Cara kerja iklan mempengaruhi pemirsa, hampir selalu melalui pendekatan emosional. Dampak iklan terasa bila berhasil mempengaruhi khalayak.
Seri Psychology by Sandy mengangkat topik Mental Association, atau asosiasi secara mental. Dalam psikologi, proses pengkondisian (conditioning) memicu proses asosiasi suatu konsep terhadap suatu produk.
Mental association atau asosiasi secara mental berkaitan dengan kemampuan kognitif kita menghubungkan satu gagasan dengan gagasan lainnya. Mental association disebut juga association of ideas.
Satu ide dianggap terhubung dengan ide lain jika bertaut dengan beberapa prinsip. Tiga prinsip asosiasi yang umum adalah kesamaan, kedekatan, dan kontras.
Dalam video, Anda diminta membayangkan sesuatu berdasarkan beberapa kata yang disebutkannya. Meski makna kata-kata tersebut tidak berhubungan satu sama lain, ternyata kita bisa menemukan hubungannya.
Ini karena kita sering menonton tayangan (iklan), yang telah mengkondisikan hubungan antara kata-kata tersebut. Asosiasi yang terbentuk di benak kita, disengaja oleh iklan sedemikian rupa, agar produk mereka mudah diingat.
Contoh, saat iklan menyampaikan pesan yang mengaitkan bir dengan pantai. “Ingat pantai, ingat bir”, demikian pesannya. Dampak iklan akan terasa saat khalayak berada di pantai: Tiba-tiba teringat pada bir (merek tertentu).
Dengan mengendalikan asosiasi terhadap “segala sesuatu” yang diinginkan, maka pengiklan bisa mengendalikan massa. Berlaku di dunia bisnis, sosial, maupun politik dan pemerintahan.
Psikologi dalam iklan
Iklan dengan sengaja menciptakan kondisi, sebuah situasi atau perasaan tertentu, yang dapat terasosiasi secara langsung dengan citra atau ke sebuah produk.
Ini akan sangat memudahkan dalam proses positioning sebuah produk, atau jenama (brand) tertentu. Dampak iklan semakin kuat bila proses pengkondisian dan asosiasi berjalan mulus.
Misalnya, ketika kita lapar, apa yang terpikir di otak kita? Apakah restoran cepat saji? Warteg? Atau makanan yang biasa disajikan di rumah sehari-hari?
Tergantung seberapa kuat pengkondisian yang kita terima, citra itu akan melekat kuat di benak kita.
Meski banyak orang mengatakan mereka tidak pernah atau jarang memperhatikan iklan secara serius, tetapi di bawah sadar, apa yang didengar sehari-hari, berulang-ulang, akan menciptakan pengkondisian yang kuat.
Masuknya pesan lewat bawah sadar inilah yang membuatnya menjadi tertanam kuat tanpa kita sadari. Ia hanya akan muncul, segera ketika kita berhadapan dengan asosiasinya. Bukan hanya iklan yang bisa jadi pemicunya.
Teori ini pernah diujicobakan oleh Ivan Pavlov, tentang Associative Learning. Pavlov bereksperimen dengan anjingnya, dengan mengkondisikan suara bel dengan jam waktu makan.
Saking seringnya mengalami pengkondisian seperti ini, setiap kali si anjing mendengar suara bel, ia langsung meneteskan air liurnya karena lapar.
Si anjing bisa memahami bahwa suara bel identik dengan jam makan. Gilanya, eksperimen ini dilakukan juga terhadap anak-anak!
Tokoh yang berpengaruh
Adalah John B. Watson, seorang psikolog yang meneruskan penelitian ini. Watson mengusulkan bahwa proses pengkondisian klasik (berdasarkan pengamatan Pavlov) mampu menjelaskan semua aspek psikologi manusia.
“Segala sesuatu mulai dari ucapan hingga respons emosional hanyalah pola stimulus dan respons,” katanya. Jangan salah, kita tidak sedang membicarakan Watson mitra Sherlock Holmes.
Watson menyangkal sepenuhnya keberadaan pikiran atau kesadaran. Watson percaya bahwa semua perbedaan individu dalam perilaku disebabkan oleh pengalaman belajar yang berbeda. Dia bilang:
Beri saya selusin bayi yang sehat, berbentuk baik, dan dunia yang saya tentukan sendiri untuk membesarkan mereka. Saya akan mengambil satu anak secara acak dan melatihnya menjadi spesialis sesuai pilihan saya – dokter, pengacara, seniman, pedagang, bahkan pengemis dan pencuri. Mereka bisa menjadi yang spesialis tersebut, terlepas dari bakat, kegemaran, kecenderungan, kemampuan, panggilan dan ras nenek moyangnya.”
Watson, 1924, hlm. 104
Pemilik gelar Ph.D di bidang psikologi ini meninggalkan studinya di bidangnya, lalu bergabung dengan industri periklanan. Ia jadi salah satu yang paling berpengaruh dalam dunia periklanan, berkat teori Behaviorism-nya.
Ia memilih bekerja di J. Walter Thompson (JWT), salah satu pionir dalam industri periklanan. Saat itu JWT dipimpin Stanley B. Resor. Bersama istrinya, Helen, Resor adalah jenius kreatif di balik kampanye iklan JWT.
Beberapa karya mereka sukses, dan membuat JWT kaya raya. Misalnya iklan Ponds seri Cold Cream, dan kampanye “the coffee break” untuk produk kopi, Maxwell House.
Di bawah kepemimpinn Resor dan kejeniusan Watson, JWT tidak hanya sukses dalam periklanan cetak, tetapi juga dalam iklan radio. Dia mengubah JWT menjadi perusahaan periklanan merek serba bisa.
Watson menjadi salah satu alasan di balik kesuksesan Resor, dan berhasil merasionalisasi proses periklanan. Hingga ia pensiun pada usia 65.
Berasosiasi bukan segalanya
Pengkondisian seperti yang disinggung tulisan ini jamak digunakan dalam dunia iklan. Banyak produk diasosiasikan dengan perasaan tertentu, baik perasaan senang, jatuh cinta, patah hati, sedih, bete, dan lain-lain.
Belum lagi yang berkaitan dengan benda atau tempat, bahkan orang. Inilah cara yang paling umum digunakan iklan untuk mengendalikan pikiran tentang suatu produk, mengasosiasikannya dengan “sesuatu” yang lain.
Padahal, asosiasi yang sengaja diciptakan belum tentu merefleksikan kenyataan yang sebenarnya. Bisa jadi hanya penyederhanaan, penyempitan makna, atau bahkan “penjerumusan” yang disengaja.
Bersikap kritis terhadap asosiasi ini perlu dilakukan, agar tidak dengan mudah mempercayai kaitan yang dikondisikan oleh iklan. Dampak iklan bisa diminimalisir bila khalayak selalu sigap berpikir kritis.
Misalnya, asosiasi tidak punya ponsel dengan kampungan. Citra kampungan terhadap orang yang tidak punya ponsel dibentuk melalui iklan. Masyarakat luas lalu menerimanya sebagai sebuah nilai.
Kalau masyarakat percaya begitu saja, orang-orang yang tak punya ponsel akan dilabel kampungan, lalu termarjinalkan. Meskipun ponsel penggunaannya sudah semakin luas, belum tentu semua orang butuh.
Tidak bisa melabeli semua orang yang memilih tak menggunakan ponsel sebagai “kampungan”, karena faktanya bisa lebih kompleks dari sekadar label yang dilekatkan kepadanya.
Asosiasi positif atau negatif
Pengiklan juga menggunakan asosiasi terhadap hal-hal positif, termasuk musik yang menyenangkan, bayi yang lucu, model yang menarik, atau juru bicara yang lucu.
Dalam satu penelitian, Gorn (1982) menunjukkan gambar pena dengan warna yang berbeda-beda kepada responden. Ada pena yang dipasangkan dengan iringan musik “menyenangkan”, dan lainnya dengan musik yang “tidak menyenangkan”.
Ketika diberi pilihan sebagai hadiah gratis, lebih banyak orang memilih warna pena yang dikaitkan dengan musik menyenangkan.
Dan Schemer, Matthes, Wirth, dan Textor (2008) menemukan bahwa orang lebih tertarik pada produk yang telah disematkan dalam video musik artis yang mereka sukai. Sebaliknya, cenderung tidak tertarik saat produk berada dalam video yang menampilkan artis yang tidak mereka sukai.
Bukan hanya pada hal-hal positif, prinsip pengkondisian klasik dalam iklan juga bisa mengaitkan rasa takut dengan penggunaan produk atau perilaku.
Misalnya iklan yang menampilkan gambar kecelakaan mobil yang mematikan untuk mendorong penggunaan sabuk pengaman atau gambar operasi kanker paru-paru untuk mencegah merokok.
Iklan ini ternyata juga terbukti efektif, sebagian besar karena pengkondisian (Das, de Wit, & Stroebe, 2003; Perloff, 2003; Witte & Allen, 2000). Ketika melihat sebatang rokok, rasa takut akan kematian dikaitkan dengannya.
Secara bersama-sama, ada banyak bukti kegunaan pengkondisian klasik, baik menggunakan rangsangan positif maupun negatif, dalam periklanan.
Namun, tidak berarti bahwa khalayak selalu terpengaruh oleh iklan seperti ini. Pengkondisian bisa berhasil pada produk yang belum banyak diketahui, saat perbedaan antar-produk relatif kecil, dan ketika publik tidak terlalu memikirkan pilihan lain (Schemer et al., 2008).
*Photo by Franque de Win from Freeimages.com
Sangat menarik…
Saya selaku mahasiswa “Periklanan” sangat terenyuh melihat analisa sederhana mengenai iklan di artikel ini. Mungkin itu dampak dari kurang nya kesadaran & modal pengetahuan dari setiap Individu audeince. Karena Iklan sendiri dibuat berdasarkan Psikologi Komunikasi yang tentunya berharap akan merubah pola fikir calon konsumen dari audience.
Thanks
“yang tentunya berharap akan merubah pola fikir calon konsumen dari audience”
yang tentunya berharap akan merubah (mengubah) pola fikir (pikir) calon konsumen dari audience penonton/ audience.
yaaa, dan tentu saja mendongkrak penjualan bukan? *___*
Tentu saja 🙂 Konsumen loyal tentu mendatangkan keuntungan bagi brand.