Materi kali ini menunjukkan bahwa media bukan sekadar layar televisi atau bilbor di pinggir jalan. Apa saja bisa menyampaikan pesan, tetapi publik belum tentu memaknai pesan tersebut secara seragam.
Dalam materi Bukan itu maksudku! berikut ini Anda akan:
- Membandingkan cara pandang yang bisa berbeda saat melihat pesan.
- Menyadari banyaknya isyarat visual untuk berkomunikasi.
- Mengenali makna “konteks” dan “representasi” berdasarkan contoh.
Terkadang ketika berkomunikasi, kita tahu apa yang kita maksud. Namun, orang yang kita ajak berkomunikasi belum tentu mengerti, apalagi jika kita tidak berada di ruangan yang sama. Hal ini bisa terjadi karena pengalaman orang memengaruhi cara mereka menafsirkan hal-hal seperti gambar dan/atau kata-kata.
Adakah yang pernah salah paham tentang sesuatu yang Anda katakan, lakukan, tulis, atau posting secara daring? Apakah mereka marah atau sedih, sehingga Anda harus menjelaskan bahwa Anda tidak bermaksud seperti yang mereka pikirkan?
Gambar atau postingan yang menurut Anda lucu dan tidak berbahaya dapat disalahpahami oleh orang yang tidak pernah Anda duga akan melihatnya—sekarang atau pada masa depan. Perasaan orang lain bisa terluka. Seseorang yang tidak mengerti lelucon itu bisa berpikir Anda jahat hanya karena mereka tidak mengenal Anda.
Coba perhatikan gambar berikut, hewan apa yang Anda lihat? Foto ini sudah lama tersebar sebagai “meme”1Meme ini bisa ditemukan di situs Memedroid.com (diakses pada 25 Maret 2022), dan menjadi contoh menarik tentang apa yang kita lihat, belum tentu merupakan fakta. Apalagi, ketika kita tidak memahami konteksnya.
Meme 'harimau di pagar' dan penjelasannya
Sekilas, orang akan melihat harimau dalam foto tersebut. Tetapi, tunggu dulu. Bila kita lihat lebih dekat, kita akan temukan faktanya: Foto itu adalah seekor anjing yang duduk di bawah pagar. Bayangan pagar menciptakan ilusi garis-garis di tubuhnya, sehingga tampak seolah motif belang seekor harimau.
Artinya, kita harus paham konteks sebuah peristiwa, baru bisa membuat kesimpulan yang tepat. Tanpa konteks yang tepat (bayangan pagar), kita bisa salah memahami fakta bermodalkan pengetahuan yang sebelumnya kita sudah punya (motif belang harimau).
Kita mengomunikasikan banyak pesan tanpa kita sadari. Kita memberi tahu orang-orang siapa diri kita—dan menilai siapa mereka—menggunakan isyarat lewat pakaian, gaya rambut, dan bahkan cara berjalan atau memberi isyarat dengan tangan (gestur). Ini disebut “representasi”—mengekspresikan tentang sesuatu, orang, atau kelompok tertentu menggunakan gambar, simbol, gaya, dan kata-kata.
Bayangkan bila Anda melihat gambar seseorang yang mengenakan irisan keju di atas kepala mereka?2Foto diambil dari Wikipedia, buatan Chris F – Cheeseheads in Stadium CC BY 2.0 Apa yang akan Anda pikirkan tentang orang itu?
Jika Anda tinggal di Wisconsin atau penggemar sepak bola ala Amerika, Anda akan tahu bahwa “kepala keju” adalah julukan untuk penggemar klub Green Bay Packers. Orang di foto itu menggunakan topi irisan keju untuk mewakili dukungannya terhadap Packers. Apa yang bisa terjadi bila tak memahami simbol tersebut?
Topi irisan keju di atas kepala Green Bay Packers
Bila kita, orang Indonesia yang tak familiar dengan sepak bola ala Amerika, atau Green Bay Packers, mungkin akan mengenali topi keju itu bagian dari kostum Halloween atau sekadar lucu-lucuan. Padahal, topi keju adalah simbol penggemar klub Green Bay Packers.
Inilah pentingnya memahami repsentasi. Sebagian besar dari kita tahu keju sebagai makanan, tapi keju punya makna lain bagi penggemar Green Bay Packers. Anda yang tak paham representasi keju bagi penggemar Packers, mungkin tergoda untuk mengomentari betapa anehnya orang dalam foto itu.
Bila itu dilakukan, Anda mungkin dianggap menghina penggemar Packers. Komentar Anda bisa dianggap tidak sopan, dan bisa memicu “komentar jahat” sebagai balasannya. Lalu, Anda pun ikut marah. Kita akan berakhir dengan perang komentar negatif dan perasaan masing-masing yang terluka karenanya.
Jadi, bagaimana kita memastikan orang lain mengerti apa yang kita maksud ketika kita memposting secara daring?
Setiap kali kita membuat profil daring, mengirim pesan teks, berkomentar di chat game atau forum, atau sekadar berbagi gambar, kita sedang membuat media. Pembuat media yang baik perlu mempertimbangkan apa yang akan dibuat dan bagikan dengan mengajukan pertanyaan: “Bagaimana seseorang yang berbeda dari saya akan menafsirkan pesan saya ini?”
Sebagai pembuat media, harus bisa membayangkan bagaimana orang lain akan mengartikan apa yang disampaikan. Apakah kita yakin, mereka memahami seperti yang kita mau? Mungkinkah mereka salah paham? Begitu pula sebelum berkomentar terhadap kiriman orang lain: “Apakah saya yakin saya mengerti apa yang mereka maksud? Bagaimana saya bisa tahu?”
Bila Anda tidak yakin, sebaiknya tunda dulu aksi Anda itu. Selalu ada cukup waktu untuk mencegah, tetapi tak akan tersedia waktu yang cukup untuk menyesali konsekuensinya.