Segelintir Film Anak di Panggung Nasional – Melék Media


Beranda  »  Artikel » Pantau Media   »   Segelintir Film Anak di Panggung Nasional

Segelintir Film Anak di Panggung Nasional

Oleh: Melekmedia -- 31 Maret, 2020 
Tentang: ,  –  Komentar Dinonaktifkan pada Segelintir Film Anak di Panggung Nasional

Petualangan Sherina (1999)

Film anak-anak adalah genre yang paling jarang muncul di tengah keramaian horor, komedi, dan drama percintaan di Indonesia. Data pun menunjukkan hal itu. Jumlah film yang aman ditonton anak, lebih tepatnya kategori “Semua Umur”, hanya segelintir.

Lokadata Beritagar.id mengolah data dari Lembaga Sensor Film (LSF). Data itu berisi film-film yang lulus sensor pada periode 1 Januari 2017 hingga 23 Maret 2018. Sepanjang kurun waktu tersebut, ada 584 film bioskop yang lulus sensor LSF, 201 film di antaranya berasal dari Indonesia.

Patut dicatat bahwa tak hanya film cerita yang masuk hitungan LSF sebagai “film bioskop”. Beberapa film dokumenter juga masuk daftar; seperti Banda The Dark Forgotten Trail. Juga dokumenter pendek seperti Kehidupan di Kaki Gunung Kumbang yang durasinya di bawah 20 menit. Pun tak semua yang lulus sensor, bakal tayang di bioskop.

Dari 201 film Indonesia, hanya 22 yang mendapat sertifikat “Semua Umur”. Memang bukan yang terkecil, sebab “21 Tahun Ke Atas” hanya diisi enam film. Kategori terbanyak adalah “13 Tahun Ke Atas” dengan 130 film.

Dari 22 film “Semua Umur”, yang benar-benar termasuk kategori film anak contohnya Si Juki The MovieNaura dan Genk Juara, dan Iqro.

Sineas lokal enggan produksi film anak

Produser Mira Lesmana dari Miles Films punya jawaban atas pertanyaan di atas: Mengapa sineas lokal masih enggan memproduksi film ramah anak. Perempuan berusia 53 itu adalah sosok yang tepat, sebab ia berpengalaman bikin film anak yang sukses.

Selain film remaja legendaris seperti Ada Apa dengan Cinta (2002), Mira juga memproduseri film anak nan fenomenal seperti Petualangan Sherina (1999) yang mampu memancing sejuta orang ke bioskop di tengah sepinya perfilman nasional saat itu.

Lalu pada 2008 mereka mengangkat Laskar Pelangi, yang juga dibesut sutradara Riri Riza menjadi film terlaris pada tahun itu dengan 4,7 juta penonton. Kini, Mira mencoba mengulang kesuksesan dua film itu dengan kembali menggaet Riri untuk bikin Kulari ke Pantai.

Untuk bikin film anak, menurut Mira, rupanya produser mendapat tantangan lebih besar dibandingkan film konvensional. Misalnya soal jadwal tayang. Untuk mendapat banyak penonton, film anak harus ditayangkan pada hari libur.

Di Indonesia, libur panjang yang dianggap tepat untuk merilis film anak hanya ada dua kali, yaitu akhir tahun dan Lebaran. Sebetulnya ada libur kenaikan kelas, tapi saat itu orangtua pada umumnya tetap bekerja sehingga hanya bisa menemani anaknya saat akhir pekan.

“Berbeda dengan di luar negeri yang punya 3 sampai 4 break yang cukup panjang,” ujar Mira saat sela-sela syuting film Kulari Ke Pantai yang berlangsung di Pacitan, Jawa Timur pada Senin (26/3/2018).

Film anak, tentunya harus dibintangi anak-anak. Mira menjelaskan bahwa ini juga tantangan tersendiri. “Kalau film dewasa rata-rata syuting 14-21 hari, produksinya. Dengan anak-anak kita harus punya waktu lebih panjang,” jelas ibu dua anak ini.

Jam kerja aktor cilik harus lebih diperhatikan, sebab pendidikan mereka juga tak bisa diabaikan. Seperti Maisha Kanna (11) dan Lil’li Latisha (12), dua aktris utama Kulari Ke Pantai. Maisha bersekolah melalui layanan konferensi video, sementara orangtua Lil’li menerapkan homeschooling pada anaknya.

“Mungkin buat produser, waktu yang harus disiapkan terlalu panjang. Jadi mereka mungkin berpikir akan lebih cepat bergulir kalau bukan film anak,” ujar Mira. Apalagi film anak lokal rupanya tergolong sulit laku di Indonesia.

Jika melongok box office lokal, memang jarang film anak yang menembus 15 besar. Menurut catatan FilmIndonesia.or.id, pada 2017 dan 2018 tak ada satupun film anak ada dalam 15 teratas. Alih-alih mampu mengulang kesuksesan Laskar Pelangi dan Petualangan Sherina.

Salah satu sebab lain adalah persaingan dengan film dari luar negeri. Jika ada 22 film ramah anak di Indonesia sepanjang periode 2017-Maret 2018, film impor ada 40. Kalau melihat persentase, sebenarnya film anak impor juga sama sedikitnya dengan lokal. 40 film hanya berkontribusi sebesar 10,4 persen dari 383 film impor yang masuk LSF.

Namun film impor itu adalah film animasi kelas berat yang mampu menyedot banyak penonton seperti The Boss BabyCars 3The Lego BatmanFerdinand, dan The Lego Ninjago Movie.

Belum lagi deretan film yang sebenarnya untuk 13 tahun ke atas, tapi ramai didatangi sekeluarga seperti Justice LeagueGuardians of the Galaxy Vol. 2Wonder Woman, hingga Star Wars: The Last Jedi.

Film anak sepi, film dewasa ditonton anak-anak

Sebetulnya apa klasifikasi agar film bisa digolongkan sebagai “Semua Umur”?

Menurut pasal 33 Peraturan Pemerintah RI nomor 18 tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film, film harus mengandung unsur pendidikan, budi pekerti, serta tidak mempertontonkan perilaku negatif yang mudah ditiru anak.

Kesimpulannya, orang tua harus bisa memilah dengan benar, mana film yang cocok untuk anak-anaknya. Sebab, anak-anak tentu belum mampu menyeleksi sendiri film yang cocok untuknya.

Namun, soal film yang tak pantas ditonton anak merupakan dilema tersendiri. Orang tua terkadang nekat membawa anak di bawah umur yang diperbolehkan untuk ditonton sesuai kriteria LSF.

“Suatu hari gue pernah ke bioskop dan ada ibu yang mengajak anaknya nonton film horor kategori 17 tahun ke atas. Padahal di situ ada film kategori segala usia,” kisah aktor Chicco Jerikho yang dilansir Merahputih.com (30/3/2018).

Pengawasan di bioskop cukup longgar, sehingga yang dialami Chicco kerap terjadi. Kesadaran masyarakat juga perlu ditingkatkan. Menurut Departemen Head of Operation Planning & Support CGV Cinemas Indonesia, Diana Abbas, masih banyak penonton yang merasa dengan beli tiket mereka bisa bebas membawa anaknya.

“Kalau untuk film dewasa ada notifikasi lagi di counter dan diminta menyiapkan identitas. Saat pembelian pun ada pengingat ulang (dari kasir, red.), seperti ‘Ibu ini film untuk dewasa ya,'” ujar Diana kepada CNN Indonesia (30/3/2018).

*Artikel ini aslinya tayang di Beritagar.id ditulis oleh Indra Rosalia pada 31 Maret 2018. | Gambar: Petualangan Sherina (1999) – Miles Films

Artikel lain sekategori:

Maaf, Anda tak bisa lagi berkomentar.



Exit mobile version