
Kepercayaan terhadap berita di Indonesia memburuk. Angka kepercayaan hanya 35%, turun 4 poin persentase dari tahun sebelumnya. Indonesia berada di peringkat 26 dari 47 negara. TikTok berjaya sebagai panggung penyebaran berita di media sosial.
Temuan ini dirilis Reuters Institute for the Study of Journalism lewat Digital News Report yang menjadi acuan untuk memahami bagaimana orang mengonsumsi berita di seluruh dunia. Laporan pada 2024 tentang lanskap media di Indonesia menyoroti perubahan perilaku audiens, tantangan bagi media tradisional, dan peran platform digital yang semakin dominan.
Laporan ini mungkin terdengar rumit, tetapi intinya adalah: Bagaimana pembaca/khalayak berita di Indonesia mendapatkan informasi di era digital ini, dan apa dampaknya? Salah satu temuan barunya, X (sebelumnya Twitter) yang dulu menjadi sumber berita real-time, kini makin ditinggalkan.
Era digital ditandai dengan konsumsi berita yang didominasi lewat internet, mengingat penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai 76%. Angka ini menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia memiliki potensi untuk mengakses berita secara daring. Kabar baik dalam hal penyebaran informasi, tetapi juga membawa tantangan baru terkait kualitas dan kredibilitas berita yang beredar.
Mari kita bedah temuan-temuan kunci untuk Indonesia, yang disarikan dari Digital News Report 2024. Laporan periode sebelumnya bisa disimak di artikel ini: Minat Pada Media Berbayar Rendah.
Tantangan Media Tradisional
Media tradisional seperti koran, televisi, dan radio menghadapi masa-masa sulit. Laporan ini mengonfirmasi bahwa mereka terus berjuang dengan penurunan pendapatan iklan. Di saat yang sama, persaingan dari platform digital dan bahkan situs belanja online yang kini juga menjadi tempat iklan, semakin ketat.
Selain masalah ekonomi, media tradisional juga harus beradaptasi dengan cara audiens mengonsumsi berita. Mereka perlu mencari cara untuk menjangkau audiens di platform yang populer, seperti membuat konten video pendek untuk TikTok atau berinteraksi di grup WhatsApp.
Laporan ini juga menyinggung fenomena “menghapus sejarah melalui good vibes dan toxic positivity” selama pemilu 2024. Ini bisa diartikan sebagai strategi komunikasi politik yang berfokus pada citra positif dan menghindari isu-isu sensitif atau kontroversial, yang mungkin membuat media berita kesulitan untuk melakukan peliputan mendalam dan kritis.
Dalam konteks kebebasan pers, Indonesia berada di peringkat 111 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia RSF. Peringkat ini menunjukkan bahwa masih ada tantangan terkait lingkungan kerja bagi jurnalis dan kebebasan berekspresi.
Dominasi Platform Digital
Beberapa tahun lalu, orang mungkin akan langsung membuka website media berita favorit mereka untuk mendapatkan informasi terbaru. Namun, Reuters Digital News Report 2024 memperjelas bahwa cara ini mulai berubah. Kini, platform digital seperti aplikasi pesan instan dan media sosial menjadi jalur utama bagi banyak orang untuk menemukan dan mengonsumsi berita.
- WhatsApp dan YouTube Tetap Kuat: WhatsApp masih menjadi platform yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan (72%) dan tetap penting untuk berita (46%). YouTube juga sangat populer (65% untuk penggunaan umum) dan signifikan untuk berita (41%). Ini menunjukkan bahwa orang suka mendapatkan berita melalui format video atau dibagikan langsung dalam percakapan pribadi atau grup.
- Facebook Menurun, TikTok Meroket: Penggunaan Facebook untuk berita terus menurun (35%), sementara TikTok justru menunjukkan peningkatan pesat (29%). Ini adalah pergeseran besar. Mengapa TikTok begitu menarik untuk berita? Kemungkinan besar karena format video pendek yang menarik, mudah dicerna, dan seringkali disajikan oleh kreator konten atau influencer yang terasa lebih personal dan relevan bagi audiens muda.
- X (Twitter) Terdepak: Platform X (sebelumnya Twitter) yang dulu penting sebagai sumber berita real-time, kini semakin ditinggalkan untuk urusan berita di Indonesia (hanya 12%). Ini mungkin terkait dengan perubahan kebijakan platform atau preferensi audiens yang beralih ke platform lain.
Pergeseran ke platform ini memiliki implikasi besar. Berita seringkali muncul di antara konten hiburan atau pribadi lainnya. Ini bisa membuat batas antara berita dan konten lain menjadi kabur, dan audiens mungkin lebih sulit membedakan mana informasi yang akurat dan mana yang bukan.
Bagi mereka yang masih luring, berikut adalah media-media yang paling sering diakses dalam periode satu minggu. Tampak bahwa TVOne menjadi yang paling populer, disusul Kompas (cetak) dan Metro TV.
Sementara mereka yang sudah hidup di dunia daring, akses terhadap media daring paling sering mengunjungi media-media berikut ini. Detik.com, Kompas.com, dan Tribunnews ada di tiga besar.
Krisis Kepercayaan pada Berita
Salah satu temuan yang paling mengkhawatirkan dari laporan ini adalah penurunan kepercayaan terhadap berita secara keseluruhan di Indonesia. Angka kepercayaan hanya 35%, turun 4 poin persentase dari tahun sebelumnya. Indonesia berada di peringkat 26 dari 47 negara.
Ada beberapa faktor yang mungkin berkontribusi terhadap penurunan kepercayaan ini:
- Siklus Pemilu: Laporan menyebutkan bahwa penurunan kepercayaan sering kali terjadi selama siklus pemilu, di mana isu-isu kontroversial dan polarisasi meningkat. Pemberitaan yang dianggap bias atau tidak seimbang selama masa kampanye dapat mengikis kepercayaan publik.
- Disinformasi dan Misinformasi: Meskipun pemilu 2024 disebut lebih banyak diwarnai "good vibes" dan "toxic positivity" daripada disinformasi besar-besaran, penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan tetap menjadi masalah serius di panggung digital. Ketika audiens terpapar banyak informasi yang meragukan, kepercayaan mereka pada sumber berita secara umum bisa menurun.
- Penurunan Kepercayaan pada Merek Individual: Laporan juga menunjukkan bahwa kepercayaan pada hampir semua merek berita individual yang disurvei mengalami penurunan. Ini menandakan bahwa masalah kepercayaan tidak hanya terkait dengan platform, tetapi juga dengan kredibilitas media sebagai produsen berita itu sendiri di mata publik.
Rendahnya kepercayaan ini adalah tantangan besar bagi industri berita. Jika orang tidak percaya pada berita, mereka mungkin akan mencari informasi dari sumber yang kurang kredibel, yang bisa memperburuk masalah disinformasi dan polarisasi.
Jika menelisik lebih dalam, berikut adalah tingkat kepercayaan pembaca terhadap merek media yang disurvei. Angka ini tidak mutlak menunjukkan tingkat kepercayaan pembaca di antara semua media yang ada, karena tidak semua merek media disurvei. Bisa jadi, ada merek media yang tak disurvei tetapi memiliki tingkat kepercayaan y ang relatif baik di mata respodnen/pembaca.
Berbagi Tapi Enggan Membayar
Laporan ini juga memberikan wawasan tentang bagaimana orang Indonesia berinteraksi dengan berita:
- Suka Berbagi: Sekitar 34% responden suka berbagi berita melalui platform digital. Ini menunjukkan peran penting audiens dalam penyebaran informasi, baik yang akurat maupun yang salah.
- Enggan Membayar: Hanya 16% responden yang menyatakan membayar berita online dalam setahun terakhir. Angka ini relatif rendah dan menjadi tantangan bagi model bisnis media yang mencoba beralih ke langganan digital. Mengapa enggan membayar? Salah satu alasannya adalah karena masih banyak sumber berita gratis yang tersedia. Orang merasa tidak perlu membayar jika bisa mendapatkan informasi serupa tanpa biaya.
- Menghindari Berita: Semakin banyak orang yang kadang-kadang atau sering menghindari berita. Ini bisa disebabkan oleh perasaan kewalahan dengan banyaknya berita (terutama isu-isu negatif atau konflik) atau merasa bahwa berita yang ada tidak relevan bagi mereka.
Laporan Berita Digital Reuters Institute 2024 untuk Indonesia menunjukkan lanskap media yang kompleks dan terus berubah. Dominasi platform digital, penurunan kepercayaan publik, dan tantangan ekonomi bagi media tradisional adalah isu-isu utama yang perlu diperhatikan.
Bagi audiens, penting untuk lebih kritis dalam memilih sumber berita dan tidak hanya mengandalkan informasi yang muncul di linimasa media sosial. Bagi media, tantangannya adalah membangun kembali kepercayaan, menemukan model bisnis yang berkelanjutan di era digital, dan beradaptasi dengan perilaku audiens tanpa mengorbankan kualitas jurnalisme.
Masa depan berita di Indonesia akan sangat bergantung pada bagaimana semua pihak—media, platform digital, pemerintah, dan audiens—dapat bekerja sama untuk menciptakan ekosistem informasi yang lebih sehat, akurat, dan dapat dipercaya.
Photo by Shutter Speed on Unsplash