Pers Terancam Medsos dan Erosi Kebebasan – Melék Media


Beranda  »  Artikel » Pantau Media   »   Pers Terancam Medsos dan Erosi Kebebasan

Pers Terancam Medsos dan Erosi Kebebasan

Oleh: Melekmedia -- 19 Juni, 2025 
Tentang: ,  –  Komentar Anda?

angela loria kebebasan pers unsplash

Laporan Digital News Report tahun 2025 dari Reuters Institute for the Study of Journalism diwarnai penguatan dominasi media sosial, erosi kebebasan pers, serta peningkatan inovasi berbasis AI oleh media tradisional—merespons tekanan finansial yang kian menguat.

Laporan 2024 dan 2025 menunjukkan pergeseran preferensi konsumen yang signifikan serta tekanan eksternal yang terus membentuk masa depan jurnalisme di Tanah Air. Dominasi media sosial dan peningkatan inovasi berbasis AI oleh media tradisional perlu jadi perhatian.

Perkembangan ini diiringi kekhawatiran karena memburuknya erosi kebebasan pers pasca-pemilu akibat usulan revisi regulasi, tantangan persisten dalam membangun kepercayaan publik, serta model pembayaran berita daring yang belum matang.

Secara umum, laporan Reuters Institute Digital News Report 2025 untuk Indonesia melukiskan gambaran lanskap pers yang menantang. Dominasi media sosial sebagai sumber berita terus meningkat, didorong oleh popularitas platform seperti TikTok yang terus melaju.

Media tradisional berjuang menghadapi tekanan finansial sehingga terpaksa mencari model bisnis baru, termasuk memanfaatkan kecerdasan buatan. Kebebasan pers berpotensi terancam oleh revisi legislasi, penurunan kepercayaan publik, dan keengganan untuk membayar berita daring.

Perkembangan politik pasca-pemilu 2024 menambah lapisan kompleksitas baru pada diskursus mengenai masa depan jurnalisme yang independen dan berkualitas di negara ini, menuntut adaptasi dan advokasi berkelanjutan dari seluruh pemangku kepentingan.

Laporan tahunan The Reuters Institute Digital News Reports 2025 yang diluncurkan Selasa (17/6/2025), didukung data survei YouGov dari hampir 100.000 responden di 48 pasar. Sejak 2021, riset ini di Indonesia melibatkan setidaknya 2000-an responden.

Media Sosial Sumber Berita Utama, TikTok Melaju

Dominasi media sosial sebagai sumber informasi berita utama bagi masyarakat Indonesia menjadi salah satu temuan paling konsisten. Pada 2024, sekitar 60% populasi Indonesia dilaporkan mengakses berita melalui platform seperti WhatsApp, YouTube, Facebook, dan Instagram.

Tren ini sebagian berlanjut pada 2025. TikTok menunjukkan lonjakan popularitas yang substansial, meningkat 5 poin persentase dari 29% menjadi 34%. Pertumbuhan ini menggarisbawahi daya tarik kuat platform berbasis video pendek, terutama di kalangan audiens muda.

WhatsApp mengalami penurunan 3 poin persentase, sementara YouTube stagnan. Adapun Facebook, Instagram, dan X mengalami pertumbuhan positif untuk mengakses berita meski angkanya tipis. Meski Laporan 2025 mencatat penurunan di WhatsApp, aplikasi milik Meta ini masih terpopuler.

Fenomena ini mengindikasikan bahwa audiens, khususnya generasi digital-native, semakin beralih dari akses langsung ke situs berita tradisional ke sistem personalisasi, format video menarik, serta konten yang disajikan oleh pembuat konten digital dan influencer.

Kondisi ini menuntut entitas media tradisional berupaya lebih intensif menjangkau audiens di platform-platform tersebut. Di sisi lain, tuntutan melek media makin tinggi mengingat risiko penyebaran informasi tanpa verifikasi dari influencer—sebagian besar tak berlatar belakang jurnalisme.

Industri Media Tradisional di Tengah Tekanan Ekonomi

Media tradisional di Indonesia masih menghadapi tantangan finansial. Penurunan pendapatan iklan tersebab pergeseran alokasi anggaran dari media cetak dan siaran ke platform digital, serta persaingan ketat dari platform belanja daring berskala besar seperti Shopee dan Tokopedia.

Isu ini mengancam keberlanjutan operasional banyak organisasi media. Banyak organisasi media pun mulai mengimplementasikan strategi inovatif. Di antaranya, eksplorasi kemitraan strategis (kolaborasi konten dengan platform teknologi atau entitas media lain), pengembangan model pembayaran elektronik (langganan digital mikro atau model donasi), dan yang paling menonjol, integrasi kecerdasan buatan (AI).

Pemanfaatan AI mencakup tugas-tugas seperti penulisan judul berita otomatis, personalisasi rekomendasi konten, bahkan hingga presentasi berita. Langkah-langkah ini menunjukkan upaya signifikan untuk meningkatkan efisiensi dan inovasi menghadapi tekanan finansial.

Kepercayaan Publik Menurun, Regulasi Baru Mengancam

Aspek kepercayaan publik terhadap berita dan kondisi kebebasan pers masih mengkhawatirkan. Laporan 2025 mencatat kepercayaan terhadap berita di Indonesia naik tipis menjadi 36%. Sebelumnya, pada 2024 angkanya 35%, turun 4 poin persentase dibandingkan periode 2023.

Maraknya disinformasi, seperti hoaks politik menjelang pemilu atau berita sensasional tanpa dasar faktual, semakin mengikis kepercayaan publik terhadap sumber berita yang kredibel, membuat masyarakat sulit membedakan antara fakta dan fiksi.

Dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia RSF 2024, Indonesia peringkat 111 dari 180 negara, mengindikasikan adanya hambatan serius bagi praktik jurnalisme. Sekitar 39% responden juga kadang atau sering menghindari berita. Pada 2025, peringkat Indonesia turun menjadi 127 dari 180 negara.

Ini menambah kekhawatiran, terutama dalam konteks politik pasca-pemilu. Laporan Reuters itu menulis bahwa terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden telah memicu kekhawatiran meluas mengenai potensi pembatasan jurnalisme investigatif dan kebebasan berekspresi.

Usulan revisi Undang-Undang Penyiaran Tahun 2002 dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disebutkan mengandung pasal-pasal sangat kontroversial yang berpotensi menghambat kebebasan pers serta membatasi ruang gerak jurnalisme digital.

Pasal-pasal yang terlalu luas atau ambigu dapat disalahgunakan untuk mengkriminalisasi jurnalis atas laporan yang dianggap”tidak sesuai” atau “menyerang”. Hal ini mengindikasikan erosi perlindungan hukum bagi kebebasan berekspresi dan potensi munculnya chilling effect yang menghambat pelaporan kritis—jurnalis cenderung swasensor atau menghindari pelaporan kritis demi menghindari risiko hukum.

Tantangan: Pembayaran Berita Daring

Keengganan masyarakat Indonesia untuk berlangganan berita daring masih menjadi tantangan substansial bagi penerbit. Pada laporan 2024, hanya 16% responden yang menyatakan telah membayar berita daring dalam satu tahun terakhir. Angka ini sedikit meningkat menjadi 18% dalam laporan 202.

Meski begitu, sebagian besar masyarakat cenderung enggan mengalokasikan dana untuk konten berita. Alasan di balik keengganan ini bersifat multifaset, termasuk ketersediaan sumber berita gratis yang melimpah, persepsi bahwa berita merupakan hak publik, serta faktor daya beli.

Meski begitu, beberapa entitas media terus bereksperimen dengan model langganan kolaboratif sebagai upaya untuk menghasilkan pendapatan. Model ini dapat melibatkan skema langganan yang lebih terjangkau, seperti paket langganan keluarga untuk akses berita digital atau bundling dengan layanan lain seperti platform streaming.

Beberapa penerbit juga mencoba model membership yang menawarkan benefit eksklusif di luar akses berita, seperti webinar eksklusif dengan pakar, sesi tanya jawab langsung dengan jurnalis investigatif, atau undian hadiah khusus pelanggan.

Para penerbit juga menguji berbagai pendekatan untuk mendemonstrasikan nilai tambah dari konten berbayar mereka, misalnya melalui laporan investigasi mendalam yang hanya tersedia bagi pelanggan, pengalaman membaca bebas iklan yang superior, atau akses awal ke analisis eksklusif.

Efisiensi dengan Pemanfaatan AI vs Pertimbangan Etis

Isu pemanfaatan akal imitasi (AI) dalam industri berita mulai muncul secara signifikan dalam laporan 2024 sebagai area yang menjanjikan sekaligus menimbulkan kekhawatiran. Di satu sisi jurnalis mengkhawatirkan hilangnya pekerjaan, di sisi lain optimis karena tugas-tugas inti jurnalisme tetap butuh kehadiran dan penilaian manusia.

Pada April 2023, TVOne merilis TVOneAI, kini tersedia di berbagai platform medsos, dengan klaim “Media Pertama Berbasis AI (Artificial Intelligence) di Indonesia”. Kemudian Liputan6 tak kalah ketinggalan, memanfaatkan AI untuk kebutuhan fact-checking, dan berita-berita global.

Sejak 2018 di Indonesia sebenarnya sudah pernah ada yang memperkenalkan penggunaan AI di ruang redaksi. Robotorial namanya, buatan Beritagar.id, merupakan salah satu hasil eksperimen teknologi kecerdasan buatan untuk memproduksi konten secara otomatis.

Namun, terdapat kecurigaan meluas di kalangan publik mengenai bagaimana AI digunakan, terutama untuk hard news seperti politik atau konflik. Kekhawatiran ini mencakup potensi bias algoritmik, risiko disinformasi apabila AI tidak diawasi, atau kurangnya nuansa editorial.

Menurut laporan Reuters, terdapat tingkat kenyamanan yang lebih tinggi dengan pemanfaatan AI untuk tugas-tugas di balik layar, seperti transkripsi, terjemahan, verifikasi fakta awal, dan pengumpulan data, serta dalam konteks mendukung, alih-alih menggantikan, peran jurnalis manusia.

Laporan 2025 mengindikasikan bahwa media tradisional telah mulai mengintegrasikan AI untuk tugas-tugas front-end dan back-end seperti penulisan judul dan presentasi berita. Misalnya, AI digunakan untuk secara otomatis menganalisis data keuangan dan menghasilkan laporan singkat, atau untuk mentranskripsikan pidato dan konferensi pers secara instan, menghemat waktu jurnalis.

Meskipun, perdebatan etis muncul ketika AI digunakan untuk menghasilkan konten berita sensitif, seperti analisis politik yang kompleks atau laporan bencana alam, tanpa pengawasan manusia yang memadai.

Tantangan etika dan kepercayaan yang terkait dengan AI dalam konten berita hard news kemungkinan akan terus menjadi subjek diskusi dan pengembangan kebijakan di masa mendatang, menuntut transparansi dari penerbit mengenai sejauh mana AI terlibat dalam proses produksi berita.

Photo by Angela Loria on Unsplash

Artikel lain sekategori:

Komentar Anda?



Exit mobile version