Hak menyampaikan pendapat seharusnya dijamin negara. Agar efektif, perlu melek media sehingga kewarganegaraan bisa dijalankan.
Melek media adalah rangkaian kemampuan membaca pesan media, hingga memproduksi dan berpartisipasi, terutama dalam hal komunikasi.
Teknologi internet telah mengubah lansekap media, mempermudah warga masyarakat terlibat dalam penyelenggaraan negara, dalam arti luas.
Lewat internet warga tidak hanya mengakses informasi, tapi menyebarkan informasi. Dari sisi penyelenggara negara, internet (seharusnya) juga memudahkan penyediaan informasi.
Banyak perundang-undangan yang memberi kesempatan warga untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan sampai pengawasan pelaksanaan kebijakan.
Misalnya Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa diperlukan partisipasi masyarakat untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Pasal 354 UU tersebut mengamanatkan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah mendorong partisipasi masyarakat.
Partisipasi butuh kompetensi
Tapi partisipasi itu tentu saja butuh kompetensi. Menyampaikan keberatan tentu ada prosedur dan mekanismenya, maka memahami aturan tersebut sangat penting agar suara tidak jadi sia-sia.
Mengemas pesan dengan baik agar mudah dipahami, inilah bagian penting dari komunikasi. Ibarat pidato di tengah ramainya pasar, kalau tidak dikira orang gila, mungkin Anda dikira sedang kecopetan.
Melek media atau media literacy berkaitan dengan memahami pesan dalam berbagai bentuk media, hingga kemampuan menyampaikan komunikasi secara efektif.
Sebagai warga negara, hak menyampaikan pendapat seharusnya dijamin. Negara harus menjamin kompetensi warga agar dapat mengungkapkan pikirannya.
Kemampuan ini menjadi kemampuan dasar demi kehidupan (life skills), karenanya sangat penting untuk diajarkan sejak dini, dan perlu jadi perhatian institusi pendidikan.
Meski bukan prasyarat layaknya kenaikan kelas setiap tahun, setiap kompetensi memiliki kompleksitas berbeda. Sehingga, untuk menguasainya lebih baik dilakukan berjenjang. Mulai dari mengakses, hingga berpartisipasi.
Kompetensi utama melek media
Access/Mengakses
Kompetensi pertama yang penting dalam melek media, mampu mengakses informasi. Akses dalam hal ini bukan sekedar langganan koran, majalah, atau bisa nonton televisi di rumah sendiri, tapi dalam arti yang lebih luas lagi, yaitu menangkap isi yang dikandung berbagai jenis media.
Ketika warga negara bisa mengakses informasi, berarti ia mampu mengumpulkan informasi yang relevan dan bermanfaat, serta mampu memaknainya secara efektif. Mereka akan memiliki kemampuan:
- mengenali dan memahami kosa kata yang jutaan jumlahnya, simbol-simbol visual, dan beragam teknik komunikasi;
- mengembangkan strategi untuk memilah & menentukan sumber informasi;
- memilih dan memilah informasi yang dianggap berguna bagi dirinya.
Analyze/Menganalisa
Kompetensi berikutnya, adalah kemampuan menganalisa. Menganalisa struktur pesan, yang dikemas dalam media, mendayagunakan konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan untuk memahami konteks dalam pesan pada media tertentu.
Misalnya, mampu mendayagunakan informasi di media massa untuk membandingkan pernyataan-pernyataan pejabat publik, dengan dasar teori sesuai ranah keilmuannya. Kompetensi lainnya bisa diperiksa dengan kata kerja seperti, membedakan, mengenali kesalahan, menginterpretasi, dsb.
Evaluate/Menilai
Setelah mampu menganalisa, maka kompetensi berikutnya yang diperlukan adalah membuat penilaian (evaluasi). Seseorang yang mampu menilai, artinya ia mampu menghubungkan informasi yang ada di media massa itu dengan kondisi dirinya, dan membuat penilaian mengenai keakuratan, dan kualitas relevansi informasi itu dengan dirinya.
Ia harus bisa memutuskan, apakah informasi itu sangat penting, biasa, atau basi. Tentu saja kemampuan dalam menilai sebuah informasi itu dikemas dengan baik atau tidak, juga adalah bagian dari kompetensinya.
Create/Mencipta
Menciptakan pesan, yang dimaksud adalah mampu berkomunikasi dengan baik. Ketika berkomunikasi, seseorang ‘mengkode’ pesan (encoding), kemudian dikemas sedemikian rupa, sehingga kemudian dibongkar kode itu (decoding) oleh para penerima pesan. Format pesan saat ini sudah berkembang dengan pesat, sehingga tidak saja dalam bentuk teks, tetapi juga rupa, rungu, atau keduanya.
Participate/Aktif Terlibat
Ketika seseorang sudah aktif terlibat dalam proses komunikasi multi arah, maka ia akan terlibat dan berinteraksi dengan banyak pihak lain secara terus menerus. Hubungan ini akan melahirkan jejaring, kolaborasi, dan kerjasama saling menguntungkan dalam hal penyebaran informasi.
Memberitakan jalan yang macet, menjadi peristiwa penting bagi pengguna jalan yang akan melewati jalan tersebut. Semakin banyak sumber beritanya, semakin memudahkan orang lain mendapat akses atas informasi itu.
Sampai di titik ini, kita akan kembali ke tahapan awal mengenai akses. Artinya, lingkaran proses ini harus berjalan secara konsisten supaya tingkat melek media warga semakin tinggi.
Menerima informasi saja tidak cukup, perlu kemampuan mencermati, memilah, mengemasnya kembali, hingga kemudian menyebarkannya kepada pihak lain yang lebih luas.
Mengapa melek media dan kewarganegaraan?
Kaitannya dengan kualitas kewarganegaraan kita (citizenship), melek media memberi kemampuan yang lengkap kepada warganegara untuk aktif terlibat.
Warga dapat mengawasi jalannya pemerintahan, melalui proses mengkritisi, membuatnya relevan dengan situasi terdekat, membuat analisis, dan menyuarakannya kepada publik.
Contohnya adalah jurnalisme warga. Era media massa yang mengandalkan komunikasi satu arah, sudah hampir berakhir. Sekarang eranya partisipasi, web 2.0 yang digadang eranya konsumen sekaligus produsen informasi.
Warga sebagai pembayar pajak, berhak mendapat perhatian dan pelayanan yang sama dari negara. Rendahnya kualitas melek media, menyebabkan marjinalisasi warga dari urusan hajat hidup orang banyak.
Alih-alih membuat gerakan sosial yang memanfaatkan jejaring atau media sosial sebagai voice, publik bisa terjebak jadi noise. Kebisingan di dunia maya itu tidak melahirkan apa-apa selain sampah digital.
Tanpa kemampuan melek media, uneg-uneg itu hanya akan disimpan dalam hati, jadi pembicaraan di warung kopi, terkadang menyebabkan frustasi hingga malah melahirkan caci maki. ***
*) Tentang definisi media literacy, disarikan dari Literacy for the 21st Century, terbitan medialit.org. Anda juga bisa unduh dokumennya di sini: Literacy for the 21-st Century, serta di sini tentang Class Room Guide for Media Literacy.
The file You are looking for… may be deleted by the user or by the Administrator !
Maaf mas. Komentar Anda sebelumnya di artikel https://melekmedia.org/kajian/literasi-baru/iklan-televisi-dan-kebohongan-publik-yang-terstruktur/ hilang, krn kami harus restore database setelah blog ini diserang beberapa hari yang lalu. Backup database ternyata sebelum Anda membuat komentar, jadi komentar Anda tidak tercantum lagi. Saya masih simpan dalam bentuk notifikasi, semoga bisa dikembalikan ke tempatnya. 🙂 Thanks!