Literasi media (melek media) dan informasi adalah seperangkat kompetensi yang memungkinkan orang berpikir kritis saat berhadapan dengan media dan informasi, khususnya di era digital.
Kemampuan ini harus diajarkan dalam pendidikan formal. Tentu saja, harus dimulai dari pendidiknya. Setidaknya ada 7 kompetensi bagi guru dalam melek media dan informasi, atau Media and Information Literacy (MIL). Berhasil menguasainya, ibarat membuka portal menuju pembelajaran dengan media.
UNESCO menjabarkannya dalam kerangka kompetensi di bidang MIL. Di dalamnya memuat modul pembelajaran untuk menavigasi ekosistem komunikasi zaman kiwari. Ini bagian dari mandat PBB dalam meningkatkan melek media dan informasi di dunia.
Kompetensi tersebut menghubungkan melek media dan informasi dengan beragam isu yang tengah hangat, seperti kecerdasan buatan, kewarganegaraan digital, pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, literasi budaya, serta perkembangan misinformasi dan disinformasi.
MIL yang merupakan konseptualisasi tiga ranah—melek media, literasi informasi, dan literasi digital—mengusung kompetensi penyelidikan dan kemampuan untuk terlibat secara bermakna dengan semua bentuk penyedia konten dan mediator, apapun teknologi yang digunakan.
Daftar kompetensi untuk guru telah disesuaikan, dan tidak mencakup seluruh aspek dalam melek media dan informasi–aspek yang dalam definsi UNESCO meliputi spektrum pengetahuan yang sangat luas.
Jangan kaget bila standar ini terasa jauh dari kenyataan di Indonesia. Dalam riset Filia Dina Anggaraeni dari Universitas Sumatera Utara (2018), kemampuan guru dalam “literasi informasi” terbilang belum memuaskan.
Menggunakan lima (5) komponen literasi informasi versi Brian Ferguson, peneliti mengukur literasi informasi guru-guru di Sumatera Utara. Hasilnya, kemampuan literasi dasar, literasi perpustakaan, dan literasi teknologi dianggap cukup baik.
Sementara, diperlukan pengayaan untuk meningkatkan literasi media dan literasi visual. Kendati begitu, diakui masih ada kelemahan dalam penelitian tersebut, sebab hanya berdasarkan landasan sikap.
“Kompetensi seharusnya juga diukur berlandaskan kemampuan kognitif atau evaluasi tes kognitif,” demikian menurut peneliti. Minimnya riset tentang tingkat literasi guru—khususnya terkait melek media dan informasi—membuat riset ini menjadi salah satu yang memberi masukan penting.
Where is the life we have lost in living? Where is the wisdom we have lost in knowledge? Where is the knowledge we have lost in information?
T.S. Eliot
*Thomas Stearns (‘T.S.’) Eliot with his sister and his cousin (cropped), by Lady Ottoline Morrell (died 1938) – Public Domain
Mengapa diperlukan?
Banyak kompetensi baru yang dibutuhkan menghadapi konten yang berseliweran di depan kita melalui berbagai teknologi, oleh penyedia yang tak terhitung jumlahnya. Kemampuan ini penting untuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan dan pemenuhan hak asasi manusia.
Pada 2015, negara-negara di seluruh dunia menyepakati dan berkomitmen terhadap 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) sebagai tujuan kolektif utama kerja sama pembangunan internasional.
SDGs didasarkan pada cita-cita untuk “tidak meninggalkan siapa pun”. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat itu membuat pengamatan penting dalam laporannya “Road to Dignity”.
Ia menyatakan SDGs memberikan kesempatan unik bagi para pemimpin global dan orang-orang di seluruh dunia untuk mengakhiri kemiskinan dan memastikan transformasi sosial yang mendukung kemajuan umat manusia.
Mempromosikan informasi sebagai barang publik sangat diperlukan jika SDGs ingin dicapai pada 2030. MIL diakui berkontribusi terhadap realisasi semua tujuan SDGs. Misalnya, mendukung target SDG 16.10 tentang akses informasi dan kebebasan mendasar, dan SDG 11 tentang membuat kota inklusif dan tangguh.
Selain itu, Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan gagasan melalui media apa pun tanpa memandang batas.
MIL membekali warga negara dengan kompetensi berikut:
Kemampuan memahami informasi sebagai barang publik; kemampuan untuk berinteraksi secara kritis dengan informasi, media, dan komunikasi digital demi berpartisipasi dalam pembangunan berkelanjutan; dan kemampuan memperoleh serta menikmati manfaat hak-hak asasi manusia.
Payung baru, melek media dan informasi
Dokumen berjudul Media and Information Literate Citizens: Think Critically, Click Wisely! (2021) UNESCO menggabungkan tiga bidang berbeda – literasi atau melek media, literasi informasi, dan literasi digital – di bawah satu payung istilah: literasi media dan informasi (MIL).
Ini spektrum pengetahuan yang sangat luas. Sebelumnya, dalam dokumen 10 tahun lalu, MIL “hanya” menggabungkan melek media dan literasi informasi. Itu pun sudah berkembang dari literasi informasi versi Brian Ferguson (5 kategori).
Secara global, mungkin ada yang akan memilih istilah pendidikan media sebagai pendidikan literasi media dan literasi informasi. Bagi UNESCO, istilah MIL digunakan sebagai payung dan menjadi jalan tengah di antara sekian banyak istilah yang sebenarnya merujuk pada fokus yang sama.
Literasi informasi menekankan akses terhadap informasi dan evaluasi serta penggunaan etis dari informasi tersebut. Plus melek media, aspek akses informasi ditambah dengan kebebasan berekspresi.
Melek media juga menekankan kemampuan untuk memahami fungsi media dan perusahaan komunikasi digital yang memproduksi konten, agar publik mampu mengevaluasi konten tersebut.
Lebih dari itu, melek media harus mampu menjelaskan bagaimana fungsi tersebut dilakukan, serta terlibat secara kritis dengan perusahaan media dan komunikasi digital untuk pembangunan berkelanjutan maupun ekspresi diri.
Adapun literasi digital berkelindan dengan literasi informasi tradisional dan kompetensi di bidang melek media. Meski seringkali lebih menekankan pada keterampilan teknis tetapi juga mempertimbangkan keterampilan lunak (soft skills) spesifik terhadap isu-isu dalam dunia digital.
Dengan popularitas komunikasi digital yang semakin menjulang, literasi digital dituntut membangun kemampuan menggunakan alat digital untuk menghasilkan tulisan, gambar, video, atau desain. Elemen-elemen tersebut kini menjadi semakin penting sebagai sarana untuk berbagi informasi.
Seiring dengan itu, pendidikan tentang etika produksi dan penyebaran konten di antara netizen yang merupakan kompetensi MIL, khususnya terhadap generasi muda, menjadi kian penting.
Terdapat setidaknya tiga cara pandang terhadap hubungan melek media, literasi informasi, dan literasi digital. Pertama, menganggap bahwa literasi informasi paling luas cakupannya, sehingga dua bidang lainnya merupakan bagian darinya.
Pandangan lain menganggap melek informasi dan melek digital adalah bagian dari melek media. Ini karena melek media tak terbatas pada sekadar “media massa”, tetapi media secara umum yang juga melingkupi peranti digital.
Sementara, pandangan ketiga dari sejumlah ahli yang dikumpulkan UNESCO menunjukkan adanya jalinan antar-kompetensi di ranah literasi informasi, media dan digital. Bayangkan istilah-istilah seperti literasi visual, literasi komputer, atau literasi data. Bidang-bidang tersebut terkait dengan ketiga payung literasi.
Tujuh kompetensi MIL bagi guru
Agar lebih operasional, ruang lingkup MIL diturunkan dalam bentuk 25 kompetensi. Sebanyak 19 kompetensi menyoal kemampuan yang luas seputar melek media dan informasi. Sedangkan 6 sisanya terkait sikap-nilai yang bisa ditumbuhkan seiring dengan berkembangnya setiap kompetensi.
Tidak semuanya perlu dikuasai guru atau pengajar. UNESCO memfokuskan hanya pada tiga aspek utama yang saling terkait.
Ketiganya yaitu (1) Pengetahuan dan pemahaman tentang informasi, media dan komunikasi digital, untuk pembangunan berkelanjutan, perdamaian, dan wacana demokrasi dan sosial partisipasi. Kemudian (2) Evaluasi konten dan parapihak terkait, serta (3) Produksi dan penggunaan konten.
Ketiga aspek barusan dikaitkan dengan enam dimensi dalam pendidikan umum dan pengembangan guru, untuk menggambarkan hubungan dalam kerangka kompetensi MIL.
Keenam dimensi yang menjadi kunci dalam kurikulum pengembangan kompetensi guru tersebut adalah (1) Kurikulum dan penilaian, (2) Pengembangan profesional guru, (3) Konten, (4) Organisasi dan administrasi, (5) Pedagogi, dan (6) Visi dan kebijakan.
Bila tiga aspek utama dan keenam dimensi tersebut dijabarkan dalam matriks, maka kita bisa melihat keterkaitannya. Enam baris terbawah adalah dimensi kependidikan untuk guru, sedangkan tiga kolom di sebelah kanan merupakan tema utama dalam kompetensi guru.
Untuk mendetailkan kompetensi apa saja yang diperlukan, berikut ringkasan 7 kompetensi bagi guru dalam MIL. Untuk setiap kompetensi, telah disediakan modul-modul pembelajaran. Semuanya dapat dilihat dalam dokumen UNESCO.
1. Memahami Peran Informasi, Media, dan Digital Komunikasi dalam Pembangunan Berkelanjutan dan Demokrasi
Pendidik, aktor atau pembelajar MIL akan terbiasa dengan fungsi normatif penyedia konten dan memahami potensi pentingnya untuk kewarganegaraan, dan pengambilan keputusan yang terinformasi.
Kompetensi ini melingkupi sejumlah kemampuan pendidik dan peserta didik, misalnya untuk mengidentifikasi hasil atau elemen utama pembelajaran, dan konvergensi melek media dan informasi.
2. Memahami Konten dan Kegunaannya
Pendidik, aktor atau pembelajar MIL akan mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana orang-orang menggunakan informasi, media, dan teknologi digital dalam kehidupannya, serta hubungan antara warga negara dengan konten, termasuk penggunaan konten dalam berbagai tujuan.
Luaran dari kompetensi ini di antaranya kemampuan menginterpretasikan dan membuat koneksi antara konten, konteks, dan nilai yang diproyeksikan oleh si pembuat atau penyedia konten.
3. Mengakses Informasi Secara Efektif dan Efisien dan Mempraktikkan Etika
Pendidik, aktor atau pembelajar MIL akan mampu menentukan jenis-jenis atau tipe konten yang diperlukan sesuai kebutuhan, dan mencari serta mengakses konten secara efektif dan efisien.
Luarannya semisal memungkinkan pendidik dan pembelajar untuk memilih pendekatan yang paling efektif dan efisien dalam mengakses konten tertentu, dalam konteks pencarian atau investigasi informasi.
4. Secara Kritis Mengevaluasi Informasi dan Sumber Informasi serta Praktik-praktik Etis
Pendidik, aktor atau pembelajar MIL akan mampu mengevaluasi secara kritis terhadap konten dan semua penyedia konten, serta memanfaatkan informasi tertentu untuk menyelesaikan masalah dan/atau menganalisis gagasan.
Luaran kompetensi ini bagi pendidik dan pembelajar, di antaranya mampu memeriksa dan membandingkan konten dari berbagai penyedia konten untuk membedakan berbagai fungsi dari firut-fitur dalam informasi, hiburan, iklan, misinformasi, dan disinformasi.
5. Mengaplikasikan Format Media Digital dan Tradisional
Pendidik, aktor atau pembelajar MIL akan mampu memahami penggunaan teknologi digital, alat dan jejaring komunikasi untuk mengumpulkan informasi, pengambilan keputusan, dan transformasi sosial.
Luaran kompetensi ini bagi kemampuan pendidik maupun pembelajar contohnya memahami dasar-dasar teknologi digital, alat dan jejaring komunikasi, dan penggunaannya dalam berbagai konteks, dan beragam kepentingan.
6. Menempatkan Konteks Sosial Budaya Konten dalam Informasi, Media, dan Digital
Pendidik, aktor atau pembelajar MIL akan mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan pemahaman bahwa konten dalam informasi, digital, dan media diproduksi dalam konteks sosial-budaya tertentu.
Luaran kompetensi ini antara lain memahami hubungan antara MIL dan SDGs, menggambarkan aplikasi MIL dalam berbagai isu pembangunan.
7. Mempromosikan MIL di Antara Pelajar/Warga Negara dan Mengelola Perubahan yang Diperlukan
Pendidik, aktor atau pembelajar MIL akan mampu menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah didapat dari pelatihan seputar MIL untuk mempromosikan melek media dan informasi di antara pembelajar, dan mengelola perubahan yang mungkin terjadi pada lingkungan belajarnya.
Luaran kompetensi ini, di antaranya menunjukkan kemampuan untuk membantu pelajar atau warga dalam memilih pendekatan yang paling tepat (misalnya dalam konteks pencarian informasi) untuk mengakses konten yang dibutuhkan.
*Photo by George Milton from Pexels
Sip!
Perlu.
Ketika semua informasi mengalir lancar, bahkan bahkan bisa deras seperti kali saat hujan deras, semua orang justru bisa gelagapan.
Tinggal nunggu yang berwenang mau eksekusi gak 🙂