Beranda  »  Sorotan Media   »   Risiko Di Balik Tren Miniatur AI Generatif

Risiko Di Balik Tren Miniatur AI Generatif

Oleh: Melekmedia -- 10 September, 2025 
Tentang: ,  –  Komentar Anda?

Miniatur tokoh fiksi via ChatGPT

Dari ilustrasi Ghibli yang magis, hingga figur miniatur AI, dunia maya dipenuhi kreasi gambar akal imitasi yang dipersonalisasi. Tren ini bukan sekadar hiburan, tapi cerminan kecerdasan buatan yang merambah kehidupan digital. Jangan lupa, ada risiko data pribadi di baliknya.

Fenomena ini bukanlah hal yang muncul tiba-tiba. Perjalanannya dimulai pada akhir 2022 ketika aplikasi Lensa AI menjadi viral dengan fitur “Magic Avatars” yang mengubah potret menjadi avatar artistik. Popularitasnya membuktikan permintaan besar untuk mempersonalisasi foto.

Kesuksesan Lensa dengan cepat diikuti oleh platform video pendek seperti CapCut, yang menyematkan filter seperti “AI Manga” langsung ke dalam aplikasi mereka. Langkah ini, seperti dilaporkan Mashable, membuat kreasi AI lebih mudah diakses dan berbagi di media sosial.

Puncak dari evolusi ini adalah integrasi fitur generator gambar langsung ke dalam chatbot AI terkemuka seperti ChatGPT dan Gemini. Berkat model terbaru seperti GPT-4o yang terintegrasi dengan DALL-E, pengguna bisa membuat fotonya bergaya ilustrasi Ghibli yang hangat.

Gemini 2.5 Flash Image, belakangan populer mengubah foto menjadi figur aksi miniatur. Tren ini, dalam laporan Tempo.co, menunjukkan bagaimana AI telah beralih dari sekadar filter menjadi alat kustomisasi yang kuat, menciptakan apa pun yang dibayangkan.

Namun, di balik layar kreativitas instan ini, tersimpan dilema yang lebih serius. Analis berpendapat bahwa kemudahan ini datang dengan harga yang sering tidak disadari: Data pribadi. Setiap kali sebuah foto diunggah ke layanan ini, pengguna menyetujui pertukaran yang tidak seimbang.

Sebelumnya, pada kasus foto bergaya Ghibli, memunculkan perdebatan tentang hak cipta dan etika AI. Meskipun hasil akhirnya tampak seperti seni, model AI tersebut dilatih dengan jutaan gambar, termasuk karya-karya Studio Ghibli yang dilindungi hak cipta.

Para seniman dan kritikus mempertanyakan apakah etis bagi perusahaan teknologi menggunakan karya yang dilindungi hak cipta tanpa izin, atau kompensasi kepada pencipta aslinya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa AI dapat merusak pasar bagi seniman manusia.

Belakangan, pada kasus miniatur Gemini ada isu data pribadi. Berdasarkan laporan berbagai sumber seperti Viva News dan ITEdgeNews, berikut adalah beberapa risiko yang mengintai bila mengunggah foto pribadi serampangan ke internet, khususnya ke platform AI:

  • Pelatihan Model AI: Foto yang diunggah dapat digunakan oleh perusahaan untuk melatih model AI mereka, menjadikannya bagian dari dataset yang lebih besar. Setelah data masuk, hampir mustahil untuk menariknya kembali.
  • Data Biometrik: Wajah Anda mengandung data biometrik unik. Ketika diunggah, data ini bisa menjadi bahan mentah untuk deepfake yang semakin canggih atau alat untuk penipuan identitas di masa depan.
  • Metadata Tersembunyi: Banyak foto digital, tanpa disadari, masih menyimpan metadata (informasi di balik gambar) seperti lokasi, tanggal, dan jenis perangkat yang digunakan. Informasi ini bisa diekstrak dan disalahgunakan.
  • Hak Cipta dan Penggunaan Komersial: Hukum terkait kepemilikan dan hak cipta atas gambar yang dihasilkan AI masih belum jelas. Hal ini membuka celah risiko di mana kreasi pribadi Anda bisa digunakan kembali secara komersial oleh pihak lain tanpa izin.

Di tengah arus kesenangan instan ini, banyak pengguna tanpa sadar menukar privasi mereka untuk sebuah gambar yang viral. Foto yang diunggah, meskipun terlihat seperti bahan bakar untuk seni, pada dasarnya adalah data biometrik yang kini memiliki jejak digital permanen.

Bila sudah tak tahan pengen mencoba, perhatikan beberapa hal penting seperti: Baca kebijakan privasi dengan cermat. Cari tahu data apa yang dikumpulkan, di mana disimpan, berapa lama disimpan, dan apakah Anda bisa menghapusnya.

Nonaktifkan riwayat obrolan jika fitur tersedia. Anda bisa berharap data itu tidak disimpan dan dipakai untuk pelatihan model. Bila akan mengunggah foto, hapus metadata dengan aplikasi seperti ExifTool, atau pakai screenshot untuk menghilangkan informasi tersembunyi.

Jika hanya penasaran dan ingin bersenang-senang tanpa risiko data pribadi tersebar, gunakan foto stok atau wajah buatan AI (misalnya dari situs thispersonnotexist.org). Janjinya, foto-foto tersebut tidak diambil dari data seseorang.

Meski begitu, riset menemukan bahwa informasi pribadi dari foto-foto yang digunakan untuk melatih AI dapat bocor ke dalam gambar buatan yang dihasilkan, bahkan tanpa adanya upaya peretasan atau penyalahgunaan saat model tersebut dibuat.

Tren ini menunjukkan bahwa di era AI, batas antara kreasi pribadi dan data publik semakin kabur, memaksa kita untuk lebih waspada terhadap jejak yang kita tinggalkan di dunia maya.

*Gambar miniatur tokoh fiksi via ChatGPT

Artikel lain sekategori:

Komentar Anda?



Exit mobile version