Beranda  »  Sorotan Media   »   Berita Mutu Rendah, Engagement Tinggi

Berita Mutu Rendah, Engagement Tinggi

Oleh: Melekmedia -- 8 November, 2025 
Tentang: , ,  –  Komentar Anda?

graphical user interface

Ekosistem media sosial global kini berada dalam era fragmentasi yang nyata. Jika pada dekade sebelumnya dominasi hanya dipegang oleh segelintir raksasa, kini lanskap tersebut dihiasi dengan berbagai platform alternatif.

Mulai dari platform yang merevolusi kebijakan moderasi (seperti X) hingga yang menekankan desentralisasi (BlueSky, Mastodon) atau yang menargetkan audiens dengan ideologi tertentu (TruthSocial, Gab), setiap platform menciptakan “pulau” informasinya sendiri.

Keragaman ini menimbulkan pertanyaan krusial bagi melek media dan kesehatan demokrasi: Apakah dinamika penyebaran berita, khususnya yang bersifat partisan atau berkualitas rendah, bervariasi secara fundamental di setiap lingkungan digital ini?

Sebuah studi penting yang diterbitkan di Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) mencoba menjembatani kesenjangan pengetahuan ini. Mereka melakukan analisis ekstensif terhadap lebih dari 10 juta postingan yang berisi tautan berita di tujuh platform yang berbeda.

Penelitian ini mengungkap pola mengejutkan tentang bagaimana kualitas berita dan orientasi politik memengaruhi tingkat engagement (suka dan reshares) di seluruh spektrum media sosial.

1. Variasi Lintas Platform: Efek Gema Politik

Temuan penelitian ini dengan tegas menepis gagasan bahwa media sosial adalah entitas tunggal (monolith). Justru, ia menunjukkan adanya keterkaitan erat antara demografi pengguna platform dengan kualitas konten yang mereka konsumsi dan sebarkan.

Korelasi Politik dan Kualitas: Salah satu temuan terkuat adalah adanya hubungan terbalik yang signifikan. Platform dengan basis pengguna yang diidentifikasi lebih konservatif (seperti Gab dan TruthSocial) cenderung membagikan berita dari sumber yang kualitasnya lebih rendah secara rata-rata.

Mereka menggemakan kecenderungan individual pengguna konservatif untuk lebih sering berbagi sumber yang kurang kredibel. Sebaliknya, platform yang condong ke kiri menunjukkan kualitas berita rata-rata yang lebih tinggi.

Ini adalah indikasi bahwa segregasi politik di dunia nyata kini tercermin dalam perilaku berbagi tautan dan kualitas sumber di dunia maya.

Efek Gema Platform: Fenomena ini menjelaskan mengapa konten politik paling ramai. Hubungan antara orientasi politik dan engagement bersifat sangat heterogen dan kontekstual. Konten berita konservatif menerima engagement tertinggi di platform yang mayoritas penggunanya konservatif, sementara konten liberal mendominasi di platform liberal.

Ini adalah manifestasi dari echo chamber pada tingkat platform, di mana pengguna secara alami cenderung paling aktif terlibat dengan narasi yang selaras dengan pandangan mayoritas di lingkungan digital mereka.

Fenomena ini sekaligus menepis hipotesis adanya “keuntungan sayap kanan” yang konsisten di semua media sosial, karena engagement kini sangat bergantung pada basis pengguna platform tersebut.

2. Daya Tarik Universal Kualitas Rendah

Meskipun ada perbedaan signifikan dalam konten politik, temuan mengenai kualitas berita sangatlah konsisten dan menjadi sorotan utama studi ini:

Di ketujuh platform yang diteliti, postingan berita berkualitas rendah dari pengguna tertentu secara konsisten menerima engagement(suka dan reshares) yang lebih tinggi dibandingkan dengan postingan berita berkualitas tinggi yang dibuat oleh pengguna yang sama.

Artinya, baik di platform yang didominasi oleh pengguna kiri, kanan, atau netral, seorang pengguna individu akan cenderung menerima respons publik yang lebih besar (baik dalam bentuk likes maupun shares) ketika ia memposting tautan berita berkualitas rendah, dibandingkan saat ia memposting tautan berita berkualitas tinggi.

Pola ini menunjukkan bahwa ada daya tarik intrinsik dari konten berkualitas rendah yang melampaui preferensi ideologis.

3. Bukan Salah Algoritma

Mengapa fenomena “kualitas rendah, engagement tinggi” ini bisa terjadi secara universal? Peneliti berpendapat bahwa ini tidak dapat sepenuhnya dibebankan pada bias algoritma platform, berdasarkan dua bukti kuat:

Kontrol Variasi Pengguna (User Fixed Effects): Analisis ini menggunakan metodologi statistik yang canggih yang disebut user fixed effects. Ini secara efektif meniadakan semua variabel yang stabil pada tingkat pengguna (seperti jumlah follower, jam posting yang optimal, atau gaya penulisan caption).

Dengan membandingkan postingan buruk vs. baik yang dibuat oleh satu pengguna yang sama, hasilnya membuktikan bahwa perbedaan dalam tingkat engagement disebabkan oleh kualitas konten itu sendiri, bukan karena pengguna tersebut lebih populer.

Bukti Mastodon: Pola yang sama ditemukan kuat di Mastodon, platform yang secara desain menghindari algoritma ranking yang rumit dan umumnya menampilkan konten secara kronologis. Kehadiran pola ini di lingkungan yang relatif bebas dari algoritma manipulatif mengarahkan kesimpulan pada preferensi audiens.

Daya tarik berita berkualitas rendah didorong oleh preferensi pengguna mendasar. Konten semacam ini sangat efektif dalam memicu reaksi emosional yang kuat—melalui sensasi novelty (berita yang benar-benar baru atau mengejutkan), negativitas (berita buruk, krisis, atau konflik yang mendesak), atau moralisasi (berita yang memicu kemarahan, kebajikan moral, atau rasa tidak adil).

Emosi ini adalah mata uang utama dalam ekonomi perhatian media sosial, menjelaskan mengapa akurasi sering kali kalah dengan sensasi.

4. Agenda untuk Melek Media

Penelitian ini memberikan tantangan dan peluang baru bagi para pegiat literasi media. Fokus harus bergeser dari sekadar identifikasi berita palsu menuju pemahaman yang lebih dalam tentang psikologi pengguna.

Fokus pada Bias Kognitif: Karena pola ini bersifat universal dan didorong oleh pengguna, akar masalahnya adalah bias kognitif dan perilaku alami manusia, seperti confirmation bias dan negativity bias.

Upaya melek media harus membantu individu mengenali mengapa mereka merasa tertarik untuk berinteraksi dengan konten yang sensasional dan bagaimana emosi tersebut dimanfaatkan oleh penyebar misinformasi.

Arah Edukasi Baru: Program melek media harus lebih menekankan pada kesadaran diri dan analisis kritis terhadap motivasi diri sendiri dalam berinteraksi online.

Pertanyaan seperti: “Mengapa saya merasa harus membagikan berita ini sekarang juga, tanpa memverifikasinya?” atau “Apakah berita ini sengaja membuat saya marah?” harus menjadi bagian dari kurikulum.

Tindakan Sadar: Mendorong pengguna untuk secara sadar memilih terlibat dengan konten yang informatif dan berkualitas tinggi.

Ini berarti mengajarkan pengguna untuk mengapresiasi dan mendukung sumber-sumber berita yang mungkin terasa kurang mendebarkan, tetapi memberikan fondasi yang kuat untuk pemahaman publik.

Ini adalah upaya jangka panjang untuk menggeser mata uang perhatian dari emosi ke nilai informasi, demi menciptakan lingkungan digital yang lebih bertanggung jawab. Idealnya, ini diajarkan di sekolah sejak anak-anak mulai terpapar informasi.

Memahami bahwa kita semua rentan terhadap daya tarik konten berkualitas rendah—terlepas dari platform mana pun yang kita gunakan—adalah langkah krusial untuk menciptakan lingkungan informasi yang lebih sehat di era media sosial yang terfragmentasi.

*Photo by Shutter Speed via Unsplash

Artikel lain sekategori:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

```

Topik
Komentar
Materi Kursus