Beranda  »  Artikel » Literasi Baru   »   Kata Riset tentang Melek AI untuk Guru

Kata Riset tentang Melek AI untuk Guru

Oleh: Melekmedia -- 21 Oktober, 2025 
Tentang:  –  Komentar Anda?

woman looking at laptop

Kecerdasan buatan (AI) kini merambah berbagai aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Dari aplikasi penilaian otomatis hingga chatbot pembelajaran, teknologi AI mengubah cara siswa belajar dan guru mengajar.

Namun, sebuah kajian literatur global yang diterbitkan dalam Computers and Education Open mengungkapkan fakta mengejutkan: literasi AI hampir tidak ada dalam kurikulum pendidikan guru. Melek AI absen dalam pendidikan calon guru, padahal kebutuhan mendesak.

Penelitian yang dilakukan oleh tim dari Universitas Linköping dan Universitas Stockholm ini menganalisis 34 makalah ilmiah dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, China, Austria, hingga India. Hasil penelitian diterbitkan pada 2024 lalu.

Laporan itu mencatat meski literasi AI menjadi topik riset yang berkembang pesat sejak 2021, hanya satu studi yang secara khusus mengeksplorasi literasi AI dalam konteks pendidikan guru. Ini di luar panduan yang telah diterbitkan oleh lembaga-lembaga seperti UNESCO, atau OECD di Eropa.

Melek AI adalah kemampuan memahami, menggunakan, dan mengevaluasi teknologi AI secara kritis dan etis, bukan sekadar sebagai pengguna, tetapi juga sebagai individu yang sadar akan cara kerja, potensi manfaat, risiko, dan dampak AI terhadap masyarakat.

Melek AI atau literasi AI untuk guru atau di sekolah bukan hanya tentang memahami algoritma atau menggunakan aplikasi AI. Seharusnya tentang mengembangkan pemahaman menyeluruh yang mencakup:

  • Pengetahuan tentang apa itu AI dan bagaimana ia bekerja
  • Keterampilan untuk mengajar tentang dan dengan AI secara efektif
  • Kebijaksanaan untuk membuat keputusan pedagogis dan etis yang baik

Tiga Pilar Pengetahuan Profesional Guru

Para peneliti dari Universitas Linköping dan Universitas Stockholm menggunakan kerangka filsuf Aristoteles untuk menganalisis melek AI dalam tiga dimensi pengetahuan guru:

1. Episteme: Pengetahuan Teoritis-Ilmiah

Apa yang harus guru ketahui tentang AI?

Penelitian menunjukkan guru perlu memahami:

  • Definisi dan prinsip dasar AI, termasuk perbedaan antara AI umum dan AI khusus
  • Konsep machine learning dan bagaimana mesin belajar dari data
  • Pemrosesan bahasa alami dan computer vision
  • Etika AI, termasuk bias data dan keadilan algoritma
  • Cara kerja AI dalam teknologi pendidikan (AI EdTech)

Namun, mayoritas literatur hanya menyebutkan pengetahuan ini secara implisit, sering kali terkubur dalam kurikulum AI untuk siswa, bukan secara eksplisit untuk guru.

Di sisi lain, banyak kerangka literasi AI yang ada dirancang oleh ahli ilmu komputer, bukan pendidik. Akibatnya, konten cenderung terlalu teknis dan tidak selalu relevan dengan praktik mengajar sehari-hari.

2. Techne: Keterampilan Praktis-Produktif

Bagaimana guru mengajarkan AI?

Aspek praktis melek AI mencakup:

  • Kemampuan menggunakan sumber daya digital untuk mengajar tentang AI
  • Keterampilan mengintegrasikan AI EdTech ke dalam pembelajaran
  • Metode pembelajaran peer-to-peer dan ko-desain kurikulum
  • Pendekatan “exploratory teaching” menggunakan alat seperti Scratch

Studi menunjukkan bahwa program pengembangan profesional yang efektif memberikan waktu bagi guru untuk:

  • Belajar mandiri dan refleksi
  • Bereksperimen dengan alat AI
  • Berdiskusi dengan sesama guru
  • Mengadaptasi materi untuk konteks kelas mereka

Banyak sumber daya AI yang tersedia, tetapi kualitasnya beragam. Analisis terhadap 50+ sumber belajar AI menunjukkan sebagian besar tidak mempertimbangkan keragaman usia atau tingkat pengetahuan awal. Selain itu, fokusnya lebih pada aspek teknis AI daripada dampak sosialnya.

3. Phronesis: Kebijaksanaan Profesional dan Etika

Bagaimana guru membuat keputusan etis terkait AI?

Ini adalah dimensi yang paling terabaikan dalam literatur. Phronesis mencakup:

  • Pertimbangan etis dalam menggunakan AI di kelas
  • Kemampuan menilai kesesuaian teknologi AI untuk konteks tertentu
  • Refleksi kritis tentang dampak AI pada siswa
  • Keputusan pedagogis yang bijaksana dalam situasi yang tidak terduga

Penelitian menemukan bahwa etika AI sering diperlakukan sebagai pengetahuan faktual (episteme) tentang bias teknis, bukan sebagai kapasitas moral untuk bertindak dalam berbagai situasi (phronesis).

Dalam satu studi di India, guru menyatakan khawatir tentang keterbatasan akses internet dan laboratorium komputer untuk mengajar AI. Namun, peneliti menyimpulkan kekhawatiran ini sebagai “hambatan,” bukan sebagai pertimbangan profesional yang valid.

Kesenjangan Kritis yang Teridentifikasi

1. Dominasi Perspektif Ilmu Komputer

Kajian Melek AI didominasi oleh peneliti dan pendidik dari bidang ilmu komputer. Ini bukan masalah, tetapi menciptakan bias:

  • Fokus berlebihan pada aspek teknis
  • Ekspektasi tidak realistis untuk semua guru (misalnya, memahami matematika kompleks di balik AI)
  • Kurangnya pertimbangan konteks pedagogis yang beragam

2. Konseptualisasi Implisit

Meski “melek AI” sering disebut, definisi konkretnya jarang dijelaskan. Asumsi tentang apa yang harus guru ketahui sering kali:

  • Tersembunyi dalam metodologi penelitian (misalnya, kuesioner)
  • Berasal dari kurikulum siswa, bukan kebutuhan guru
  • Tidak disesuaikan dengan tingkat pendidikan atau mata pelajaran

3. Bias Teknologi dalam Solusi

Ada kecenderungan kuat untuk:

  • Mempromosikan AI EdTech sebagai solusi otomatis untuk beban kerja guru
  • Menganjurkan penggunaan sumber daya digital tanpa evaluasi kritis
  • Mengabaikan dampak negatif potensial seperti privasi data dan surveilans

Satu studi melatih guru tentang sistem penilaian otomatis dan menyimpulkan guru memiliki “bias konfirmasi” dan “keengganan algoritma” ketika mereka mempertanyakan kemampuan AI untuk “membaca antara baris” (between the lines) seperti manusia.

4. Etika Direduksi Menjadi Masalah Teknis

Etika AI sering dibingkai sebagai:

  • Memahami bias data (masalah teknis yang dapat diperbaiki dengan desain lebih baik)
  • Bukan pertimbangan moral yang kompleks dan bergantung konteks

Rekomendasi untuk Pendidikan Guru

Berdasarkan temuan penelitian, berikut tiga fokus penting untuk mengembangkan literasi AI dalam pendidikan guru:

1. Melibatkan Ilmu Pendidikan

Aksi:

  • Peneliti pendidikan harus aktif mendefinisikan melek AI untuk berbagai konteks pendidikan
  • Membangun definisi yang mempertimbangkan keragaman mata pelajaran, tingkat sekolah, dan metode mengajar
  • Menghindari pendekatan “satu ukuran untuk semua”

2. Menempatkan Guru di Garis Depan

Aksi:

  • Libatkan guru dalam mengembangkan konten dan metode literasi AI
  • Jangan hanya meminta guru mencoba alat yang sudah jadi
  • Hargai pengetahuan dan kekhawatiran profesional guru sebagai wawasan berharga, bukan hambatan

3. Penelitian Berbasis Praktik

Aksi:

  • Lakukan studi observasi di kelas nyata (tidak ada dalam 34 makalah yang dikaji!)
  • Teliti bagaimana guru sebenarnya mengintegrasikan AI dalam mengajar
  • Tangkap pengetahuan praktis dan etis yang muncul dalam situasi autentik

Pertanyaan Reflektif untuk Pendidik Guru

Jika Anda terlibat dalam pendidikan guru, pertimbangkan:

  1. Episteme: Apakah kurikulum saya mencakup pemahaman dasar tentang cara kerja AI yang relevan dengan konteks mengajar?
  2. Techne: Apakah calon guru mendapat kesempatan untuk bereksperimen dengan AI dalam konteks pedagogis yang bermakna, bukan sekadar latihan teknis?
  3. Phronesis: Apakah program saya membangun kapasitas calon guru untuk membuat keputusan etis yang bijaksana tentang kapan, bagaimana, dan apakah menggunakan AI?
  4. Konteks: Apakah literasi AI yang saya ajarkan mempertimbangkan keragaman mata pelajaran, tingkat kelas, dan realitas sekolah?
  5. Keseimbangan: Apakah saya menghindari baik teknofobia maupun tekno-solutionisme—percaya AI sebagai solusi otomatis untuk semua masalah pendidikan?

Tantangan memastikan melek AI dalam pendidikan guru adalah materinya tidak didominasi agenda ilmu komputer, tetapi benar-benar melayani kepentingan guru dan siswa, sesuai konteks yang bisa berbeda-beda di setiap wilayah.

Seperti yang ditekankan penelitian ini: guru perlu “di garis depan” mendefinisikan melek AI mereka sendiri—bukan sebagai pengguna teknologi yang pasif, tetapi profesional yang mengevaluasi, mengadaptasi, dan menggunakan AI, selaras dengan nilai-nilai pendidikan.

*Photo by Van Tay Media via Unsplash

Artikel lain sekategori:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

```


Exit mobile version