Beranda  »  Sorotan Media   »   Kepmen SAMAN Perlu Ditinjau Kembali

Kepmen SAMAN Perlu Ditinjau Kembali

Oleh: Melekmedia -- 3 November, 2025 
Tentang:  –  Komentar Anda?

person using laptop

Keputusan Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 522 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 172 Tahun 2024 telah menjadi sorotan utama, khususnya terkait mekanismenya dalam menangani konten digital.

Regulasi ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Koalisi Damai (Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia). Mereka menilai Kepmen Kominfo 522/2024 berpotensi mengancam kebebasan pers dan berekspresi di Indonesia.

Kekhawatiran utama terletak pada Pasal 96 huruf (b) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 yang menjadi dasar hukum, yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk memutus akses terhadap konten yang dianggap “meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum”.

Frasa ini dinilai terlalu subjektif dan berisiko disalahgunakan untuk membungkam kritik atau menghapus karya jurnalistik investigatif.

Koalisi Damai, pada Oktober 2025, secara tegas mendesak pemerintah untuk menunda pelaksanaan SAMAN guna memperbaiki kelemahan regulasi yang dinilai berpotensi mengancam hak-hak konstitusional.

Mereka mencatat peningkatan kasus takedown konten kritis, termasuk akun-akun yang membahas sejarah kekerasan seksual 1998 dan kritik terhadap tambang nikel, yang mereka klaim didorong oleh permintaan Kementerian Komunikasi dan Digital.

Regulasi yang ditetapkan pada 17 Oktober 2024 ini adalah petunjuk pengenaan sanksi denda administratif bagi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat User Generated Content (UGC) yang melanggar kewajiban pemutusan akses (takedown) terhadap konten ilegal.

Regulasi ini memperkenalkan Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN) sebagai instrumen penegakan sanksi. Kepmen Kominfo 522/2024 memperkuat langkah dalam membersihkan ruang digital, berfokus pada konten yang berpotensi merusak moralitas dan keselamatan publik.

Di antara konten dimaksud adalah pornografi anak dan terorisme. Berdasarkan ketentuan ini, PSE UGC (seperti platform media sosial) diwajibkan takedown konten yang melanggar dalam jangka waktu maksimal 4 jam untuk pornografi anak dan terorisme, setelah pemberitahuan.

Kegagalan mematuhi perintah takedown ini dapat berujung pada sanksi denda administratif.

Sistem SAMAN, yang rencananya diimplementasikan per Februari 2025, menerapkan tahapan sanksi berjenjang. Prosesnya dimulai dari Surat Perintah Takedown, diikuti Surat Teguran 1 (ST1). Jika masih lalau, Surat Teguran 2 (ST2) mewajibkan PSE mengajukan komitmen Pembayaran Denda.

Puncak dari ketidakpatuhan, yaitu pada Surat Teguran 3 (ST3), dapat berupa pemutusan akses atau pemblokiran platform secara total. Nilai denda dapat mencapai Rp500 juta per konten yang tidak dihapus. Contohnya pada kasus denda terhadap X Corp sebesar Rp78 juta.

AJI menuntut revisi Kepmen 522/2024 dan meminta adanya klausul pengecualian eksplisit terhadap karya jurnalistik profesional yang dilindungi oleh UU Pers. Mereka menekankan pemutusan akses terhadap konten jurnalistik harus melalui mekanisme uji etik oleh Dewan Pers terlebih dahulu.

Selain itu, tuntutan transparansi atas proses dan kriteria dalam Sistem SAMAN juga menjadi poin penting yang disuarakan oleh kelompok masyarakat sipil.

*Photo by John via Unsplash

Artikel lain sekategori:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

```

Topik
Komentar
Materi Kursus