
Sebuah investigasi mengejutkan dari Global Witness, lembaga pengawas nirlaba asal Inggris, mengungkap bahwa TikTok secara aktif mengarahkan pengguna remaja usia 13 tahun ke konten pornografi melalui fitur saran pencarian.
Temuan ini dipublikasikan Global Witness pada 3 Oktober 2025, menimbulkan kekhawatiran serius tentang keamanan anak-anak di platform media sosial yang memiliki lebih dari 1 miliar pengguna aktif di seluruh dunia.
Global Witness melakukan uji coba dengan membuat tujuh akun TikTok baru di Inggris yang berpura-pura menjadi pengguna berusia 13 tahun—batas usia minimum untuk membuat akun TikTok.
Para peneliti menggunakan ponsel yang telah dikembalikan ke pengaturan pabrik tanpa riwayat pencarian sebelumnya untuk memastikan hasil yang objektif.
Yang mengejutkan, peneliti juga mengaktifkan fitur “Restricted Mode” (Mode Terbatas) yang seharusnya membatasi paparan terhadap konten yang tidak nyaman, termasuk konten seksual. Namun, fitur keamanan ini ternyata tidak berfungsi efektif.
Temuan Mengkhawatirkan
Hasil investigasi menunjukkan fakta yang mengkhawatirkan:
Saran kata kunci seksual muncul secara otomatis. Pada tiga dari tujuh akun percobaan, saran pencarian yang sangat terseksualisasi muncul begitu pengguna mengklik kolom pencarian untuk pertama kalinya—bahkan sebelum mengetik apapun.
Konten pornografi mudah diakses. Ketujuh akun percobaan berhasil menemukan konten pornografi hanya dengan beberapa klik setelah membuat akun. Dalam beberapa kasus ekstrem, saran pencarian mengarah langsung ke video pornografi eksplisit yang menampilkan penetrasi seksual.
Konten ilegal disisipkan dalam video biasa. Para peneliti menemukan bahwa beberapa materi pornografi telah disisipi ke dalam video yang tampak tidak berbahaya untuk mengelabui sistem moderasi TikTok.
“Poin kami bukan hanya bahwa TikTok menampilkan konten pornografi kepada anak di bawah umur,” jelas Global Witness dalam laporannya. “Yang lebih parah, algoritma pencarian TikTok secara aktif mendorong anak di bawah umur menuju konten pornografi.”
Pelanggaran Hukum Keamanan Online
Temuan ini menjadi lebih serius karena terjadi setelah aturan perlindungan anak dari Online Safety Act (UU Keamanan Online) Inggris berlaku penuh pada 25 Juli 2025. Undang-undang ini mewajibkan perusahaan teknologi mengatur konten tertentu dan menerapkan pemeriksaan usia untuk mencegah anak-anak mengakses konten berbahaya seperti pornografi.
Mark Stephens, pengacara media, menyatakan dalam laporan Global Witness bahwa temuan ini “merupakan pelanggaran yang jelas” terhadap Online Safety Act. Undang-undang tersebut berlaku untuk platform di luar Inggris yang memiliki basis pengguna di negara tersebut.
Henry Peck, pemimpin strategi kampanye Global Witness, menyatakan, “TikTok mengklaim membuat anak-anak dan remaja aman di platformnya, namun kami menemukan bahwa beberapa saat setelah membuat akun, mereka menyajikan konten pornografi kepada anak-anak.”
Tanggapan TikTok
Ketika dikonfirmasi, juru bicara TikTok menyatakan kepada media bahwa perusahaan mereka berkomitmen menjaga keamanan pengalaman pengguna.
“Segera setelah kami mengetahui klaim ini, kami segera mengambil tindakan untuk menyelidikinya, menghapus konten yang melanggar kebijakan kami, dan meluncurkan perbaikan pada fitur saran pencarian kami,” kata juru bicara tersebut dalam pernyataan resmi.
TikTok juga menyatakan memiliki lebih dari 50 fitur dan pengaturan yang dirancang khusus untuk mendukung keamanan dan kesejahteraan remaja.
Perusahaan mengklaim menghapus 9 dari 10 video yang melanggar aturan sebelum video tersebut ditonton, dan menghapus sekitar 6 juta akun anak di bawah umur secara global setiap bulan.
Dalam laporan transparansi periode Januari hingga Maret 2025, TikTok mencatat bahwa sekitar 30% konten yang dihapus dari platform karena pelanggaran kebijakan diambil karena tema sensitif dan dewasa.
Konteks Global: Tekanan terhadap Platform Media Sosial
TikTok bukan satu-satunya platform yang menghadapi tekanan untuk lebih melindungi anak-anak secara online. YouTube, misalnya, memperkenalkan sistem pada Agustus 2025 yang menggunakan kecerdasan buatan untuk memperkirakan usia pengguna dan mengaktifkan perlindungan sesuai usia.
Instagram juga menerapkan pengaturan akun remaja yang secara otomatis membuat akun remaja menjadi privat pada tahun lalu.
Di Indonesia sendiri, TikTok pernah diblokir pada Juli 2018 karena konten negatif yang melibatkan anak-anak. Pemblokiran tersebut dicabut delapan hari kemudian setelah TikTok berjanji merekrut 20 staf untuk menyensor konten di Indonesia.
TikTok juga menghadapi gugatan yang diajukan tahun lalu yang menuduh platform tersebut berbahaya bagi kesehatan mental pengguna muda. Tekanan regulasi datang dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.
Pedoman Komunitas dan Realitas di Lapangan
Pedoman komunitas TikTok sebenarnya melarang konten yang berisi ketelanjangan, aktivitas seksual, dan layanan seksual, serta konten yang menampilkan tindakan sugestif seksual dan paparan tubuh yang signifikan yang melibatkan remaja.
Namun, kesenjangan antara kebijakan tertulis dan implementasi di lapangan menjadi kekhawatiran utama. Global Witness melakukan beberapa tes pertama sebelum aturan keamanan anak dari Online Safety Act berlaku penuh, kemudian menjalankan tes tambahan setelah tanggal tersebut—dan tetap menemukan masalah yang sama.
Apa yang Perlu Dilakukan Orang Tua?
Temuan ini menjadi pengingat penting bagi orang tua dan pendidik untuk lebih waspada terhadap penggunaan media sosial oleh anak-anak. Beberapa langkah yang dapat dilakukan:
Aktifkan Family Pairing. TikTok memiliki fitur Family Pairing yang memungkinkan orang tua menghubungkan akun mereka dengan akun anak dan mengatur berbagai pengaturan keamanan, termasuk membatasi waktu layar dan konten yang dapat dilihat.
Lakukan komunikasi terbuka. Bicarakan dengan anak tentang konten yang mereka lihat online dan risiko yang mungkin mereka hadapi.
Periksa pengaturan privasi. Pastikan akun anak diatur ke mode privat dan tinjau pengaturan keamanan secara berkala.
Pantau aktivitas online. Meskipun penting memberikan kepercayaan, pengawasan tetap diperlukan, terutama untuk anak-anak yang lebih muda.
Laporkan konten tidak pantas. Jika menemukan konten yang melanggar, segera laporkan melalui fitur pelaporan TikTok.
Meskipun platform ini telah menerapkan berbagai fitur keamanan, algoritma pencarian yang secara aktif mengarahkan anak-anak ke konten pornografi menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.
Di era digital ini, perlindungan anak di ruang online bukan hanya tanggung jawab perusahaan teknologi, tetapi juga memerlukan kolaborasi antara regulator, orang tua, pendidik, dan masyarakat luas.
Temuan ini harus menjadi peringatan bagi semua pihak untuk lebih serius dalam melindungi generasi muda dari bahaya konten berbahaya di internet.
*Photo by Solen Feyissa via Unsplash