Beranda  »  Sorotan Media   »   AI in Education 2025: Trennya Meningkat

AI in Education 2025: Trennya Meningkat

Oleh: Melekmedia -- 19 Agustus, 2025 
Tentang: ,  –  Komentar Anda?

person in red shirt wearing black and gray headphones

Microsoft Education resmi merilis laporan tahunan bertajuk AI in Education: A Microsoft Special Report 2025, yang memotret adopsi kecerdasan buatan (AI) dalam dunia pendidikan di berbagai negara. Laporan ini kelanjutan dari edisi 2024, dengan cakupan riset lebih luas dan mendalam.

Menurut dokumen tersebut, adopsi AI di sektor pendidikan menunjukkan lonjakan signifikan. Sebuah studi IDC tahun 2024 yang turut dirujuk Microsoft menyebut 86% institusi pendidikan kini sudah menggunakan generative AI.

Ini menjadikannya sektor dengan tingkat adopsi tertinggi dibanding industri lain. Survei Microsoft Education tahun ini memperlihatkan tren serupa. Semakin banyak siswa, guru, hingga pemimpin akademik mengandalkan AI dalam aktivitas belajar dan mengajar.

Laporan ini disusun melalui kolaborasi Microsoft dengan PSB Insights. Survei dilakukan secara daring pada 13 Februari–9 Maret 2025 terhadap 1.851 responden dari enam negara: Amerika Serikat, Inggris, Australia, Brasil, Jepang, dan Arab Saudi.

Responden mencakup guru, siswa (usia 16+), pemimpin akademik, serta pemimpin TI di level K–12 dan pendidikan tinggi. Dengan demikian, temuan ini merefleksikan perspektif lintas kawasan, dari negara maju hingga berkembang.

Microsoft juga menyoroti pentingnya keterampilan baru di era AI. Menyitir laporan AI and the Global Economy dari LinkedIn, “AI fluency”—bisa kita padankan sebagai Melek AI—kini disebut sebagai keterampilan paling dibutuhkan bagi tenaga kerja baru di Amerika Serikat.

Keterampilan tersebut kini bersanding dengan keterampilan manusiawi seperti kemampuan menyelesaikan konflik dan beradaptasi. Kedua jenis keterampilan ini, ketika berjalan beriringan, dinilai vital bagi siswa untuk memasuki dunia kerja masa depan.

Temuan Kunci AI in Education 2025

  • Penggunaan AI meningkat tajam: Di Amerika Serikat, 62% siswa menyatakan sering menggunakan AI untuk kebutuhan akademik, naik dari 36% pada 2024 (kenaikan 26 poin). Pada kalangan guru, angkanya mencapai 58%, naik dari 37% di tahun sebelumnya (kenaikan 21 poin). Sebaliknya, siswa yang melaporkan tidak pernah menggunakan AI turun dari 35% pada 2024 menjadi 15% di 2025.
  • Peningkatan hasil belajar: Studi di Macquarie University, Australia, menunjukkan mahasiswa yang menggunakan chatbot berbasis AI meraih nilai ujian hampir 10% lebih tinggi dibanding kelompok yang tidak menggunakan teknologi tersebut.
  • Dampak pada guru: Di Inggris dan Irlandia Utara, integrasi Microsoft 365 Copilot membantu guru memangkas waktu persiapan materi hingga tiga kali lipat, sekaligus mengurangi beban kerja administratif.
  • Kesenjangan melek AI: Meski adopsi tinggi, hanya 48% guru dan 44% siswa mengaku benar-benar memahami AI. Hal ini menyoroti perlunya pelatihan intensif untuk mengurangi gap literasi.

Laporan AI in Education 2024 mencatat bahwa mayoritas siswa saat itu masih berada di tahap eksplorasi, dengan 36% yang sering menggunakan AI. Kekhawatiran terbesar di tahun tersebut adalah potensi plagiarisme, di mana 72% guru menyebut isu ini sebagai tantangan utama.

Tahun 2025 memperlihatkan pergeseran: Angka plagiarisme masih jadi kekhawatiran, tetapi turun menjadi 59%, sementara isu privasi dan keamanan data kini menempati urutan teratas, menjadi perhatian utama bagi para pemimpin institusi pendidikan.

Menyambut AI di lingkungan Pendidikan

Mark Sparvell, Director of Marketing Education di Microsoft, menekankan AI bukan sekadar alat individu, tetapi pemantik kolaborasi di kelas.

“Saya melihat contoh hebat ketika AI digunakan bukan hanya oleh satu siswa di depan komputer, tapi oleh seluruh kelas sebagai katalis percakapan. Inilah era percakapan yang didorong AI, tetapi tetap sangat manusiawi,” ujarnya.

Senada dengan itu, Jared Spataro, Chief Marketing Officer AI at Work Microsoft, menilai integrasi AI di pendidikan akan melahirkan tenaga kerja yang lebih siap menghadapi era baru.

“Institusi pendidikan harus mulai memikirkan bagaimana menghasilkan talenta muda yang bisa memimpin tim dan berkolaborasi dengan agen AI, seolah mereka sudah memiliki pengalaman bertahun-tahun,” katanya.

Meski optimisme tinggi, laporan ini juga mencatat sejumlah kekhawatiran. Misalnya terkait isu plagiarisme dan ketergantungan, masih menjadi momok utama bagi pendidik, meski trennya menurun.

Isu orivasi dan keamanan data menjadi perhatian serius, apalagi sektor pendidikan tercatat sebagai salah satu target serangan siber terbesar pada 2024 menurut laporan Microsoft Digital Defense. Isu lainnya adalah ketidakmerataan akses dan keterbatasan pelatihan.

Microsoft menegaskan bahwa AI bukan hanya penghemat waktu, tetapi juga katalis bagi lahirnya cara baru belajar, bekerja, dan berkolaborasi di ruang pendidikan. Dengan catatan, adopsi AI harus disertai strategi literasi, kebijakan etis, serta investasi keamanan yang memadai.

*Photo by Compare Fibre via Unsplash

Artikel lain sekategori:

Komentar Anda?


Topik
Komentar
Materi Kursus