Selama ini sudah ada EPI, atau Etika Pariwara Indonesia. EPI merupakan penyempurnaan kedua terhadap kitab Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia.
Sayangnya, etika masih belum sepenuhnya jadi panduan pembuat iklan dan pengiklan. Masih banyak iklan melanggar etika yang dibiarkan saja.
Berikut ini adalah hasil pengamatan teman-teman mahasiswa yang sedang mempelajari Hukum dan Etika Desain, salah satunya dalam bentuk iklan. Beberapa iklan di televisi ini diduga melanggar kode etik yang tertulis di dokumen EPI.
UPDATE: Badan Pengawas Periklanan telah mempublikasikan akumulasi pelanggaran sejak tahun 2009 – Oktober 2011. Unduh di sini.
Pelaksanaan etika, sebenarnya bukan atas dasar kesukarelaan. Etika dibangun untuk mengatur hubungan antar manusia, dan lingkungan sekitarnya. Fajar Junaedi, seorang dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pernah menulis di blog Kompasiana.com, tentang Nilai dan Moral Etika Pariwara Indonesia.
Menurutnya, pelaksanaan etika periklanan dalam EPI, merupakan kewajiban moral yang bersifat mutlak. Merujuk pada pakar nilai, Immanuel Kant, kewajiban moral bersifat mutlak, tidak dapat ditawar-tawar. Iklan melanggar etika, sama saja dengan iklan tidak bermoral.
Dari pengandaian Immanuel Kant ini, Max Scheler, filsuf Jerman di masa abad pencerahan (1724 – 1804 M), menarik kesimpulan bahwa moralitas sebuah tindakan tidak mungkin tergantung dari tujuan atau nilai yang hendak dicapai. Karena tujuan dan nilai selalu tergantung pada situasi dan kondisi maka penegakan moral tidak bisa tergantung pada dua hal tersebut.
Para pembuat iklan dan televisi terikat dalam Pasal 49 ayat (1) tentang Standar Program Siaran (SPS) KPI Tahun 2009, yang dinyatakan bahwa iklan wajib berpedoman kepada EPI. Berikut ini adalah beberapa iklan yang diduga kuat melanggar EPI beserta pasal yang dilanggarnya, berdasarkan pengamatan:
IKLAN Head and Shoulder Shampoo
Sinopsis: Darius menanyakan tentang shampoo nomor dua dan nomor satu di dunia. Tokoh dalam iklan tersebut tidak mengetahui shampoo nomor dua di dunia, Ia hanya mengetahui shampoo nomor satu di dunia. Dalam iklan ini jelas tampil tulisan “No.1”.
Pelanggaran Pasal 1.2 Bahasa:
1.2.2 Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
IKLAN E- Juss Anggur ( Versi Sule )
Sinopsis: Sule sebagai supir angkot yang di tengah perjalann mengalami keletihan (dalam iklan ini memakai kata “gembos”). Para penumpang yang beratribut seperti tokoh di iklan jenis minuman suplemen merek lain, menegur Sule. Kemudian sule meminum suplemen (E-JUSS), dan setelah meminumnya ia kembali bertenaga dan menarik angkotnya menggunakan tangan.
Pelanggaran Pasal 1.22 Peniruan:
1.22.1 Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi.
Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti.
1.22.2 Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.
Iklan-iklan yang pernah mendapat peringatan karena melanggar EPI antara lain adalah iklan Shinyoku “Romy Rafael”, iklan So Nice “So Good”, dan Iklan Betadine Feminim Hygines “Fakta Bicara”. Oleh Badan Pengawasan Periklanan, Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) ketiga iklan tersebut diputuskan melanggar Etika Pariwara Indonesia (EPI).
Untuk iklan TV Shinyoku versi Romy Rafael pelanggaran EPI yang ditemukan adalah penayangan pernyataan superlatif di dalam iklan tersebut berupa pernyataan: “paling terang, paling hemat, dan paling kuat” (EPI BAB IIIA No. 1.2.2).
Pada iklan TV So Nice “So Good”, pelanggaran EPI terjadi pada pernyataan bahwa mereka yang mengkonsumsi produk yang diiklankan akan tumbuh lebih tinggi daripada yang tidak (EPI BAB IIIA No. 1.7).
Sedangkan untuk iklan TV Betadine Feminim Hygines “Fakta Bicara”, berpotensi melanggar EPI karena ditayangkan di luar klasifkasi jam tayang dewasa (EPI BAB IIIA No. 4.3.1, dan BAB IIIA No. 2.8.2).
Jika Anda belum tahu tentang EPI, silakan lihat dokumennya di sini. Jika Anda menemukan pelanggaran kode etik, silakan laporkan ke Komisi Penyiaran Indonesia, melalui form pengaduan di alamat ini: Pojok Aduan KPI. Mengenai daftar iklan atau tayangan media massa yang mendapat peringatan atau sanksi dari KPI, bisa dilihat di sini: Imbauan, Peringatan & Sanksi.
*Photo by Max Fischer from Pexels