Beranda  »  Artikel » Pantau Media   »   Ratu Adil, Superman, dan Media

Ratu Adil, Superman, dan Media

Oleh: rahadian p. paramita -- 14 Februari, 2014 
Tentang: ,  –  Komentar Dinonaktifkan pada Ratu Adil, Superman, dan Media

Superman Ratu Adil

Kanjeng Ratu Adil, Khalifah Akhir Jaman, Ksatria Piningit, demikian si Ratu Adil diberi “gelar”. Di tanah Jawa, pakar kejawen menyebut Ratu Adil ini muncul dalam ramalan Prabu Jayabaya. Ia adalah Raja Kediri yang bertahta pada 1135-1157 M (sekarang di Jawa Timur).

Sang Ratu Adil, ditunggu-tunggu oleh rakyat yang sedang tak berdaya, miskin, tertindas pada zamannya. Di antara beberapa kandidat presiden kita *pada waktu kampanye* pun pernah menyebut-nyebut Ratu Adil sebagai bahan kampanyenya. Semua ingin Ratu Adil datang, tapi jangan menunggu sampai di akhir zaman.

Sejarah di baliknya diselimuti banyak versi. Sejumlah kitab disebut memuat ramalan ini. Kitab yang disebut-sebut antara lain “Ásrar” (Musarar) karya Sunan Giri Perapen (Sunan Giri ke-3). Ditulis pada 1540 Saka, 1028 Hijriah, atau 1618 Masehi.

Kitab “Ásrar” ini dipercaya menjadi sumber utama kitab “Jangka Jayabaya” karya Pangeran Wijil I (Pangeran Kadilangu II). Pujangga Kraton Kartasura pada masa Paku Buwana II, ini menyusun kitabnya pada 1666-1668 Saka atau 1741-1743 Masehi. Karenanya, kedua kitab jadi paling sering disebut. Sayang, artefaknya tak pernah ditemukan.

Satu karya lain yang populer adalah serat “Jaka Lodhang” karya Raden Ngabehi Ranggawarsita. Serat Jaka Lodhang dibuat pada 1870, merupakan gambaran ratapan zaman Kalabendu (kesusahan). Karya ini meramalkan kedatangan zaman keemasan dalam bentuk macapat tembang gambuh.

Ramalan kejadian ditulis dalam bentuk sengkalan, yakni kalimat yang setiap kata-kata mewakili angka tahun Jawa. Tertulis bahwa pada 1920 akan terjadi bencana, pada 1930 masuk masa penyesalan, dan 1945 menjadi tanda mulainya masa keemasan.

Presiden Soekarno, pun pernah pidato soal Ratu Adil. Bedanya, Soekarno tidak merujuknya sebagai satu sosok tertentu, melainkan sebuah konsep. Meski demikian, dia bukan orang pertama yang mengaitkan Ratu Adil dengan konsep. Sang Guru, HOS Tjokroaminoto yang merupakan pendiri Sarekat Islam, sudah menyinggungnya.

Tjokroaminoto dipuja pendukungnya sehingga dilekatkan dengan sosok Ratu Adil. Namun, ia menolak asosiasi itu, dan mengarahkannya sebagai simbol unity. Tjokroaminoto menyatukan simbol tersebut dengan gagasan sosialisme. Dia memanfaatkan ide Ratu Adil sebagai strategi untuk menghimpun masyarakat Islam akar rumput.

“[…] But this Ratu Adil will not appear in human form; rather, he will appear in the form of socialism. It is to this that the S.I. looks forward,” demikian kutipan pidato Cokro dalam jurnal karya Hasnul Arifin Melayu, “Islam as an Ideology: The Political Thought of Tjokroaminoto” (2002).

Senada dengan gurunya, Soekarno pun mengasosiasikan Ratu Adil sebagai gagasan, bukan orang. Buku Risalah Sidang BPUPKI dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diterbitkan Sekretariat Negara RI tahun 1995, memuat kutipan pidatonya:

“Apakah yang dimaksud dengan Ratu Adil? Yang dimaksud dengan faham Ratu Adil ialah sociale rechtvaardigheid (keadilan sosial), rakyat ingin sejahtera,” ujar Bung Karno di depan sidang BPUPKI.

Ratu Adil bukan dominasi Orang Jawa

Konsep juru selamat, sang penyelamat, messianism, tidak hanya hidup dalam budaya Jawa. Jauh sebelum muncul di kita-kitab pujangga Jawa, konsep itu juga dikenal dalam budaya lain di dunia. Mitos tersebut juga bertahan dari zaman ke zaman, turun temurun hingga zaman modern.

Anda tentu tahu Superman? Tokoh fiksi dalam komik yang diciptakan dua orang keturunan Yahudi di Amerika ini, ternyata pernah menjadi sebuah figur yang mirip-mirip dengan konsep Ratu Adil-nya orang Jawa.

Referensi di situs Universitas Oxford mencatat, komik sudah menjadi salah satu media terpopuler dan berpengaruh bahkan sebelum era Perang Dunia Kedua. Komik muncul sebagai medium penjangkau massa, seperti film.

Suatu ketika pada era 1930-an, Amerika Serikat sedang dilanda The Great Depression. Waktu itu hampir semua rakyat Amerika bahkan tidak yakin mampu bertahan hidup.

Amerika ternyata “butuh” Superman untuk mengurangi duka laranya. Tentu saja tak sekadar membaca komik lalu perekonomian bangkit. Karakter si manusia baja dari Planet Krypton ini telah menginspirasi orang-orang yang sudah putus harapan.

Dalam sebuah web tentang sejarah Superman, dimulai dengan judul yang bunyinya, “a hero for troubled times and a reflection of his era“. Kira-kira bermakna seorang pahlawan pada masa yang sulit, dan menjadi refleksi pada zamannya. Menarik bukan?

Superman memang tidak benar-benar datang ke bumi dan menyelesaikan persoalan ekonomi Amerika dan keganasan Hitler pada waktu itu. Tetapi, sosoknya ternyata memberi harapan bagi jutaan warga Amerika yang sedang putus asa.

The “Man of Steel” diciptakan oleh Jerry Siegel dan Joe Shuster ketika keduanya masih duduk di bangku SMA. Siegel dan Shuster hidup saat lebih dari seperempat juta remaja AS tinggal di jalanan, berharap bisa mencari uang untuk dikirim ke rumah, atau menyingkir karena merasa menjadi beban keluarga.

Majalah Action Comics #1 terbitan National Publications menandai lahirnya sosok Superman. Sampul majalah itu pada Juni 1938 digadang sebagai sampul komik terpopuler sepanjang masa, dan menjadi koleksi termahal di mata para kolektor benda seni.

“Superman! Champion of the oppressed. The physical marvel who had sworn to devote his existence to helping those in need.”

-Jerry Siegel, Action Comics issue #1

Salah satu alasan kesuksesan Superman adalah ceritanya mengangkat masalah nyata yang memengaruhi kehidupan orang biasa. Mereka memasukkan banyak hal yang terjadi dalam sejarah Ohio, AS, seperti kecelakaan tambang di Athens, Ohio pada 5 November 1930.

Seiring berjalannya waktu, mereka mulai memasukkan cerita tentang Superman melawan orang-orang anti-Semit. Kebangkitan Hitler di Eropa dengan propaganda anti-Semitnya dan stereotip negatif terhadap orang-orang Yahudi, mendorong Siegel dan Shuster untuk membuat pahlawan yang membela yang lemah.

Mereka pun sering menggambarkan Superman melindungi yang lemah dan mereka yang dianiaya. Dia adalah pahlawan yang dibutuhkan dunia saat Perang Dunia II dimulai di Eropa.

Menitip pesan lewat Superman

Shuster dan Siegel bekerja keras menceritakan kisah-kisah harapan yang akan menghibur orang-orang ketika segala sesuatunya tampak tidak ada harapan, bahkan ketika mereka berjuang demi mempertahankan hak untuk membuat cerita-cerita itu.

Superman lalu menjadi sosok yang memberi harapan. Ia menjadi “media” bagi pesan yang ingin disampaikan ke publik pada masanya. Mulai dari propaganda melawan Nazi hingga jualan perangko.

Lantaran mengangkat Superman vs Hitler, dan mengungkap dampaknya pada kaum Yahudi di Eropa, Siegel dan Shuster mendapat perhatian rezim Nazi. Respons ini muncul ketika terbit seri komik yang menunjukkan bagaimana Superman akan mengakhiri perang.

Das Schwarze Korps, surat kabar mingguan SS milik Nazi, menulis bahwa Siegel dan Shuster mencuci otak anak-anak Amerika, dan menuding “tidak ada yang tidak akan dilakukan orang Saduki (Yahudi, imam besar aristokrat) demi uang.” Mereka terus berargumen bahwa Siegel berusaha mendorong agenda Yahudinya.

Respons seperti ini malah mengilhami seniman Yahudi lainnya untuk membuat komik mereka sendiri. Salah satunya adalah Jack Kirby. Bersama rekannya, Joe Simon, Kirby menciptakan Captain America pada 1941. Terbitlah Captain America Comics #1 (1 Maret 1941) oleh Timely Comics, cikal bakal Marvel.

Selama dan setelah Perang Dunia II, komik Superman terus menceritakan kisah-kisah tentang kaum tertindas dan mengomentari kondisi dunia. Bahkan setelah perang selesai, buku komik tersebut mendorong berbagai isu sosial ke permukaan.

Superman dipakai mendukung isu kebugaran oleh Presiden John F. Kennedy. Dia juga pernah melawan KKK di acara radio The Adventures of Superman dan memerangi rasisme. Superman bahkan pernah mengingatkan orang untuk membeli obligasi dan perangko!

Photo by Vicki Yde from Pexels

Artikel lain sekategori:

Maaf, Anda tak bisa lagi berkomentar.