Pencitraan dan Bullying dalam Iklan – Melék Media


Beranda  »  Artikel » Literasi Baru   »   Pencitraan dan Bullying dalam Iklan

Pencitraan dan Bullying dalam Iklan

Oleh: Melekmedia -- 5 Februari, 2010 
Tentang: , ,  –  2 Komentar

Bullying

Bullying dalam iklan telanjur dinormalisasi, dianggap biasa dan wajar. Padahal banyak iklan bisa dikategorikan sebuah proses bullying. Perundungan atau bullying tidak harus secara fisik, tetapi juga psikologis.

Banyak iklan, meski tidak semuanya, memberi tekanan yang membuat orang lain tidak nyaman. Ambillah kasus iklan operator telekomunikasi, dengan slogan “Hari gini…”. Tahu kan, iklan apaan?

Secara tidak langsung, besar sekali tekanan yang muncul bagi mereka yang tidak sanggup beli handphone, untuk akhirnya memaksakan diri untuk memilikinya.

Tekanan berasal dari lingkungan yang terpapar pencitraan dalam iklan tersebut. Mereka yang tak punya handphone bisa disindir terus-menerus hingga merasa dikucilkan.

Si pelaku bisa saja tidak sadar telah merundung orang lain. Ia menganggap perilakunya wajar lantaran gagasan bullying tersebut sering muncul dalam iklan.

Contoh lain, iklan shampoo yang konsisten “mendiskriminasikan” orang-orang berketombe. Iklan pemutih kulit, yang menggambarkan perempuan berkulit gelap tidak pernah mendapat perhatian dari laki-laki.

Demikian juga berbagai ledekan untuk mereka yang kelebihan berat badan, atau para lelaki kerempeng yang dianggap tidak “jantan”. Pencitraan berlebihan pada kesempurnaan, dampaknya negatif pada kepercayaan diri.

Apa itu bullying

Apa itu bullying? Apa kaitannya dengan iklan? Coba cek definisi bullying berikut:

Bullying adalah ketika orang berulang kali dan dengan sengaja menggunakan kata-kata atau tindakan terhadap seseorang atau sekelompok orang untuk menyebabkan kesusahan atau risiko bagi kesejahteraan mereka.

Tindakan ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pengaruh atau kekuasaan lebih terhadap orang lain, atau yang ingin membuat orang lain merasa kurang berkuasa atau tidak berdaya.

Ketika sebutan atau pelabelan yang merendahkan disampaikan terus-menerus, hal itu termasuk bullying atau perundungan. Karena iklan tayang terus-menerus, pencitraan negatif di dalamnya sah disebut perundungan.

Perundungan tidak hanya berlaku pada publik sebagai khalayak iklan. Bahkan di balik produksi iklan perundungan berdampak. “Siapa menabur angin akan menuai badai,” begitu kata pepatah.

Kasus pemecatan model Filippa Hamilton ditengarai karena tubuhnya sudah tak lagi langsing, selangsing yang diharapkan Ralph Lauren, perusahaan pembayarnya.

Pencitraan langsing yang ekstrem menyasar modelnya sendiri. Hamilton dituduh gagal memenuhi kontrak. Foto Hamilton harus direkayasa agar langsing, namun hampir tak bisa dikenali sebagai manusia normal.

Tubuh Hamilton tampak tak proporsional dengan kepala, dan bagian tubuh lainnya. Ini hanya gara-gara citra langsing itu sudah jadi “tuntutan” dalam definisi cantik versi pengiklan.

Pada kasus ini, tubuh langsingnya pun masih dianggap terlalu gendut. Mungkin ia tak mengalami bullying dalam jangka panjang, tetapi dipecat karena “gendut” bisa mengganggu psikologis korban.

Berikut adalah video wawancara Filippa Hamilton berkaitan dengan kasus tersebut.

Bullying dalam iklan

Pencitraan yang diembuskan iklan telah mendorong gagasan yang tidak proporsional, bahkan menjerumuskan khalayak jadi tidak percaya diri. Bahkan, perempuan paling sering jadi obyek seksualitas dalam iklan.

Parlemen Uni Eropa, pernah melakukan kajian terhadap dampak iklan dan pemasaran dalam laporan yang berjudul REPORT on How Marketing and Advertising Affect Equality Between Women and Men, tertanggal 29 Mei 2008:

Research shows that the norms created by gender stereotypes in advertising objectify people, in the sense that both women and men – although women have suffered more up until now – are represented as objects. Reducing a human to an object leaves the individual exposed to violence and insults.

Lebih lanjut, laporan itu juga menyatakan bahwa pesan komersial memainkan peran yang semakin dominan dalam budaya anak dan remaja. Kita tahu bahwa pengaruh ini jauh melampaui pembelian barang.

Gambaran peran gender yang disampaikan oleh iklan berdampak besar karena anak-anak dalam tahap mengembangkan nilai dan sikap mengenai peran gender, dan mencari identitas mereka sendiri.

Mereka (iklan) mengkondisikan pandangan anak-anak tentang diri mereka sendiri, lingkungan mereka, budaya mereka dan, lebih berbahaya lagi, dalam hal kekerasan.

Kondisi ini berisiko menjauhkan anak-anak dari kemandirian yang dibangun melalui kasih sayang. Anak-anak bisa terseret ke dalam kondisi ekonomi yang ketat, membeli rasa aman palsu melalui kepemilikan benda.

Anak-anak yang paling terbuka terhadap pengaruh ini adalah mereka yang paling rentan.

Cara pandang iklan — yang mendiskriminasi sekelompok masyarakat tertentu — jika sudah terlanjur diterima masyarakat bisa berdampak fatal di dunia nyata.

Dampak bullying dalam iklan

Iklan memang tidak sesederhana komunikasi biasa. Banyak strategi pendekatan di sana, termasuk pendekatan membujuk, bahkan menakut-nakuti.

Semua bentuk pendekatan itu, diam-diam memberi tekanan bagi komunikan. Tekanan itu diharapkan mengubah kepercayaan masyarakat sesuai dengan maunya pengiklan.

Hasilnya adalah para pengikut iklan “taat” pada pesan pengiklan secara sukarela, karena semuanya bisa terjadi di bawah sadar. Inilah teknik pengkondisian yang sering didayagunakan dalam iklan.

Dampak buruk bullying dalam iklan ini tidak hanya menyerang psikologis, ujungnya bisa berbentuk kekerasan fisik. Bukan hanya serangan dari pihak lain, ancaman juga bisa datang dari munculnya keinginan bunuh diri.

Banyak penelitian telah mengungkap bahwa kekerasan terhadap perempuan, pelecehan hingga pembunuhan, justru dilakukan oleh orang dekat atau yang dikenal oleh si korban.

Ini menunjukkan bujukan atau tekanan psikologis berperan dalam melemahkan posisi tawar perempuan, sehingga rentan mendapat perlakuan tidak pantas.

Selain itu, perempuan sebagai korban pelecehan justru sering disalahkan karena penampilannya dianggap “mengundang pelecehan terhadapnya”. Persis seperti yang dikesankan iklan.

Apakah Anda pernah merasa tidak nyaman gara-gara melihat iklan? Anda mungkin salah satu korban bullying iklan. Jangan biarkan perasaan itu muncul, jadilah diri Anda sendiri, lawan pikiran itu.

Anda bisa juga mempelajari lebih dalam, kenapa dan bagaimana iklan itu bisa dibuat, apa tujuan utamanya, bagaimana pendekatan dalam menyampaikan pesan, dan dampak seperti apa yang diharapkan dari khalayak.

Artinya, Anda mempersiapkan diri menjadi melek media.

*Photo by Yan Krukov from Pexels

Artikel lain sekategori:

2 Komentar untuk “Pencitraan dan Bullying dalam Iklan”

  1. rizal

    nais inpo 😀 Thanks

  2. prajnamu

    Tengkiu, gan 😀



Exit mobile version