
Perlindungan pengguna, terutama anak-anak dan remaja, menjadi perhatian utama bagi regulator di seluruh dunia. Kebebasan akses di satu sisi, dan perlindungan terhadap paparan konten tak patut pada anak di sisi lain, menjadi tantangan besar.
Verifikasi usia yang ketat telah menjadi tren global, menunjukkan kesadaran terhadap akses konten daring, dengan fokus pada perlindungan anak-anak dan remaja. Sudah banyak riset menunjukkan bahayanya, mulai dari penurunan kinerja otak, hingga dampak psikologis serius.
Kasusnya lebih mudah pada situs khusus konten dewasa, karena menurut regulasi di Indonesia ini akan segera diblokir (meski tak berarti mustahil diakses). Situasinya bisa jadi pelik ketika ada layanan berbagi foto atau video, yang juga membolehkan konten dewasa tercampur di sana.
Misalnya Vimeo. Layanan berbagi video ini bukan situs pornografi, banyak konten kreatif jadi referensi pengguna. Namun, karena konten dewasa pun tidak dilarang, situs tersebut masuk daftar hitam pemblokiran hingga sekarang. Beda cerita dengan situs Videy.
Situs tersebut, bila dilacak, memuat banyak sekali konten dewasa, meski tak dipamerkan seperti dalam tampilan Vimeo atau YouTube. Antarmuka situs Videy hanya menampilkan formulir untuk mengunggah video, setelahnya video tersebut hanya bisa diakses oleh mereka yang memiliki tautannya.
Apakah situs Videy lalu bisa lolos daftar hitam pemblokiran? Bila menilai situsnya, tidak ada konten apapun. Jangankan konten dewasa. Tapi kalau dilacak persebaran tautannya, di media sosial seperti X (Twitter) atau TikTok, konten-konten dewasa tersebar bebas.
Hingga artikel ini ditulis, Videy belum resmi diblokir, meski sudah ada yang melapor ke situs Trust Positif milik pemerintah. Menariknya, situs ini masuk dalam daftar situs paling banyak diakses dari Indonesia, di peringkat belasan—bahkan Indonesia adalah negara asal pengakses nomor satu.
Selain mengancam konten dewasa dengan pemblokiran, Indonesia juga punya regulasi untuk keselamatan online dan perlindungan anak, yang diatur dalam PP Nomor 17 Tahun 2025. Bentuknya masih Peraturan Pemerintah, tidak sekuat UU, tapi lumayan.
Contoh Regulasi Konten Dewasa di Dunia
Beberapa negara dan wilayah lain telah atau sedang dalam proses menerapkan pembatasan usia yang ketat, terutama untuk konten dewasa. Misalnya, UU verifikasi usia di Britania Raya (UK) mulai berlaku, memaksa platform untuk mematuhinya.
Demikian pula sepanjang 2025, lebih dari sepertiga negara bagian di Amerika Serikat telah memperkenalkan undang-undang verifikasi usia untuk konten dewasa, memblokir akses bagi pengguna yang tidak dapat memverifikasi usia mereka.
Situasi serupa juga terjadi di Prancis, dengan undang-undang verifikasi usia untuk konten dewasa telah menyebabkan platform membatasi akses. Meskipun metode verifikasi bervariasi, tujuannya memastikan bahwa pengguna yang mengakses konten tertentu telah mencapai usia yang sah.
Di negara-negara tersebut, konten dewasa tidak sepenuhnya haram, sehingga pengaturan yang lebih ketat harus dibuat. Maka pengetatan sistem verifikasi usia pengguna—tidak hanya melalui pernyataan mandiri—mutlak diperlukan. Risikonya, aspek privasi.
Dengan mendeklarasikan identitas, misalnya melalui kartu identitas, maka pengguna yang mengakses situs dengan konten dewasa terekspos data pribadinya ke internet. Meski dengan teknologi keamanan paling mutakhir, potensi kebocoran data sulit dihindari.
Ini menimbulkan risiko serius: Bayangkan data Anda ditemukan di situs pornografi, padahal Anda tidak pernah berkunjung ke sana—data Anda bisa saja dicuri orang lain dan digunakan untuk mengakses situs tersebut.
Belakangan, regulasi Pemerintah Irlandia yang dirilis pada Oktober 2024, mulai ditegakkan sebagai bagian dari Kerangka Keselamatan Online, yang juga mencakup UU Layanan Digital Uni Eropa dan Peraturan Konten Teroris Online Uni Eropa.
Aturan ini memastikan penyedia layanan platform berbagi video mengambil tindakan yang sesuai untuk melindungi masyarakat umum dan anak-anak dari konten yang berbahaya atau ilegal. Ini berlaku untuk semua layanan platform berbagi video di bawah yurisdiksi Irlandia.
Pembatasan juga wajib diberlakukan pada konten video khusus dewasa, baik bersifat pornografi atau representasi kekerasan yang eksplisit atau tidak beralasan. Konten berbahaya lainnya juga akan dilarang, misalnya konten yang menghasut kekerasan atau kebencian, atau pornografi anak.
Salah satu poin menarik adalah, setiap penyedia layanan platform berbagi video harus menerbitkan rencana tindakan tahunan yang merinci langkah-langkah untuk mempromosikan melek media di kalangan pengguna.
Tantangan Implementasi Verifikasi
Dalam rangka memberikan perlindungan, PP TUNAS mewajibkan PSE menyediakan mekanisme verifikasi pengguna usia anak-anak. Mekanisme verifikasi ini jadi cara untuk memastikan bahwa pengguna yang mengakses sistem elektronik adalah anak, menggunakan teknologi.
Artinya, pembatasan tersebut tidak bisa hanya dinyatakan secara tertulis dalam aturan penggunaan layanan. PSE dimaksud tidak hanya berlaku untuk layanan yang secara khusus dirancang untuk anak, tetapi juga untuk layanan yang mungkin digunakan atau diakses oleh anak.
Ini berarti bahwa layanan digital yang bisa diakses oleh semua usia juga memiliki kewajiban untuk memenuhi aturan perlindungan anak yang ditetapkan dalam PP ini. Mekanismenya mirip regulasi di beberapa negara, kecuali di sana fokus pada situs dengan konten dewasa.
Irlandia, Inggris, AS (negara bagian), dan Prancis mengambil langkah proaktif dengan mewajibkan verifikasi usia yang ketat pada platform, terutama untuk konten dewasa, mencerminkan upaya untuk mencegah paparan konten berbahaya sejak awal.
Indonesia lebih cenderung pada pendekatan reaktif melalui UU ITE dan peraturan turunannya, yang berfokus pada penindakan konten ilegal dan pemblokiran. Meskipun, sudah ada aturan seperti PP Tunas yang menjangkau isu perlindungan anak tersebut.
Tantangan menerapkan verifikasi usia yang efektif adalah menjaga keseimbangan, agar tak berlebihan dalam membatasi tetapi secara efektif dapat melindungi. Di sisi lain, platform terkesan “ogah-ogahan” menyoroti keengganan untuk berinvestasi pada sistem verifikasi yang kuat.
Harapannya pada tekanan regulasi dari negara-negara seperti Irlandia, Inggris, AS, dan Prancis agar dapat menjadi preseden penting yang mendorong platform media sosial dan konten lebih bertanggung jawab dalam melindungi pengguna muda.
Indonesia bisa turut berperan dengan menyuarakan perlindungan ini lebih kencang, memberi dukungan pada negara-negara lain yang juga menjalankan regulasi serupa.
*Photo by Morgane Perraud via Unsplash
Komentar Anda?