
Ini adalah artikel kedua dari seri “Melek AI untuk Pendidik” – diadaptasi dari “Teach AI Literacy: A Guide for Teachers” oleh Prof. Judy Robertson, University of Edinburgh untuk konteks Indonesia. Claude dan Gemini digunakan untuk peringkasan, tim editor menyunting hasil akhir.
“Kami tidak ingin AI menggantikan usaha manusia. Kami menghargai upaya yang diperlukan untuk belajar,” demikian temuan penelitian dengan remaja Skotlandia tentang AI dalam pendidikan. Tentu, situasinya bisa berbeda dibandingkan dengan di Indonesia.
Ketika membicarakan AI dalam pendidikan, seringkali yang terdengar adalah suara orang dewasa – guru, orang tua, pembuat kebijakan. Padahal, anak-anak dan remaja adalah yang paling terdampak. Apa sebenarnya yang mereka pikirkan tentang AI di sekolah?
Apa Kata Anak-anak tentang AI?
Penelitian Children’s Parliament di Skotlandia
Organisasi Children’s Parliament melakukan proyek dua tahun dengan anak-anak usia sekolah dasar tentang AI. Hasilnya mengejutkan, mereka mengajukan beberapa keinginan:
- AI bisa membuat pembelajaran lebih menyenangkan
- Guru mendapat dukungan dan pelatihan tentang AI
- AI masuk kurikulum sehingga mereka bisa belajar sebelum dewasa
- Kebutuhan anak-anak dengan cara berpikir yang berbeda dipertimbangkan dalam sistem AI
Adapun yang mereka tidak inginkan:
- AI menggantikan guru yang memahami perasaan anak
- AI yang tidak memahami kebutuhan anak berkebutuhan khusus
Suara Remaja SMA: Perspektif yang Lebih Beragam
Penelitian dengan lebih dari 200 remaja dan 100 guru mengungkap pandangan yang tidak sederhana:
Sikap Positif:
- Mendukung penggunaan AI di sekolah, terutama untuk pembelajaran pribadi
- Menghargai interaksi tatap muka dengan guru
- Ingin AI mempersiapkan mereka untuk dunia kerja yang makin digital
Kekhawatiran Serius:
- Keberpihakan dan Perwakilan: GenAI bisa memperkuat stereotip dan keberpihakan yang sudah ada
- Data Pribadi: Tidak mau menukar interaksi personal dengan data pribadi mereka
- Biaya: Protes jika harus bayar mahal untuk konten AI yang akurat
- Dampak Lingkungan: Peduli dengan jejak karbon dari teknologi AI
Temuan Mengejutkan: Mereka Anti-Jalan Pintas!
Berlawanan dengan asumsi media bahwa remaja menggunakan AI untuk curang, penelitian menunjukkan: Anak-anak menghargai upaya yang diperlukan untuk belajar dan tidak ingin AI menggantikan usaha manusia.
Mereka bahkan frustrasi dengan kerumitan mendapatkan hasil yang diinginkan dari AI. Yang mereka inginkan adalah kewenangan – kemampuan membuat pilihan berdasarkan informasi tentang penggunaan AI mereka.
Hak Anak Menurut Konvensi PBB dalam Konteks AI
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Anak (UNCRC) memberikan kerangka penting untuk penggunaan AI di sekolah. Berikut hak-hak yang paling relevan:
- Hak untuk Didengar (Pasal 12)
- Yang Dimaksud: Anak-anak harus dikonsultasikan dalam keputusan tentang penggunaan AI dalam pendidikan mereka.
- Aplikasi Praktis:
- Survei rutin tentang pengalaman siswa dengan AI
- Forum diskusi siswa tentang kebijakan AI sekolah
- Melibatkan perwakilan siswa dalam pemilihan perangkat AI
- Mendengarkan kekhawatiran dan saran siswa
- Hak atas Pendidikan (Pasal 28-29)
- Yang Dimaksud: AI harus membantu anak mencapai potensi penuh mereka, bukan menghambat.
- Aplikasi Praktis:
- AI sebagai alat bantu, bukan pengganti guru
- Evaluasi dampak AI terhadap pembelajaran sebelum diterapkan
- Memastikan AI tidak memperlebar kesenjangan pendidikan
- Prioritas pada bukti penelitian tentang efektivitas AI untuk anak
- Kepentingan Terbaik Anak (Pasal 3)
- Yang Dimaksud: Keputusan tentang AI harus mengutamakan kepentingan anak, bukan kemudahan atau keuntungan komersial.
- Pertanyaan Kritis:
- Apakah perusahaan AI mengutamakan kepentingan anak atau keuntungan?
- Apakah ada bukti independen tentang manfaat AI untuk anak?
- Apakah AI mengurangi beban guru dengan tetap mengutamakan siswa?
- Kebebasan Berekspresi (Pasal 13)
- Yang Dimaksud: Anak berhak mengekspresikan diri dengan atau tanpa AI, sesuai pilihan mereka.
- Aplikasi Praktis:
- AI membantu siswa dengan kesulitan menulis mengekspresikan ide
- Hak siswa menolak penggunaan AI karena alasan berprinsip
- Beragam cara penilaian yang tidak semua bergantung pada AI
- Akses Informasi (Pasal 17)
- Yang Dimaksud: Anak berhak mendapat informasi akurat untuk perkembangan mereka.
- Tantangan dengan AI:
- AI bisa memberikan informasi yang bias atau salah
- Anak harus diajarkan cara pengecekan fakta dari AI
- Perlu keseimbangan antara AI dan sumber informasi lain
- Privasi (Pasal 16)
- Yang Dimaksud: Data pribadi anak harus dilindungi saat menggunakan AI.
- Implementasi di Sekolah:
- Pilih perangkat AI yang minim mengambil data
- Transparansi tentang bagaimana data anak digunakan
- Persetujuan yang jelas dari anak dan orang tua
- Staf yang bisa dihubungi untuk masalah privasi data
- Hak untuk Aman (Pasal 19)
- Yang Dimaksud: Anak harus terlindung dari konten yang tidak pantas dari AI.
- Langkah Perlindungan:
- Audit berkala terhadap hasil perangkat AI yang digunakan sekolah
- Kebijakan yang jelas tentang langkah jika AI menghasilkan konten tidak pantas
- Edukasi bahwa AI bukan manusia dan tidak peduli emosi manusia
- Sistem pelaporan yang mudah diakses anak
- Non-Diskriminasi (Pasal 2)
- Yang Dimaksud: AI tidak boleh diskriminatif terhadap kelompok anak manapun.
- Risiko yang Harus Diwaspadai:
- Pendekteksi AI yang bias terhadap penutur non-pribumi
- AI yang kinerjanya berbeda untuk berbagai suku/jenis kelamin
- Perangkat AI yang tidak dapat diakses untuk anak berkebutuhan khusus
- Hak Anak Penyandang Disabilitas (Pasal 23)
- Yang Dimaksud: AI bisa menjadi teknologi bantu, tapi dengan panduan guru.
- Potensi Positif:
- Mengurangi beban berpikir berlebihan
- Membantu ekspresi diri anak dengan kesulitan komunikasi
- Pembelajaran pribadi sesuai kebutuhan individu
- Perlindungan dari Eksploitasi (Pasal 32, 36)
- Yang Dimaksud: Karya anak tidak boleh digunakan oleh perusahaan AI tanpa persetujuan dan manfaat untuk anak.
- Contoh Eksploitasi:
- AI dilatih dari karya siswa tanpa izin untuk dijual kembali ke sekolah
- Data anak digunakan untuk keuntungan perusahaan tanpa manfaat jelas untuk anak
- Anak jadi “pekerja tanpa bayaran” untuk melatih sistem AI
Panduan Praktis Penerapan Hak Anak
Untuk Sekolah:
- Buat Kebijakan yang Berpusat pada Anak
- Libatkan siswa dalam pembuatan kebijakan AI
- Tinjauan berkala dengan masukan siswa
- Transparansi tentang alasan penggunaan AI tertentu
- Pilih Perangkat AI yang Beretika
- Prioritaskan perangkat yang dirancang untuk pendidikan
- Hindari perangkat yang menguangkan data anak
- Pastikan ada mekanisme memilih untuk tidak ikut serta
- Edukasi Menyeluruh
- Ajarkan cara kerja AI, bukan hanya cara pakai
- Diskusi terbuka tentang keberpihakan dan keterbatasan AI
- Keterampilan pengecekan fakta dan berpikir kritis
Untuk Guru:
- Dengarkan Siswa
- Tanyakan secara rutin tentang pengalaman AI siswa
- Buka ruang diskusi tentang kekhawatiran
- Hormati siswa yang memilih tidak menggunakan AI
- Tunjukkan Penggunaan yang Bertanggung Jawab
- Tunjukkan cara mengecek akurasi hasil AI
- Jelaskan kapan AI cocok dan tidak cocok digunakan
- Transparansi saat Anda sendiri menggunakan AI
- Perlindungan Aktif
- Pahami kebijakan perlindungan anak digital sekolah
- Tahu siapa yang dihubungi jika ada masalah
- Pantau konten tidak pantas atau keberpihakan
Tanda Bahaya: Kapan AI Bermasalah untuk Anak
Tanda Bahaya:
- Siswa lebih percaya AI daripada guru atau sumber tepercaya
- Anak frustrasi berlebihan karena AI tidak memberikan yang diinginkan
- Siswa menjadi pasif dan tidak mau berpikir sendiri
- Ada indikasi diskriminasi atau keberpihakan dalam perlakuan siswa
- Anak terpapar konten tidak pantas berulang kali
- Tekanan untuk menggunakan AI meskipun anak tidak nyaman
Tanda Sehat:
- Siswa menggunakan AI sebagai salah satu alat di antara banyak lainnya
- Anak bisa menjelaskan kenapa mereka menggunakan atau tidak menggunakan AI
- Siswa tetap ingin tahu dan aktif bertanya
- Ada peningkatan dalam pembelajaran dan ekspresi diri
- Anak merasa aman dan didukung dalam eksplorasi AI
Studi Kasus: Penerapan yang Menghormati Hak Anak
Sekolah A: Pendekatan Partisipatif
- Langkah 1: Survei siswa tentang pengalaman dan harapan terkait AI
- Langkah 2: Lokakarya bersama siswa, guru, dan orang tua tentang pedoman AI
- Langkah 3: Program percontohan dengan lingkaran umpan balik dari siswa
- Langkah 4: Evaluasi dan revisi kebijakan berdasarkan pengalaman
- Hasil: Kebijakan AI yang realistis dan diterima semua pihak yang berkepentingan
Sekolah B: Fokus pada Kesetaraan
- Identifikasi: Ada kesenjangan akses AI antara siswa dari keluarga dengan ekonomi berbeda
- Solusi: Sediakan akses yang sama ke perangkat AI di sekolah + pelatihan untuk semua
- Pemantauan: Lacak apakah AI membantu mengurangi atau memperbesar jurang pembelajaran
- Hasil: AI jadi alat penyetara, bukan alat pembeda
Kesimpulan: Memusatkan Anak dalam Era AI
Mengintegrasikan AI dalam pendidikan bukan hanya soal teknologi – ini soal nilai. Ketika kita mengutamakan hak dan suara anak, kita menciptakan lingkungan belajar yang tidak hanya canggih, tapi juga manusiawi.
Poin Penting:
- Dengarkan anak – mereka punya wawasan berharga tentang AI
- Hormati pilihan mereka – tidak semua anak harus atau mau menggunakan AI
- Jaga kepentingan terbaik anak – bukan kepentingan komersial atau kemudahan administrasi
- Edukasi menyeluruh – tidak hanya cara pakai, tapi juga pemahaman kritis
- Perlindungan aktif – dari konten tidak pantas, keberpihakan, dan eksploitasi data
Dengan menempatkan hak anak di pusat pembelajaran, kita bisa memanfaatkan potensi AI sambil memastikan teknologi ini benar-benar melayani masa depan yang lebih baik bagi generasi penerus.
Artikel selanjutnya: Dalam seri ini, kita akan membahas “Mengembangkan Berpikir Kritis di Era AI” – bagaimana mengajarkan siswa untuk menjadi konsumen informasi yang cerdas di tengah banjir konten AI.
*Photo by Husniati Salma vis Unsplash