Literasi digital semakin diakui sebagai elemen utama keterampilan yang dibutuhkan anak untuk sekolah, pekerjaan, dan kehidupan. Apa sebenarnya yang dimaksud literasi digital bagi anak-anak?
Kita semua tahu apa arti literasi secara tradisional. Literasi bisa dimaknai kemampuan membaca dan menulis. Bahkan, di Indonesia literasi dikenal dengan istilah calistung, atau baca, tulis, dan hitung. Namun di dunia digital saat ini, penting bagi warga negara untuk melek digital juga.
Beragam definisi dan cara pandang
Mendefiniskan literasi digital
Literasi digital atau melek digital berarti mampu memahami dan menggunakan teknologi digital. Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk menemukan, menggunakan dan menciptakan informasi digital di ranah online demi kemaslahatan publik.
Literasi digital juga berarti mengetahui keterbatasan teknologi dan memahami bahaya dan tindakan pencegahan yang diperlukan oleh penggunaan teknologi. Berbeda dari melek komputer, meski bisa saja menggunakan komputer sebagai bagian dari komptensinya. Literasi digital lebih mendalam daripada sekadar penggunaan komputer belaka.
Dalam penjelasan pentingnya literasi digital bagi anak menurut versi UNICEF, literasi ini mengacu pada pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memungkinkan anak-anak merasa aman dan berdaya di dunia digital. Ini mencakup permainan, partisipasi, bersosialisasi, mencari, dan belajar melalui teknologi digital. Definisi literasi digital akan bervariasi sesuai usia anak, budaya lokal, dan konteks.
Literasi digital jadi bagian penting dari melek media, karena ia satu kesatuan di bawah payung besar Media and Information Literacy (MIL). UNESCO menetapkan kompetensi MIL ini sebagai gabungan tiga ranah–melek media, literasi informasi, dan literasi digital.
Dalam dokumen UNICEF (2020) menyatakan literasi digital dapat dilihat sebagai istilah umum yang mencakup rangkaian makna yang mencakup kemampuan menggunakan peranti keras atau peranti lunak digital, hingga mampu mengkonsumsi dan memproduksi konten digital, untuk berpartisipasi secara bermakna dalam komunitas digital (Alexander, Adams Becker dan Cummins 2016).
Cara pandang terhadap literasi digital
Tidak hanya saaat berinteraksi di dalam jaringan, anak-anak perlu melek digital bahkan ketika offline. Bayangkan teknologi pemindaian wajah dan pembuatan profil berbasis kecerdasan buatan yang semakin memengaruhi kehidupan anak-anak. Kesejahteraan mereka pada masa depan mungkin bergantung pada seberapa baik mereka memahami dunia digital di sekitar mereka.
Lebih lanjut, ada banyak pemahaman dan penggunaan beragam istilah seperti ‘literasi digital’, ‘keterampilan digital’ dan ‘kompetensi digital’ yang ada (Brown et al. 2016) serta sejumlah konsep yang berkelindan dengan digital literasi, seperti literasi komputer, literasi informasi, keterampilan abad ke-21, media baru literasi, literasi media dan literasi informasi.
Contoh: Literasi digital adalah kesadaran, sikap dan kemampuan individu untuk menggunakan secara tepat alat dan fasilitas digital untuk mengidentifikasi, mengakses, mengelola, mengintegrasikan, mengevaluasi, menganalisis, dan mensintesis sumber daya digital, membangun pengetahuan baru, membuat ekspresi media, dan berkomunikasi dengan orang lain, dalam konteks situasi kehidupan tertentu, untuk memungkinkan tindakan sosial yang konstruktif, dan untuk merenungkan proses ini. (Stergioulas 2006)
Jisc di Inggris memberikan contoh interpretasi kedua yang lebih luas: Literasi digital adalah kemampuan yang sesuai dengan individu untuk hidup, belajar dan bekerja dalam masyarakat digital. (Jisc 2014)
Definisi yang digunakan oleh organisasi internasional (seperti UNESCO, Komisi Eropa, ITU, CoE) cenderung berfokus pada semua usia warga negara. Oleh karena itu, definisi anak-sentris yang dapat diadopsi UNICEF akan menjadi kontribusi berharga, sekaligus memastikan tantangan dan peluang bagi anak-anak di ruang digital dapat dipahami secara benar.
Pendekatan praktis literasi digital
Di luar perdebatan soal definisi yang mungkin menjenuhkan sebagian orang, anak-anak perlu segera dipersiapkan agar bisa memanfaatkan internet secara maksimal. Mengapa hanya internet?
Meski literasi digital tidak melulu tentang dunia daring, tetapi saat ini dunia digital tak bisa lepas dari dunia daring. Misalnya Be Internet Awesome, buatan Google, ini mengajarkan anak-anak dasar-dasar kewarganegaraan digital dan keamanan sehingga dapat menjelajahi dunia online dengan percaya diri.
Materi pembelajaran ini telah kami adopsi dan kembangkan dalam bentuk LMS (Learning Management System) atau materi belajar daring, berjudul Menjadi Warganet Keren. Topiknya mengikuti materi aslinya, tetapi isinya mengalami sejumlah adaptasi dan perubahan, sesuai kondisi lokal (Indonesia). Targetnya pun tidak lagi anak-anak, bisa digunakan oleh semua tingkatan usia.
1. Cerdas di internet: Berbagi secara hati-hati
Berita baik (dan buruk) menyebar dengan cepat secara daring. Tanpa pemikiran lebih jauh, anak-anak dapat terjebak dalam situasi sulit yang memiliki konsekuensi jangka panjang. Solusinya? Belajar bagaimana berbagi dengan orang yang mereka kenal dan tidak.
Berkomunikasilah secara bertanggung jawab:
- Mendorong berbagi secara bijaksana dengan memperlakukan komunikasi online seperti komunikasi tatap muka; jika tidak tepat untuk dikatakan, tidak tepat untuk di-posting.
- Buat pedoman tentang jenis komunikasi apa yang (dan tidak) sesuai.
- Jaga agar detail data pribadi tentang keluarga dan teman tetap di ranah privat.
2. Waspada di internet: Jangan mudah tertipu
Penting untuk membantu anak-anak menyadari bahwa orang dan situasi daring tidak selalu seperti yang terlihat. Membedakan antara yang asli dan yang palsu adalah pelajaran yang sangat nyata dalam keamanan daring.
Ketahui potensi penipuan:
- Jika ada pernyataan “menang” atau mendapatkan sesuatu secara “gratis” terasa terlalu berlebihan untuk menjadi kenyataan, kemungkinan besar memang demikian adanya.
- Pertukaran yang adil tidak boleh melibatkan pemberian informasi pribadi dalam bentuk apa pun.
- Selalu berpikir kritis sebelum bertindak online dan belajar mempercayai intuisi. Waspadalah terhadap upaya phishing—upaya untuk mencuri informasi seperti login atau detail akun dengan berpura-pura menjadi kontak tepercaya dalam email, teks, atau komunikasi online lainnya.
3. Tangguh di internet: Amankan rahasia Anda
Privasi dan keamanan pribadi sama pentingnya saat online dan offline. Menjaga informasi berharga membantu anak-anak menghindari kerusakan perangkat, reputasi, dan hubungan mereka dengan lingkungannya.
Buat kata sandi yang kuat:
- Buatlah yang mudah diingat, tetapi hindari menggunakan informasi pribadi seperti nama atau tanggal lahir.
- Gunakan campuran huruf besar, huruf kecil, simbol, dan angka.
- Ub@h1@h huruf dengan sYmb0l & 4ngk@ s3p3rt1 in1.
Buat beragam:
- Jangan gunakan kata sandi yang sama di banyak situs.
- Buat beberapa variasi berbeda dari kata sandi yang sama untuk akun yang berbeda.
4. Sopan di internet: Bersikap baik itu keren
Internet dapat digunakan untuk menyebarkan hal positif atau negatif. Anak-anak dapat mengambil jalan kebaikan dengan menerapkan konsep “perlakukan orang lain seperti Anda ingin diperlakukan” untuk tindakan mereka di ranah daring. Dengan cara itu, akan menciptakan dampak positif bagi orang lain dan melemahkan perilaku bullying.
Jadilah teladan:
- Gunakan kekuatan Internet untuk menyebarkan hal-hal positif.
- Hentikan penyebaran pesan berbahaya atau tidak benar.
- Hormati perbedaan dengan orang lain.
Ambil tindakan:
- Blokir perilaku yang kejam atau tidak pantas secara daring.
- Berusahalah untuk memberikan dukungan kepada mereka yang ditindas.
- Dorong anak-anak untuk berbicara lantang dan melaporkan intimidasi online.
5. Berani di internet: Jangan diam
Anak-anak perlu diajari bertindak bila menghadapi situasi sulit di dunia digital. Ketika anak-anak menemukan sesuatu yang dipertanyakan, mereka harus merasa nyaman berbicara dengan orang dewasa yang tepercaya. Orang dewasa dapat mendukung perilaku ini dengan membina komunikasi terbuka di rumah dan/atau di kelas.
Dorong perilaku berani di internet:
- Jelaskan dengan gamblang aturan dan harapan keluarga dan/atau kelas seputar penggunaan teknologi, serta konsekuensi untuk penggunaan yang tidak tepat.
- Pertahankan dialog dengan sering memeriksa dan mendorong anak-anak untuk mengajukan pertanyaan.
- Perluas percakapan ke orang dewasa tepercaya lainnya seperti guru, pelatih, konselor, teman, dan kerabat.
*Photo by Ketut Subiyanto from Pexels