Para pihak dari seluruh dunia mendukung panduan moderasi konten di media sosial yang telah didiskusikan secara detail dalam Konferensi Global UNESCO “Internet for Trust” yang digelar di Paris, Prancis, pada 21-23 Februari 2023.
Konferensi ini melibatkan parapihak untuk merumuskan panduan bagi platform digital dalam memoderasi konten seraya tetap menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM) dan selaras dengan konteks lokal. Pemerintah, bisnis, komunitas teknis, akademisi, media, CSO, dan lembaga internasional, duduk bersama, saling berbagi perspektif dari tiap pihak dalam isu ini.
Ajang yang pertama kali diselenggarakan ini menghadirkan Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay; Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva; hingga pemenang Nobel Perdamaian 2021 Maria Ressa. Mereka menekankan kebutuhan mendesak terhadap pedoman global guna meningkatkan keandalan informasi tanpa mengabaikan hak asasi manusia.
“Menipisnya batas antara kebenaran dan kebohongan, penolakan yang sangat terorganisir terhadap fakta ilmiah, dan penyebaran informasi yang salah serta teori konspirasi—semua itu tidak bersumber dari jejaring sosial. Namun, dalam ketiadaan regulasi, ia berkembang jauh lebih dahsyat daripada kebenaran,” ujar Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay.
Ia menambahkan, hanya dengan memahami sepenuhnya revolusi teknologi ini, kita dapat memastikan bahwa upaya moderasi konten tidak mengorbankan hak asasi manusia, kebebasan berekspresi, dan demokrasi. Untuk menjaga informasi tetap menjadi barang publik, ia mengimbau semua pihak merenungkan dan bertindak segera, secara bersama-sama.
Konferensi ini menjadi puncak dalam dialog global yang diluncurkan oleh UNESCO untuk mengembangkan pedoman global pertama untuk regulasi media sosial guna meningkatkan keandalan informasi dan mempromosikan hak asasi manusia secara daring.
Organisasi tersebut melibatkan semua pemangku kepentingan: pemerintah, regulator independen, perusahaan digital, akademisi, dan masyarakat sipil. Pedoman moderasi konten tersebut rencananya akan diluncurkan oleh UNESCO pada September 2023.
Maria Ressa mengingatkan bahwa jika kita terus mentolerir algoritme media sosial yang lebih menghargai kebohongan, generasi masa depan akan mewarisi dunia tanpa nilai kebenaran. “Tanpa fakta, Anda tidak dapat memiliki kebenaran; tanpa kebenaran, Anda tidak dapat memiliki kepercayaan, dan kita tidak memiliki realitas bersama.”
UNESCO mengumpulkan setidaknya 4.300 peserta, daring dan luring. Termasuk di antaranya perwakilan 12 CSO yang tergabung dalam Koalisi DAMAI (Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia). Dalam konteks Indonesia, pembahasan moderasi konten ini penting menjelang tahun politik 2024.
Christopher Wylie, pembocor dari kasus Cambridge Analytica, juga hadir dalam acara ini. Ia mengingatkan kembali bagaimana penyalahgunaan data pribadi yang dipanen dari Facebook, mampu mempengaruhi publik khususnya di Amerika Serikat selama pilpres yang dimenangkan Donald Trump.
Direktur Jenderal menutup kegiatan dengan menyerukan kepada seluruh negara untuk bergabung dalam upaya UNESCO dalam mengubah internet menjadi alat yang benar-benar melayani masyarakat dan membantu menjamin hak atas kebebasan berekspresi; mencakup hak untuk mencari dan menerima informasi.
Apa maksud pedoman moderasi konten?
Panduan moderasi konten bagi platform internet diusulkan oleh UNESCO sebagai lembaga yang dinilai netral—dapat memayungi berbagai kepentingan dari parapihak, semisal perusahaan privat, pemerintah, atau masyarakat sipil.
Internet dan media sosial diakui memberikan kekuasaan pada orang untuk berkomunikasi, menciptakan, dan mengubah dunia. Namun, disinformasi, ujaran kebencian, dan teori konspirasi berdampak pada jalinan masyarakat, menanamkan ketidakpercayaan, menciptakan kebingungan, dan terkadang merusak institusi yang penting untuk hidup damai bersama.
Keberadaan konten yang merugikan ini seharusnya tidak menghilangkan kekuatan luar biasa platform dalam memberi akses informasi. Upaya untuk moderasi konten juga tidak boleh membatasi hak orang untuk kebebasan berekspresi serta hak asasi manusia lainnya.
Oleh karena itu, UNESCO bersama-sama dengan parapihak mencoba mengatasi salah satu pertanyaan utama yang berdampak pada demokrasi dan hak asasi manusia di seluruh dunia: Bagaimana regulasi dapat memungkinkan kebebasan berekspresi dan inklusi serta pada saat yang sama mempromosikan ketersediaan informasi yang akurat dan terpercaya.
Secara umum panduan atau pedoman moderasi konten ini berfokus pada struktur dan proses yang diperlukan oleh platform digital untuk menangani konten yang berpotensi merusak demokrasi dan hak asasi manusia. Perhatian khusus diberikan untuk menciptakan perlakuan yang sama antara wilayah dan bahasa dalam hal sumber daya moderasi dan proses otomatisasi.
Dalam draft dokumen versi awal, panduan ini diperuntukkan pemerintah agar mempromosikan dan melindungi kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia secara online. Bagi sistem regulasi, harus memastikan kemandirian dan pengawasan yang memadai. Sedangkan bagi perusahaan (pengelola platform) diharapkan mengambil tindakan berdasarkan 5 prinsip dan melaporkan 10 isu yang berbeda.
Kelima prinsip dimaksud adalah: 1) Platform memiliki kebijakan moderasi konten dan mempraktikkannya secara konsisten dan sesuai dengan standar penerapan hak asasi manusia; 2) Platform harus transparan; 3) Platform harus memberdayakan pengguna; 4) Platform harus akuntabel; 5) Adanya badan pengawas yang independen.
Dalam draft versi kedua, kelima prinsip ini ditekankan sebagai tanggung jawab pengelola platform. Untuk mengikuti prinsip-prinsip tersebut, terdapat area spesifik yang harus diperhatikan platform digital, dan mereka bertanggung jawab untuk melaporkan atau bertindak sesuai sistem regulasi.
Di antara butir yang harus diperhatikan adalah tidak boleh ada diskriminasi perlakuan antar-konten atau antar-pengguna. Keputusan moderasi konten harus mempertimbangkan konteks, nuansa bahasa yang berbeda-beda, serta makna dan kulturalitas konten dengan cara yang transparan.
Konten yang dianggap ilegal tidak akan dapat diakses hanya di yurisdiksi geografis di mana konten tersebut dianggap ilegal di mata hukum setempat. Identifikasi konten ilegal harus ditafsirkan secara konsisten dengan hukum hak asasi manusia internasional untuk menghindari pembatasan yang tidak dibenarkan pada kebebasan berekspresi.
Pedoman moderasi konten UNESCO tidak menangani privasi data, persaingan, kekayaan intelektual, atau hak hukum lainnya yang memerlukan pendekatan dan kerangka regulasi yang berbeda, atau membutuhkan kerangka hukum dan peraturan perundang-undangan yang berbeda.
Draft awal dokumen panduan ini didiskusikan selama konferensi “Internet for Trust” pada 22 and 23 February. Para pihak lalu akan memberi masukan secara tertulis terhadap draft versi 2.0 hasil diskusi paska konferensi, paling lambat 8 Maret 2023, sebelum dirilis pada September yang akan datang.
*Photo: UNESCO/Marie ETCHEGOYEN via Flickr