Popularitas ChatGPT mengundang sejumlah risiko terhadap privasi. Aplikasi tersebut menggunakan data dari pengguna untuk meningkatkan algoritme. Pengguna harus menjaga privasi saat menggunakan ChatGPT agar tak terjebak mengumbar data diri.
ChatGPT adalah aplikasi percakapan (chat) dengan teknologi Generative Pre-Trained Transformer. Ia merupakan aplikasi pintar yang bisa menjawab pertanyaan, dalam bentuk teks otomatis yang diformat sedemikian rupa sehingga bahasanya ramah terhadap manusia.
Open AI pertama kali merilis ChatGPT pada November 2022 silam. Teknologi yang digunakannya memungkinkan model mengevaluasi kata atau frase penting dalam setiap input. Alhasil, model mampu memahami konteks dan signifikansi input serta memberikan hasil bermakna dan jelas.
Ia mempelajari urutan kata dalam kalimat, sehingga dapat menyusun kalimat bermakna sesuai dengan cara manusia menuliskannya. Agar bisa melakukannya, ia harus mempelajari banyak sekali data berupa teks, dari berbagai bahasa. Termasuk bahasa Indonesia.
Setidaknya 570 GB data yang diperoleh dari buku, teks web, Wikipedia, artikel, dan tulisan lain di internet digunakan untuk melatih aplikasi ChatGPT ini. Setara dengan kurang lebih 300 miliar kata dimasukkan ke dalam sistem.
Hasilnya luar biasa. Per Januari 2023, hanya dua bulan setelah diluncurkan, ia sudah bisa mencapai 100 juta pengguna aktif bulanan. Rekor ini menjadikannya aplikasi konsumen dengan pertumbuhan tercepat dalam sejarah.
Menurut laporan Reuters yang mengutip data dari firma analitik Similarweb, rata-rata sekitar 13 juta pengunjung unik telah menggunakan ChatGPT per hari pada Januari 2023—lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan rekor pada Desember 2022.
Bandingkan saja dengan TikTok—termasuk aplikasi paling cepat mengakuisisi pengguna—butuh sekitar sembilan bulan setelah peluncurannya untuk mencapai 100 juta pengguna secara global. Instagram bahkan mencapai rekor yang sama dalam kurun waktu sekitar 2,5 tahun.
Di balik kejeniusan ChatGPT yang mengagumkan, jangan lupa bahwa mesin ini membutuhkan informasi dari pengguna agar dapat “bekerja” dengan baik. Ia merekam semua pesan atau pertanyaan yang diajukan penguna. Dari sana mesin mempelajari profil diri pengguna, dan menyesuaikan jawabannya. Inilah yang disebut personalisasi.
Berdialog dengan si mesin menciptakan ilusi bercakap-cakap dengan “manusia” lain. Ini bisa membuat pengguna terlena, tak sadar mengetikkan informasi pribadi yang tak pernah diungkap. Fakta-fakta tersebut akan melekat dengan profil si pengguna, seperti alamat email atau nomor ponsel.
Tentu, kita bisa tanyakan tentang hal ini langsung kepada ChatGPT. Berikut adalah jawabannya:
“Kami tidak menyimpan informasi pribadi tentang pengguna kecuali jika diperlukan untuk menjalankan layanan. Kami hanya menyimpan data yang dibutuhkan untuk memberikan layanan, seperti riwayat percakapan pengguna, dan kami tidak pernah membagikan data ini dengan pihak ketiga tanpa persetujuan pengguna.”
Kepopuleran robot ini menciptakan peluang di bidang lain. Microsoft misalnya, telah bekerja sama dengan Open AI untuk memanfaatkan robot pintar ini dalam situs pencarian mereka, Bing. Lewat peramban mereka, Microsoft Edge, Bing kini telah dilengkapi dengan fitur ChatGPT.
Tren ini mengkhawatirkan media online yang mengandalkan mesin pencari sebagai sumber lalu lintas kunjungan ke situs mereka. Dalam bentuk tanya-jawab, tautan jadi tampak tak penting lagi, sehingga kemungkinan mengikis minat pembaca untuk mengeklik.
Di sisi lain, pengembang aplikasi tak mau ketinggalan mencari cuan. Ada peluang bagi pengembang untuk membuat aplikasi dengan memanfaatkan teknologi ChatGPT, meski layanan resmi hanya tersedia melalui antarmuka web di situs openai.com.
Para pengembang dapat membuat aplikasi memanfaatkan teknologi ChatGPT secara gratis dengan keterbatasan fitur, atau membayar kurang lebih $20 sebulan untuk mendapat layanan premium. Sejumlah aplikasi untuk ponsel pun membanjiri Google Play Store maupun Apple App Store.
Situs Top10VPN menganalisis 10 aplikasi terpopuler yang mengaku memanfaatkan teknologi ChatGPT di perangkat Android maupun iOS. Mereka menemukan 8 modus di Google Play dan 7 modus yang mencurigakan di Apple App Store.
“Apa yang kami temukan adalah sekumpulan aplikasi kotor dan parasit yang tidak memberikan nilai tambah bagi pengguna dan malah mengganggu privasi pengguna untuk mendapatkan keuntungan dari data mereka,” demikian pernyataan Top10VPN lewat situs.
Mereka menggunakan alat sumber terbuka, termasuk mitmproxy, untuk menganalisis lalu lintas jaringan di lingkungan pengujian khusus, dan mengidentifikasi fungsi berisiko dalam kode aplikasi Android. Mereka juga menganalisis kebijakan privasi dan menganalisis pengumpulan dan berbagi data untuk setiap aplikasi.
Berikut 8 modus di aplikasi Android:
- Mengumpulkan data pribadi: Dari 10 ranking teratas aplikasi pemanfaat ChatGPT di Google Play Store yang dianalisis semuanya mengumpulkan dan membagikan data tanpa perlindungan privasi.
- Pelacakan perangkat: 5 aplikasi menggunakan pelacak perangkat pihak ketiga untuk merekam data dari perangkat pengguna.
- Alamat IP: 2 aplikasi ketahuan mengoleksi dan membagikan alamat IP kepada pihak ketiga.
- TikTok/ByteDance: 1 aplikasi (ChatGPT AI Writing Assistant) melacak data lokasi dan membagikannya kepada server ByteDance, Amazon, dan lainnya.
- Izin akses berisiko: 3 aplikasi memiliki izin akses yang berisiko terhadap privasi, di antaranya bisa mengakses perekaman audio tanpa pilihan untuk mengabaikan fungsi microphone.
- Kode berisiko: Hampir semua aplikasi memiliki fitur kode yang berisiko terhadap privasi tanpa relevansi yang jelas, misalnya untuk mendeteksi lokasi, akses ke kamera, bisa mengakses penyimpanan data, dan mengakses foto serta video.
- Menguras saldo: 9 aplikasi menawarkan layanan secara gratis sesuai term dari OpenAI, 3 aplikasi meminta bayaran, dan sisanya menawarkan layanan bebas iklan.
- Aplikasi cuma semalam: 3 aplikasi diketahui telah hilang dari Google Play saat penelitian sedang berlangsung.
Berikut 7 modus pada aplikasi berbasis iOS:
- Intrusive personal data collection: Dari 10 ranking teratas aplikasi pemanfaat ChatGPT di App Store yang dianalisis semuanya mengumpulkan dan membagikan data tanpa perlindungan privasi.
- Mencatat isi percakapan: 2 aplikasi ketahuan mengawasi dan berpotensi mencatat pertanyaan serta jawaban pengguna saat menggunakan aplikasi.
- Pelacakan perangkat: 5 aplikasi menggunakan pelacak perangkat pihak ketiga untuk merekam data dari perangkat pengguna.
- Melapor ke server pihak ketiga: 1 aplikasi mengirim data dari aplikasi di ponsel pengguna ke lebih dari 300 server hanya dalam waktu 4 menit.
- Label privasi tak akurat: 7 aplikasi mempraktikkan pengumpulan data pribadi yang tak sesuai dengan pasal-pasal yang diatur dalam ketentuan privasi Apple App Store.
- Menguras saldo: 9 aplikasi menawarkan layanan gratis, 8 di antaranya meminta bayaran—misalnya ada yang menagihkan $730 per tahun.
- Aplikasi cuma semalam: 1 aplikasi menghilang dari App Store selama penelitian.
Meski Top10VPN tak mengklaim bahwa aplikasi yang ditelitinya adalah aplikasi jahat yang berbahaya, namun melihat potensi akses yang mencurigakan membuat mereka merekomendasikan pengguna untuk lebih berhati-hati. Bila ingin memanfaatkan ChatGPT, sebaiknya menggunakan jalur yang resmi, langsung melalui situs OpenAI.
Foto: Akun Twitter @OpenAI