

Namun, istilah “melek media” kurang populer dibandingkan dengan “literasi media” atau “media literasi”. Buktinya, coba bandingkan pencarian ketiga kata kunci di Google Trends.

Kata kunci “literasi media” dan “media literasi” sama-sama lebih populer dibandingkan “melek media”. Padahal kita pernah mengenal melek huruf, sebagai tandingan buta huruf.

“Melek”, bisa dimaknai melihat, membaca, memahami, atau mampu. Melek media artinya mampu memaknai pesan dalam media, juga mampu memproduksi media sendiri.

Tak apalah, jangan bingung. Intinya kita sedang membicarakan barang yang sama. Penjelasan tentang daftar kompetensinya bisa Anda baca di artikel lain di sini.

Artikel akan membahas apa, mengapa, dan bagaimana sebenarnya melek media.

Awalnya adalah banjir informasi—hampir semua orang yang terkoneksi ke internet kini bisa memproduksi medianya sendiri.

Tren pencarian melek media

Pencarian “melek media”, “literasi media”, dan “media literasi” di Google Trends dalam 12 bulan terakhir (pemutakhiran pada 2021)

Informasi yang berlimpah menuntut kemampuan mencerap pesan media secara kritis agar bisa membedakan mana yang benar atau tipuan belaka. Di sisi lain, agar tak memproduksi “sampah”, kemampuan membuat media juga harus diasah.

Guru maupun orang tua, di lingkungan sekolah maupun di rumah, menjadi pihak yang pertama kali harus melek media, agar dapat menjadi penuntun bagi anak-anak/muridnya.

Terutama sekolah, harus turut mengubah dan mengembangkan cara pandangnya terhadap literasi. Ini karena sekolah punya banyak ruang untuk membicarakan hal tersebut.

Beberapa ahli dalam video di bawah ini bicara tentang apa itu melek media, dan mengapa ia penting. Mathew Needleman misalnya, menjawab pertanyaan tentang apa yang bisa dilakukan orang tua agar anak-anaknya bisa menjadi melek media.

Mathew mengatakan, anak-anak sebaiknya diajak bicara mengenai media sejak dini. Anak sekarang, sudah lebih sering menonton televisi, bahkan sebelum mereka mengenal baca-tulis. Karenanya penting mendiskusikan mengenai apa yang mereka lihat dan dengar melalui televisi bersama mereka.

Pengertian seputar melek media

Literasi media atau melek media, atau apa?

Istilah yang populer di dunia adalah media literacy. Dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan menjadi literasi media. Namun, kata literasi itu sendiri sudah sangat kompleks. Dunia menggunakannya untuk kemampuan dalam “menguasai” sesuatu.

KBBI mencantumkan pengertian kata ini sebagai kata benda yang berarti: kemampuan menulis dan membaca; pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu; kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup.

Literasi dalam dunia pendidikan sering dikaitkan dengan kemampuan baca-tulis, bahkan calistung: baca, tulis, hitung. UNESCO pun memperkaya definisinya tidak hanya pada kemampuan baca-tulis, tetapi termasuk berbagai bentuk kemahiran yang memungkinkan warga negara terlibat adalam pembelajaran sepanjang hayat, dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

Maka, “literasi media” tidak sekadar tentang “membaca media”, tetapi juga mampu “menulis media”, dan “berhitung dengan media”—apapun bentuk medianya. Dengan kata lain, literasi media termasuk memahami isinya, mampu memproduksinya, dan mampu menganalisisnya.

Kata “melek media” hanyalah istilah lain, istilah populer yang ingin membumikan istilah “literasi” agar tak terdengar terlalu saintifik. Pun, kata melek tak diartikan hanya sekadar “melihat”.

Apa yang dimaksud “media”?

Kata “media” dalam melek media atau literasi media dimaksud, bukan sekadar “media massa” seperti koran, majalah, atau televisi, atau media berita di ranah online. Media, kata jamak dari medium, adalah sarana penyampai pesan saat berkomunikasi.

Marshall McLuhan mendeskripsikan kata media sebagai “perpanjangan indera manusia”. Dulu televisi menghadirkan pemandangan dari tempat yang jauhnya ribuan kilometer. Berkat internet, komputer bisa dipakai berkomunikasi, bukan sekadar kalkulator yang hanya bisa dipakai berhitung. Komputer pun jadi media perpanjangan kita untuk melihat, mendengar, memahami kondisi dunia.

Media kini merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan anak-anak kontemporer. Apalagi sejak kehadiran internet, teknologi komunikasi mengalami revolusi besar-besaran. Di sebagian besar negara industri, sejumlah survei menunjukkan bahwa anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu untuk menonton televisi daripada di sekolah, atau bahkan untuk aktivitas lain selain tidur.

Jika Anda menambahkan waktu yang mereka curahkan untuk film, majalah, permainan komputer, dan musik populer, jelaslah bahwa media merupakan pengisi waktu senggang mereka yang paling signifikan. Banyak yang berpendapat bahwa media sekarang telah menggantikan keluarga dan sekolah sebagai kanal sosialisasi utama dalam masyarakat kontemporer.

Apa bedanya dengan pendidikan media?

Pendidikan media adalah proses untuk menjadi melek media. Proses ini secara sempit bisa dibagi dalam dua kemampuan besar, mengonsumsi dan memproduksi media. Keduanya adalah kompetensi dasar dalam melek media, seperti yang disarankan oleh sebuah lembaga advokasi melek media asal Malibu, Amerika Serikat, Center for Media Literacy (CML).

Untuk mengonsumsi media dengan layak, seseorang harus menguasai sejumlah keterampilan dasar. Misalnya, mampu membaca teks dan menarik makna di baliknya. Lebih jauh lagi, menangkap makna yang tersirat maupun tersurat dalam kaliamt tersebut.

Untuk urusan produksi, cukup banyak keterampilan yang perlu dikuasai, tergantung jenis medianya. Beragam jenis media, dari cetak hingga digital, membutuhkan rentang pengetahuan dan keterampilan yang luas. Misalnya untuk membuat sebuah tayangan video, banyak kompetensi perlu dikuasai mulai dari menulis naskah, merekam gambar, hingga menyuntingnya.

Argumen untuk pendidikan media terbukti dengan sendirinya: membuat pendidikan lebih relevan dengan kehidupan anak-anak di luar sekolah, dan bagi masyarakat luas. Ini karena bagi anak, kesenjangan dunia sekolah dengan kehidupan sehari-hari sangatlah lebar.

Karena media kini telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, alih-alih mengabaikan media—seperti yang masih dilakukan oleh banyak pendidik—akui saja bahwa keberadaan media adalah fakta kehidupan yang tak bisa disangkal. Bagian tak terelakkan dari kehidupan.

Entah Anda percaya media berdampak negatif atau positif dalam kehidupan anak-anak, kita tak berkontribusi apa-apa bila berpura-pura media baru ini “tidak ada”. Pendidikan media dalam konteks melek media, tidak menafikan kehadiran media, justru mengintegrasikannya.

Apa semua orang harus jadi ahli media?

Tidak perlu, Anda tidak perlu menjadi seorang ahli media untuk menjadi melek media. Menjadi melek media bukan tentang menjadi ahli, tetapi cukup pada tingkatan “memahami”.

Anda hanya perlu paham, bahwa di setiap pesan yang disampaikan melalui media, ada agenda di baliknya. Memahami agenda tersebut, Anda akan tahu bagaimana menyikapinya secara tepat—secara proporsional.

Karena itu pula, dalam kurikulum pendidikan formal maupun non-formal, melek media tidak perlu muncul sebagai mata pelajaran baru. Ia bisa disisipkan dalam berbagai aktivitas pembelajaran dalam mata pelajaran lainnya. Tentu, akan menuntut kemampuan khusus dari guru.

Banyak sekali keputusan dalam hidup kita, ditentukan oleh informasi dari media. Apakah kita membenci sesuatu, menyukai sesuatu, bisa dipengaruhi oleh media. Besarnya pengaruh media, menjadi alasan utama kenapa semua orang, tidak terkecuali, harus melek media.

Dalam era teknologi informasi yang berkembang demikian cepatnya, kita membutuhkan informasi untuk bertahan, juga mampu memproduksi informasi dengan benar. Tidak ada cara selain “masuk” terlibat di dalamnya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada jalan keluar untuk lari dari “kejaran” informasi.

Kuncinya pada kemampuan berkomunikasi melalui berbagai jenis media. Melek media dibutuhkan di era demokrasi sebagai kemampuan dasar warga negara dalam memilah dan memilih informasi melalui beragam media. Dengan begitu, warga secara bertanggung jawab dapat memahami media, dan memproduksi medianya sendiri secara tepat.

*Photo by Esa Oksman from Freeimages

Artikel lain sekategori:

4 Komentar untuk “Apa dan Mengapa Melek Media”

  1. rizal

    Ooo.. jadi media literacy 2.0 itu seperti yang dijelaskan di paragraf terakhir di atas begitu? Baru tahu saya. 🙂

  2. prajnamu

    Kuncinya pada penguasaan informasi… dari berbagai bentuk media. 😀

Trackbacks:
  1. Tri Wahyuni PLS UNY 2017
  2. Melekmedia Mendaur Ulang "G30S/PKI", Sudah Terjadi Sejak 2009 - Melekmedia