Perempuan jadi obyek iklan paling empuk untuk berdagang produk kecantikan. Banyak yang tertipu, menilai diri dengan konsep kecantikan yang disodorkan. Lalu kecewa karena sulit menggapainya.
Mungkin karena perempuan dipaksa melihat refleksi dirinya pada cermin yang salah. Layar televisi, iklan majalah, billboard, etalase produk-produk kecantikan, bukanlah cermin yang tepat.
Citra diri telah diserobot standarnya oleh media. Padahal, kecantikan dalam iklan jelas kecantikan buatan. Konsep kecantikan yang disodorkannya dibuat-buat, tidak natural.
Cara membuat make-up, teknik fotografi, teknis pengambilan gambar, hingga teknik digital imaging-nya. Dengan teknologi komputer, model yang biasa-biasa saja bisa disulap jadi luar biasa, sesuai konsep yang ditentukan entah oleh siapa.
Cermin yang benar tidak pernah bohong. Siapapun Anda di depan cermin, itulah Anda. Cantik atau tampan itu urusan lain. Bisa diperdebatkan karena setiap kebudayaan punya standarnya sendiri.
Konsep kecantikan pada perempuan (atau ketampanan) seharusnya relatif. Nilai-nilai kecantikan tidak seharusnya dijadikan nilai universal.
Standar-standar tertentu telah diciptakan oleh media, baik media cetak, elektronik, maupun media online. Salah satu media daring yang ikut mengkonstruksi kecantikan perempuan adalah media sosial.
Saat publik menjadi juri
Foto-foto “cantik” di media sosial biasanya mendapat respons lebih banyak, entah itu respons positif atau negatif. Bentuk penghargaan ini turut membangun norma; foto yang dianggap “cantik”, atau biasa-biasa saja.
Lalu konsep kecantikan yang disodorkan media massa, diterapkan di media sosial. Apa yang dilihat publik di media massa, jadi standar. Bayangkan rasanya bila foto Anda dibandingkan dengan foto model majalah? Tentu tidak nyaman.
Dengan menampilkan foto perempuan dengan kriteria fisik yang nyaris seragam–seperti yang disodorkan media massa–akun-akun media sosial secara tidak langsung turut menyuburkan standarisasi terhadap konsep kecantikan.
Publik pun turut berperan, menjadi semacam juri yang memberi penilaian berdasarkan standar tunggal.
Kaum perempuan dengan kecenderungan membandingkan diri dengan perempuan lain, akan merasa unggahan foto di media sosial layaknya sebuah kompetisi untuk menjadi yang paling cantik. Ini bukan situasi yang bagus.
Bila dibiarkan berlangsung, perempuan tak hanya kehilangan kepercayaan dirinya. Mereka bahkan bisa membenci dirinya sendiri. Sindrom membenci diri sendiri ini berbahaya, bisa dikategorikan penyakit mental.
Video di bawah ini menjelaskan bagaimana “kecantikan” dalam iklan telah dimanipulasi sedemikian rupa agar tampak sempurna, lalu menjual kesempurnaan itu.
Masyarakat selama ini disodori realitas yang terdistorsi, tetapi mempercayainya dengan senang hati.
Jangan membenci diri sendiri
Ada banyak hal yang mempengaruhi cara menilai diri sendiri. Akan membantu jika Anda dapat mengidentifikasi dari mana perasaan benci diri itu berasal. Berikut adalah beberapa contohnya:
Kritik diri yang ekstrem. Sedikit otokritik yang konstruktif dapat membantu menyadari kesalahan, dan memperbaikinya. Tetapi begitu mulai menimbulkan perasaan buruk tentang diri sendiri, itu tidak lagi berguna.
Harapan yang tidak realistis. Jika terus-menerus gagal memenuhi harapan, mungkin inilah saatnya untuk mengevaluasi kembali. “Menurunkan harapan” mungkin terdengar seperti hal buruk, tetapi tidak ada yang bisa dihasilkan dengan mematok harapan yang terlalu tinggi. Cobalah lebih realistis.
Perbandingan. Sangat mudah untuk membandingkan kekuatan/kelemahan diri sendiri dengan orang lain. Setiap orang pasti memiliki kekurangan dan pernah membuat kesalahan. Termasuk orang yang paling Anda kagumi.
Kesalahan masa lalu. Percuma menyimpan dendam terhadap diri sendiri untuk sesuatu yang Anda lakukan pada masa lalu. Tidak ada yang dapat Anda lakukan untuk mengubah masa lalu, tetapi Anda dapat belajar darinya dan bergerak maju.
Merasa tidak pada tempatnya. Penting untuk menemukan kelompok orang yang mendukung dan menghargai Anda, seperti apa adanya. Ini bisa berupa kelompok pendukung, atau komunitas online berdasarkan minat bersama.
Kekuatan kebiasaan. Bila telanjur terbiasa merendahkan diri sendiri, akan sulit untuk berhenti. “Aku benci diriku sendiri” terkadang menjadi pemikiran yang mengganggu—terlintas begitu saja setiap saat.
Apa yang sebaiknya dilakukan
Langkah pertama adalah menyadari bahwa membenci diri sendiri itu hal lumrah. Banyak orang melakukannya. Mungkin terjadi pula pada orang yang dianggap sempurna—sang idola. Membenci diri sendiri tidak membuat Anda menjadi orang jahat atau tidak layak untuk dicintai.
Namun, orang cenderung lebih bahagia saat mereka belajar untuk merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri. Ini adalah proses dan butuh waktu. Beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan citra diri, misalnya:
Mulai dari hal kecil. Anda tidak harus benar-benar mencintai diri sendiri segera. Mulailah dengan mengasihani diri sendiri. Berlatih bersikap baik pada diri sendiri. Anda tidak harus menyukai seseorang untuk bersikap baik kepada mereka. Anda juga tidak harus menyukai setiap hal tentang diri Anda. Mulailah dengan menemukan satu atau dua hal kecil yang Anda sukai dari diri Anda sendiri, dan habiskan lebih banyak waktu untuk memikirkannya.
Jangan cepat memvonis diri sendiri. Kekurangan adalah hal-hal yang lumrah dimiliki setiap orang. Demikian pula kesalahan adalah hal-hal biasa terjadi dalam hidup. Kesalahan-kesalahan itu, bukanlah jati diri Anda. Ia bagian dari proses belajar untuk menjadi lebih baik.
Latih self-talk yang positif. Katakan hal-hal positif tentang diri sendiri—dengan lantang di depan cermin, meski hanya untuk diri sendiri. Jika belum terlintas apa pun, tidak perlu berbohong—mulai saja dari yang kecil. Mungkin bukan “Saya pintar” atau “Saya cantik”. Paling tidak katakanlah “Saya sedang mengembangkan diri.”
Terima pujian orang lain. Ketika orang mengatakan hal-hal baik tentang Anda, jangan berdebat atau menafikannya. Katakan saja “Terima kasih.” Cobalah untuk percaya bahwa mereka bersungguh-sungguh. Pertimbangkan mengapa mereka mungkin ada benarnya. Anda dapat menambahkan ini ke self-talk positif Anda: “Si anu bilang aku pandai …”
Meningkatkan kesehatan mental. Perasaan membenci diri sendiri adalah gejala klasik depresi. Jika Anda mengobati depresi yang mendasarinya, citra diri juga akan meningkat. Bila punya waktu dan kesempatan, berkonsultansilah pada ahlinya, jangan sampaikan ke sembarang orang.