Beranda  »  Sorotan Media   »   UNESCO: Literasi 2025 Tak Sekadar Calistung

UNESCO: Literasi 2025 Tak Sekadar Calistung

Oleh: Melekmedia -- 9 September, 2025 
Tentang: ,  –  Komentar Anda?

Literasi 2025 UNESCO

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) meluncurkan konsep baru tentang literasi dalam perayaan Hari Literasi Internasional 2025 dengan tema “Promoting Literacy in the Digital Era”.

UNESCO telah mengadopsi tema kekinian tentang “literasi”, menekankan bahwa literasi 2025 sudah jauh melampaui kemampuan membaca dan menulis tradisional. Tema calistung—baca, tulis, hitung—sudah ketinggalan zaman, meski problemnya di Indonesia masih membayangi.

Menurut dokumen UNESCO, literasi kini berperan ganda dalam era digitalisasi. “Literacy, on one hand, is a basis for digital skills and inclusive digital transition. It is essential for accessing and managing the exponential growth of information,” jelas dokumen tersebut.

[Literasi, di satu sisi, merupakan dasar untuk keterampilan digital dan transisi digital yang inklusif. Hal ini penting untuk mengakses dan mengelola pertumbuhan eksponensial informasi.]

Definisi literasi telah mengalami ekspansi. Di era yang terhubung saat ini, literasi mencakup kemampuan “mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, mengevaluasi, menciptakan, memverifikasi, berkomunikasi, dan menghitung, menggunakan material digital maupun tertulis dan cetak.”

Kami menggunakan kata “melek“, karena “literasi” di Indonesia terlalu dekat dengan pemaknaan tradisional “calistung”. Fenomena itu terlihat jelas bila Anda menengok publikasi Kemdikdasmen, terkait peringatan Hari Literasi Internasional, 8 September silam.

Kesenjangan Digital Masih Mengkhawatirkan

Meski kemajuan teknologi pesat – dengan hampir tujuh dari sepuluh orang di dunia (68%) menggunakan internet – kesenjangan literasi masih menjadi tantangan besar. Data UNESCO menunjukkan bahwa satu dari sepuluh remaja dan dewasa (739 juta orang) masih kekurangan keterampilan literasi dasar.

UNESCO mengungkap: “93% dari populasi di negara dengan pendapatan tinggi telah menggunakan internet, sementara hanya 27% di negara pengapatan rendah, alias negara miskin pada 2024. Bahkan, kurang dari setengah SD di dunia yang punya akses internet untuk pendidikan.

UNESCO pun menekankan konsep revolusioner tentang literasi yang berakar dari pemikiran Paulo Freire. Organisasi ini mendorong pendekatan yang memungkinkan orang untuk “tidak sekadar membaca ‘tulisan’ tetapi mampu membaca ‘dunia’ tempat mereka menjadi agen perubahan.”

Pendekatan ini mengakui bahwa literasi bukan sekadar keterampilan teknis, melainkan alat pemberdayaan untuk membangun “inklusif, adil, masyarakat melek digital yang berkelanjutan, dan memperbarui pendidikan sesuai kondisi kekinian.”

Tantangan Era AI dan Misinformasi

Dalam lanskap digital yang berkembang pesat, tantangan baru bermunculan. Hanya 9% remaja berusia 15 tahun di negara-negara OECD yang dapat membedakan ‘fakta’ dari ‘opini’ dalam teks digital, mengindikasikan kerentanan terhadap misinformasi dan disinformasi.

UNESCO juga memperingatkan risiko “bias algoritma, merusak aspek manusiawi dan sosial dalam mengajar dan belajar, serta implikasi kesehatan mental dan efek negatif terhadap kognitif dari ketergantungan berlebihan pada perangkat digital”.

UNESCO mengidentifikasi lima area penting untuk pengembangan literasi di era digital:

1. Sentralitas Literasi di Era Digital

Literasi kini menjadi fondasi utama dalam dunia yang terhubung digital. UNESCO menekankan bahwa literasi “merupakan dasar dan terintegrasi dengan pengetahuan dan keterampilan yang lebih luas yang diperlukan untuk mengatasi isu-isu yang beragam seperti kesehatan, perubahan iklim, kewarganegaraan dan pekerjaan.”

Sebagai kontinuum kemahiran yang berubah sepanjang hidup, literasi memainkan peran sentral dalam berpikir kritis dan “menavigasi lingkungan yang makin kompleks.” Di era digital, literasi menjadi esensial untuk “terlibat secara aman dan bertanggung jawab dengan alat-alat dan konten digital” serta “memfasilitasi keseimbangan hubungan dan eksistensi antara manusia-mesin.”

2. Memanfaatkan Teknologi Digital untuk Mempromosikan Literasi

Area ini berfokus pada implementasi praktis teknologi dalam pendidikan literasi. UNESCO menekankan bahwa mempromosikan literasi sebagai bagian dari hak pendidikan memerlukan jaminan bahwa “setiap orang harus memiliki akses terhadap peluang meningkatkan literasi sepanjang hayat yang bermakna, tanpa diskriminasi.”

Strategi konkret terkait hal ini mencakup:

  • Mengintegrasikan literasi ke dalam kebijakan nasional untuk pembelajaran sepanjang hayat yang didukung teknologi
  • Penyediaan literasi di berbagai ruang pembelajaran formal, non-formal, dan informal
  • Meningkatkan kapasitas pendidik literasi dan profesional lainnya
  • Monitoring dan evaluasi berkelanjutan terhadap literasi dan penggunaan solusi digital

3. Mempertimbangkan Konteks Pembelajar untuk Tidak Meninggalkan Siapa Pun

Transformasi digital harus inklusif dan tidak meninggalkan siapa pun. UNESCO menegaskan bahwa praktik literasi yang inovatif dan efektif memerlukan “relevansi dan pengakuan terhadap keberagaman tingkat literasi, kebijakan, program, dan dalam praktik belajar mengajar.”

Teknologi digital menjadi efektif ketika:

  • Digunakan dengan hati-hati dan berbasis lokal serta konteks-spesifik
  • Mendorong pendekatan partisipatif dan menghargai suara serta agensi pembelajar
  • Mempertimbangkan profil, kebutuhan, aspirasi, budaya, dan sistem pengetahuan pembelajar
  • Berkolaborasi dalam menciptakan pengetahuan dan solusi baru

Teknologi digital sebaiknya memfasilitasi penggunaan bahasa lokal, membantu pengembangan konten yang relevan dengan pengetahuan, budaya, dan konteks pembelajar.

4. Memanfaatkan Kekuatan Literasi untuk Masyarakat yang Berkelanjutan, Adil, dan Damai

Area ini menekankan literasi sebagai alat transformasi sosial. UNESCO mengadopsi konsep Paulo Freire bahwa literasi yang diperoleh melalui pedagogi kritis memungkinkan orang untuk “tidak sekadar membaca ‘tulisan’ tetapi mampu membaca ‘dunia’ tempat mereka menjadi agen perubahan.”

Platform digital memperluas akses pada pembelajaran dialogis, menciptakan kemungkinan baru untuk “keterhubungan, kolaborasi bermakna, dan keterlibatan inklusif dalam proses pembelajaran sepanjang hayat.” Teknologi juga memfasilitasi pendekatan berbasis bahasa ibu dan/atau multibahasa yang berkontribusi pada pelestarian “kebahasaan, budaya, dan keberagaman epistemik.”

5. Bersama Menciptakan Masyarakat Digital yang Inklusif dan Literat melalui Ekosistem Pembelajaran Sepanjang Hayat yang Ditingkatkan

Area terakhir berfokus pada sistem yang menyeluruh. Ekosistem pembelajaran sepanjang hayat yang ditingkatkan memfasilitasi promosi literasi melalui jalur formal, non-formal, dan informal, bersandar pada lingkungan yang mengadopsi pemahaman multibahasa.

Ekosistem tersebut memerlukan:

  • Tata kelola yang inklusif, adil, dan demokratis
  • Sistem, institusi, struktur, dan proses yang memadai
  • Keterlibatan dan representasi yang memadai dari stakeholder seperti organisasi masyarakat sipil, pendidik, pembelajar, komunitas, peneliti, dan sektor swasta

UNESCO menekankan perlunya perhatian lebih besar pada “alokasi sumber daya publik yang berkeadilan dan pro-kaum miskin serta pengawasan publik untuk melindungi prinsip-prinsip hak asasi manusia, privasi, nilai dan tata kelola demokratis serta keberagaman epistemik.”

Seruan untuk Aksi Global

Perayaan ILD 2025 di markas UNESCO Paris bertujuan untuk “mendorong dialog dan kemitraan multi-stakeholder dalam mendukung upaya literasi yang ditingkatkan” dan mengidentifikasi strategi efektif untuk mengembangkan literasi dan keterampilan digital.

UNESCO menegaskan pentingnya pendekatan berbasis hak dan berpusat pada manusia yang mengutamakan kesetaraan, non-diskriminasi, dan keberagaman epistemik dalam setiap inisiatif literasi digital.

Dengan 272 juta anak dan remaja masih putus sekolah pada 2023, seruan UNESCO untuk meredefinisi literasi menjadi semakin mendesak—bukan sekadar soal calistung, tetapi sebagai kekuatan untuk “membaca dunia” dan mengubahnya menjadi lebih adil dan berkelanjutan.


Melekmedia.org merupakan bagian dari UNESCO Media and Information Literacy Alliance. Info lebih lanjut tentang ILD 2025, kunjungi halaman web International Literacy Day 2025 UNESCO atau hubungi [email protected]

*Gambar tangkapan layar poster peringatan ILD 2025 UNESCO

Artikel lain sekategori:

Komentar Anda?


Topik
Komentar
Materi Kursus