Beranda  »  Sorotan Media   »   PBB: Kesenjangan Digital Mengancam SDGs

PBB: Kesenjangan Digital Mengancam SDGs

Oleh: Melekmedia -- 10 September, 2025 
 –  Komentar Anda?

Woman sits while another walks in the alley.

Laporan terbaru dari PBB mengungkap fakta keras: Kemajuan teknologi super cepat, termasuk AI, sedang menciptakan kesenjangan digital yang lebar antara si kaya dan miskin di seluruh dunia. Teknologi memang bisa menjadikan hidup lebih baik, bisa juga mengancam kehidupan.

Laporan berjudul “Impact of Rapid Technological Change on the Achievement of the Sustainable Development Goals and Targets” ini diserahkan Sekretaris Jenderal PBB pada Juni 2025. Dokumennya telah dipublikasikan di laman resmi PBB.

Laporan tersebut mengungkap kesenjangan digital yang mengkhawatirkan di tengah kemajuan teknologi artificial intelligence atau akal imitasi (AI) dan teknologi lainnya yang tengah berkembang pesat.

Sementara kita sibuk dengan internet 5G dan media sosial, laporan PBB menunjukkan realita yang bikin miris. Hampir satu dari tiga orang di dunia—itu sekitar 3,1 miliar jiwa—masih belum terhubung ke internet, meskipun jangkauannya sudah ada.

Di negara-negara miskin, akses internet super mahal, bisa mencapai sepertiga dari pendapatan bulanan mereka. “Hampir satu dari tiga orang masih tidak terhubung ke Internet, dan kesenjangan antar-regional yang signifikan tetap ada,” tulis laporan itu.

Selain soal akses, juga soal gender. Ada 189 juta lebih banyak pria daripada wanita yang menggunakan internet di seluruh dunia. Bila kesenjangan ini tidak ditangani, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah bisa rugi $500 miliar dalam lima tahun ke depan.

Sisi Gelap Teknologi AI: Iklim dan Privasi

AI juga punya jejak karbon yang masif. Konsumsi energi dari teknologi digital menyumbang 1,5 hingga 4 persen dari emisi global. Konsumsi listrik 13 pusat data terbesar di Amerika Serikat dan Tiongkok melonjak dua kali lipat dalam empat tahun.

Di Irlandia, konsumsi energi AI bahkan sudah melampaui konsumsi rumah tangga. Prediksi yang lebih mengerikan, konsumsi listrik terkait AI bisa lebih dari dua kali lipat permintaan daya untuk pusat data pada tahun 2030.

Laporan ini juga menyebut bahaya teknologi seperti neuroteknologi atau antarmuka otak-komputer. Teknologi ini berpotensi mengancam privasi dan hak asasi manusia. Data yang sangat sensitif bisa menjadi target peretas.

Risiko privasi neural data muncul karena teknologi baru bisa membaca sinyal otak manusia, sehingga data tentang emosi, pikiran, atau kebiasaan seseorang bisa terekam dan berpotensi disalahgunakan.

Sementara itu, pengguna bisa merasa tidak sepenuhnya mengendalikan tindakan atau pilihannya sendiri karena sebagian sudah diarahkan atau dipengaruhi mesin. Kedua hal ini jadi perhatian etis utama karena menyangkut hak paling mendasar: privasi pikiran dan kebebasan bertindak.

Satu-satunya Jalan Keluar: Kolaborasi

Laporan ini menyimpulkan bahwa teknologi berkembang jauh lebih cepat daripada kebijakan dan hukum yang mengaturnya. Lebih dari 1.000 instrumen kebijakan baru dan 80 strategi nasional tentang AI telah diadopsi pembuat kebijakan, tapi perkembangan ini terutama terjadi di negara maju.

Sekretaris Jenderal PBB menekankan perlunya kerjasama multilateral dan multi-stakeholder yang dipercepat. “Laju perubahan teknologi tidak pernah secepat ini dan mungkin tidak akan selambat ini lagi,” demikian peringatan dalam laporan tersebut.

Investasi dalam riset dan inovasi mengalami penurunan pada 2023 setelah pertumbuhan pesat 2020-2022. Banyak negara menghadapi keterbatasan sumber daya dan akses yang membatasi kemampuan merancang, membangun, dan menyebarkan teknologi, terutama AI.

Rekomendasi utama untuk masa depan meliputi:

  • Penguatan kapasitas sektor publik untuk menciptakan lingkungan kondusif
  • Investasi dalam ekositem sains, teknologi, dan inovasi yang bertanggung jawab dan menghormati hak
  • Implementasi penuh komitmen Pact for the Future dan Global Digital Compact
  • Pengumpulan data dan informasi akurat tentang aktivitas dan investasi teknologi
  • Operasionalisasi cepat panel ilmiah AI independen dan dialog global tentang tata kelola AI

Pertemuan tingkat tinggi Majelis Umum PBB tentang tinjauan implementasi World Summit on Information Society akan diselenggarakan 16-17 Desember 2025, menjadi momentum penting untuk menegaskan kembali visi kerjasama digital global.

Data terbaru menunjukkan dunia saat ini hanya mencapai kemajuan moderat pada 35% dari target SDGs yang memiliki data tersedia. Hampir separuh target menunjukkan kemajuan yang tidak memadai, sementara 18% target bahkan mengalami kemunduran dari baseline 2015.

“Perubahan teknologi yang cepat menghadirkan peluang dan tantangan signifikan bagi pembuat kebijakan yang berusaha memanfaatkan teknologi untuk kebaikan bersama,” demikian dinyatakan dalam laporan tersebut.

Laporan ini akan diperbaharui setiap dua tahun sebagai monitoring perubahan teknologi dan dampak sosialnya. Tanpa tindakan terkoordinasi, teknologi yang seharusnya menjadi solusi malah bisa memperdalam kesenjangan global dan mengancam pencapaian SDGs pada 2030.

*Photo by Othmane Ferrah via Unsplash

Artikel lain sekategori:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

```


Exit mobile version