Gerakan Moral Baru, di Media Baru – Melék Media


Beranda  »  Artikel » Media Baru   »   Gerakan Moral Baru, di Media Baru

Gerakan Moral Baru, di Media Baru

Oleh: rahadian p. paramita -- 22 Maret, 2010 
Tentang: , , ,  –  Komentar Dinonaktifkan pada Gerakan Moral Baru, di Media Baru

Ini adalah tulisan lama, di blog pribadi saya. Tetapi karena kaitannya erat dengan melek media, maka saya pindahkan artikel ini ke sini. Aslinya, saya posting di prajnamu.talk4fun.net. Selamat menikmati.

Generasi baru, teknologi baru, media baru, nasionalisme baru. Unik dan menarik, itulah tanggapan saya mengikuti perkembangan dibalik isu terorisme yang belakangan mendominasi media massa kita. Dulu ketika sumber informasi terbatas, maka harapan utama adalah media massa. Sekarang, teknologi social media telah mulai menampakkan wujudnya.

Twitter, sebuah microblogging, belakangan mulai merebak setelah tersebar kabar mengenai orang-orang pertama yang melaporkan berita peledakan bom di salah satu hotel melalui Twitter. Lalu bermunculan pula berbagai rekasi di sana. Entah berapa banyak pengguna Twitter di Indonesia ini, tapi diperkirakan dalam waktu kurang lebih 2 jam, sebuah topik baru bernama #indonesiaunite menjadi topik teratas dalam jajaran topik paling tren di Twitter.

Kita harusnya sadar betul, apa yang dilakukan teroris, siapapun mereka, berusaha mendapatkan perhatian kita. Semakin kita tersedot ke dalam permainan mereka, semakin senanglah mereka. Lalu mereka bisa melakukan apa saja, mengubah dunia ini menjadi seperti apa yang mereka inginkan, mengarahkan berita pada apa saja yang ingin mereka agendakan.

Yang menarik, topik #indonesiaunite merupakan respon positif dari peristiwa terorisme itu. Dulu mungkin Anda pernah mendengar gerakan Iwan Esjepe dkk dengan Indonesia, Dangerously Beautiful. Gerakan-gerakan seperti itu justru mencoba mengubah pencitraan tentang Indonesia, yang ‘runtuh’ akibat serangan teroris. Saya melihat persamaan antara Dangerously Beautiful dengan #indonesiaunite. Tingkat nasionalisme yang hampir sama, hanya bedanya kali ini #indonesiaunite adalah aktivitas sekumpulan orang di Twitter.

#indonesiaunite, sebenarnya hanyalah topik bersama yang ‘diperbincangkan’ dalam Twitter. Dalam terminologi Twitter, semakin banyak user yang menggunakan kata itu, maka kata itu dianggap sebagai ‘topik’ panas. Dalam daftar topik yang dianggap ‘panas’ di Twitter, saat saya menulis blog ini ada topik Harry Potter, bahkan sebuah topik tak lengkap, berjudul “in 1998 I…”.

Kalau Anda pengguna Twitter, Anda cukup mengutip kata #indonesiaunite dalam postingan Anda, maka postingan tersebut akan muncul dalam daftar pencarian topik mengenai #indonesiaunite. Halaman pencarian itu akan terus mengupdate apa yang orang/user perbincangkan mengenai #indonesiaunite. Karena sifatnya hanya kata kunci, maka terkadang isi yang tidak relevan pun bisa masuk. Tak apalah, lumayan untuk menambah lucu ‘suasana’. Meski ada juga kritikan sana-sini, tapi sampai saat ini masih jalan terus, terutama karena para ‘pembakar’ semangat tak kenal lelah, seperti yang ditunjukkan Pandji Pragiwaksono.
[spoiler]

Kami Tidak Takut by Pandji Pragiwaksono on Youtube
[/spoiler]
Ketika awal-awal tragedy itu terjadi, media massa ada di mana-mana dengan berita yang sudut pandang beritanya tidak akan jauh berbeda. Dalam beberapa waktu, dibombardir dengan berita memilukan seperti itu tentu bukan hal yang nyaman di mata dan di hati. Kadang membuat jadi marah, sedih, muak, dan seterusnya. Begitu mengikuti #indonesiaunite, saya mengalami hal lain. Paling tidak mengobati kepiluan hati atas tragedy yang memang menyesakkan itu, dan mencoba bangkit dengan gagasan baru. Apa yang bisa kita lakukan, saat ini, nanti, demi situasi yang lebih baik?

Gagasan #indonesiaunite mengingatkan saya tentang Appreciative Inquiry. Apa yang Anda ‘konsumsi’, akan mempengaruhi Anda, dan masa depan Anda. Kalau Anda banyak ‘mengkonsumsi’ berita buruk, maka mimpi buruk yang akan Anda dapatkan, dan masa depan yang buruk pula menanti di depan Anda. Tapi kalau Anda berani ‘mengkonsumsi’ sisi positifnya, maka Anda akan belajar lebih banyak untuk menjadi lebih baik. Semoga ini menjadi harapan baru. Teknologi baru, harapan baru.

Sayangnya teknologi ini baru sampai di tangan kelas menengah. Coba kalau sudah sampai ke tangan pak tani di desa. Betapa indahnya membayangkan petani Indonesia bisa mengubah cara pandang orang mengenai harga beras atau harga gabah. Bisa menjerit se keras-kerasnya betapa menekan harga beras sama dengan mengurangi lauk di periuk mereka. Saat ini, siapa pula yang peduli? Bad news is a good news, tapi tidak semua berita ‘buruk’ jadi ‘seksi’, karena tergantung nilai jualnya. There is no use entertaining problem, unless you want to selfishly taking profit upon it.

UPDATE: #Indonesiaunite di kompas cetak, tanggal 27 Juli 2009:

UPDATE: Sebuah presentasi dari Enda Nasution, tentang #IndonesiaUnite, silakan cek di sini: #indonesiaunite the movement

Artikel lain sekategori:

Maaf, Anda tak bisa lagi berkomentar.



Exit mobile version