Beranda  »  Artikel » Literasi Baru   »   John Culkin, SJ [1928-1993]: Penggagas Media Literacy

John Culkin, SJ [1928-1993]: Penggagas Media Literacy

Oleh: rahadian p. paramita -- 4 Mei, 2010 
Tentang: ,  –  2 Komentar

John M. Culkin

John M. Culkin (1928-1993) adalah salah seorang pendidik yang menggagas penerapan pengajaran media dalam kurikulum sekolah. Ia juga salah satu yang gigih memperjuangkan gagasan bahwa Amerika harus menjadi masyarakat yang melek media. Ia pula yang sangat percaya, bahwa upaya itu harus dimulai dari sekolah. Pada tahun 1964, ia pernah menulis:

The attainment of (media) literacy involves more that mere warnings about the effects of the mass media and more even than constant exposure to the better offerings of these media. This is an issue demanding more than good will alone; it requires understanding. And training in understanding is the task of the school!

John M. Culkin

Aksi untuk mewujudkan gagasan mengenai melek media tidak bisa sekedar berupa peringatan untuk mewaspadai dampak media massa, atau bahkan upaya menunjukkan bagaimana kita bisa memanfaatkan media. Persoalan melek media, membutuhkan pemahaman, dan sekolah yang memiliki peran membangun pemahaman itu.

Culkin memulai pendalamannya mengenai media ketika masih di seminari di Woodstock College, Maryland (1958-1962). Di sana, ia mengenal karya Marshall McLuhan, dan menulis surat kepada McLuhan. Dari sinilah hubungan mereka bermula. Culkin juga mulai tertarik dengan media.

Ketika ia keliling Perancis dan Italia, mendapati banyak pengajar mengembangkan pemirsa kritis untuk film. Lalu ia bawa seorang pengajar film dari Kanada ke seminari, dan berupaya memperkenalkan kepada koleganya mengenai literasi film.

Culkin lalu meneruskan studinya ke Harvard Graduate School of Education, yang ia sebut sebagai fase memoles kemampuan. Dari sana ia mendapat gelar Doctor of Education, dalam bidang pengembangan kurikulum. Ia  mengembangkan kurikulum untuk mempelajari film sebagai disertasinya. Suatu hari, McLuhan menelponnya, dan mengajaknya bertemu di sebuah pub lokal. McLuhan kebetulan sedang berada satu kota pada waktu itu.

Sungguh pertemuan yang sangat bermanfaat. Sejak saat itu Culkin menjadi “penerjemah” yang paling mampu menjabarkan pikiran dan gagasan McLuhan, dan ia pun menjadi penulis penting di Saturday Review mengenai perkembangan media. McLuhan lalu mengundangnya menjadi fellow di University of Toronto’s Centre for Culture and Technology.

…I obtained the services of John Culkin, the film Jesuit, who is known throughout the world among film-makers and teachers.

McLuhan

Pada 1964, Culkin mendapat posisi di Fordham University, New York City, dan meminta kepada dekannya untuk merekrut McLuhan.  McLuhan pun pindah ke sana, dan pada saat itu bukunya yang paling terkenal, Understanding Media: The Extensions of Man, menjadi pokok pikiran karya-karya mereka berdua selanjutnya.

Di Fordam inilah Culkin mengembangkan metode-metode pembelajaran untuk memanfaatkan televisi, film, dan foto sebagai obyek belajar, dan mengkombinasikannya dengan mata pelajaran yang sudah ada. The Center for Understanding Media, Inc., didirikan pada 1969 setelah Culkin akhirnya keluar dari Fordam dan kegiatan di seminari, tempatnya mengembangkan keilmuannya selama ini.

Misi pusat pembelajaran media ini adalah untuk mengajarkan kepada pada guru bagaimana memahami berbagai bentuk media, termasuk media cetak, teater, dan media-media baru seperti media elektronik pada waktu itu, radio dan televisi. The Center for Understanding Media mungkin menjadi  lembaga pertama yang sangat spesifik menjadikan media sebagai obyek pembahasannya.

Karya-karya yang lahir dari lembaga itu, antara lain:

  • The Film and Video Artists-in-Schools Program (funded by the National Endowment for the Arts);
  • The American Short Story on Film (funded by the Corporation for Public Broadcasting)
  • The Association of Independent Video and Filmmakers
  • The Media Educators Association
  • dan berbagai program pembelajaran media di sekolah.

Pada dasarnya, Culkin sangat ingin mengubah cara berpikir para guru. Ia percaya, jika para guru memahami fungsi media dalam kebudayaan, mereka dapat menggunakan pemahaman itu untuk membantu generasi muda menjadi pembelajar yang lebih baik. Pada 1960, ada banyak sekali informasi yang bertebaran di luar kelas, di ruang publik.

Semua itu berlaku sejak media massa elektronik berkembang pesat. Tidak sedikit informasi yang salah dalam media-media itu, maka memilah informasi menjadi kemampuan yang sangat penting. Sangat penting bagi para guru untuk memberi petunjuk yang jelas, bagaimana informasi di ranah pendidikan, bisa sangat berbeda dengan informasi yang berkembang di luar sana.

Generasi muda yang lebih banyak terekspose media-media baru ini, perlu diberi kemampuan untuk menghadapi terpaan informasi tersebut secara kritis dan reflektif, bukannya justru larut dalam arus mainstream media.

John Culkin sering menggunakan kalimat dari Edmund Carpenter, seorang antropolog, yang banyak mempengaruhi cara pikir dan filosofi Culkin tentang media.  Carpenter menekankan, bahwa media-media baru tersebut sebenarnya adalah bahasa komunikasi.

“English is a mass medium. All languages are mass media. The new mass media — film, radio, TV — are new languages, their grammar as yet unknown. Each codifies reality differently, each conceals a unique metaphysics. Linguists tell us that it’s possible to say anything in any language if you use enough words or images, but there’s rarely enough time; the natural course is for a culture to exploit its media biases.”

Dalam sebuah pidatonya, Culkin pernah mengatakan pentingnya mengembangkan kepekaan indera. Kualitas kepekaan kita sangat mempengaruhi pengetahuan kita, sementara sekolah semakin lama kurang memperhatikan kepekaan ini. Rendahnya kepekaan kita, membuat kita menjadi pembelajar yang lamban, tidak responsif. Kita bisa belajar dari alam, bagaimana alam memiliki kepekaan untuk selalu beradaptasi dengan situasi. Demikian Culkin.

Banyaknya waktu yang dihabiskan dengan film dan televisi memunculkan ancaman penuh ketakutan tentang efek media baru. Sayangnya, konsumen sudah berada dalam situasi tersebut. Gambar-gambar menyentuh mempengaruhi politik dan ekonomi mereka; tak henti-henti mereka mengomentari gaya dan makna menjadi manusia. Konsumen cerdas dan kritis akan berakhir sebagai jenis manusia terbaik.

Studi tentang media,  dengan terlibat secara langsung, dituntun oleh kreativitas dan pemikiran kritis, dapat meningkatkan motivasi dan kepekaan untuk senantiasa bereksperimen di sekolah. Kebiasaan seperti ini sangat penting, karena menemukan sendiri adalah proses pembelajaran yang diutamakan.

Selama sekolah mengabaikannya, penonton akan selalu didikte oleh yang berusaha memanipulasi mereka, dan akan tetap miskin secara intelektual meski dekat sekali dengan kehidupannya, dibandingkan dengan banyak hal lain. Demikian tulis John Culkin, dalam “Film Study in the High School: An Analysis and Rationale”, pengantar disertasinya dari Harvard Graduate School of Education, 1964.

*Diterjemahkan secara bebas, dan ditulis ulang dari https://www.medialit.org. Gambar diambil dari sini.

Artikel lain sekategori: