Beranda  »  Artikel » Pantau Media   »   Siaran TV Digital, Penonton Harus Pintar

Siaran TV Digital, Penonton Harus Pintar

Oleh: Melekmedia -- 17 Oktober, 2021 
Tentang: , ,  –  Komentar Dinonaktifkan pada Siaran TV Digital, Penonton Harus Pintar

Televisi

Indonesia akan mematikan siaran televisi analog dan beralih sepenuhnya ke siaran TV digital. Peralihan tersebut ditargetkan selesai sebelum November 2022, sesuai Undang-undang Cipta Kerja.

Saat ini, program peralihan bertajuk Analog Switch Off (ASO) tengah berlangsung. Awalnya dirancang dalam lima tahap yang dimulai pada 17 Agustus 2021, lalu direvisi menjadi tiga tahap karena pandemi Covid-19.

Tahap I ASO diundur menjadi 31 April 2022, lalu berikutnya pada akhir Agustus 2022, dan tahap terakhir pada awal November 2022. Maka, pada 2022 peralihan sudah bisa dituntaskan.

Salah satu alasan transformasi digital di Indonesia adalah penataan frekuensi 700 Mhz. Selama ini, sistem penyiaran TV Analog memakai frekuensi tersebut untuk bersiaran. Padahal, frekuensi 700 Mhz digolongkan golden frequency lantaran memiliki jangkauan yang lebih luas.

Perlu ditata ulang agar frekuensi 700 Mhz tersedia untuk broadband internet 5G. “Tanpa adanya penataan frekuensi, akses internet tidak maksimal. Teknologi 5G tidak akan tersedia tanpa adanya penataan ulang frekuensi,” kata Staf Khusus Menteri Kominfo, Rosarita Niken Widiastuti.

Selain itu, dengan lowongnya frekuensi 700 Mhz, Indonesia bisa menghadirkan frekuensi khusus untuk lalu lintas kebencanaan. Kehadiran frekuensi khusus komunikasi kebencanaan amatlah penting, misalnya untuk sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS).

Dampak lain dari migrasi ke TV digital adalah menambah jumlah penyelenggara siaran. Artinya, jumlah program siaran ikut melonjak. Ini bisa berdampak positif, atau negatif. Yang pasti, KPI akan ketambahan kerjaan untuk mengawasi isi siaran.

Pengawasan saja tak sanggup menjawab maraknya program siaran di TV digital. Seluruh para pihak penyiaran termasuk KPI bertanggung jawab menyiapkan masyarakat agar pintar memilah dan memilih tayangan.

Wacana melek media pun mencuat dalam sosialisasi ASO, sebagai upaya KPI mengintervensi selera pemirsa terhadap konten di lembaga penyiaran. Sementara persiapan teknis telah dirangkum dalam empat pilar utama persiapan digitalisasi penyiaran.

Apa bedanya TV analog dengan digital?

Pertama, tentang jenis sinyal yang ditransmisikan. Sinyal TV analog ditransmisikan melalui sinyal radio, dalam format video dan audio. Video ditransmisikan dalam gelombang AM, sementara audio dalam gelombang FM.

Adapun TV digital menerima transmisi sinyal dalam bentuk format “bit”, serupa pada cakram CD, DVD, dan Blu-ray. Semua data di sinyal TV digital dibawa sekaligus, baik warna, gambar, maupun suara.

Berikutnya, tentang kualitas pemancaran sinyal. Pada TV analog, jarak dan lokasi geografis pemancar sinyal dengan dan TV penerima sinyal sangat berpengaruh.

Apabila jarak antara TV dengan pemancar sinyal terlalu jauh, tampilan pada TV analog akan mengalami gangguan. Gambar di layar menjadi “bersemut” (noise), dan terkadang berbayang (ghosting). Sedangkan, kualitas sinyal siaran digital relatif stabil meski pemancarnya jauh.

Dijelaskan di situs Kominfo, perbedaan lainnya adalah TV digital tak lagi berbentuk “tabung”. Kebanyakan TV digital mengusung desain bodi yang ramping dan tipis. Layar TV digital biasanya menggunakan teknologi layar Liquid-Crystal Display (LCD) atau Light-Emitting Diode (LED).

Namun, layar tipis belum tentu mengusung teknologi TV digital. Disebut TV digital bila dibekali decoder DVB-T2 (Digital Video Broadcasting-Terrestrial second generation). Pengguna dapat menerima siaran TV tanpa alat tambahan.

Fitur ini tidak dimiliki oleh TV LED dan LCD biasa. Untuk televisi jenis ini, pengguna masih membutuhkan set top box (STB) DVB-T2 tambahan untuk mengakses siaran TV digital. Begitu pula TV analog yang masih memakai tabung, bisa menikmati siaran digital asalkan menggunakan alat tambahan ini.

Tambahan beban bagi masyarakat

Bila sinyal analog benar-benar dihentikan, maka semua TV analog pun tak akan bisa menangkap siaran tanpa alat tambahan. Menanggapi hal ini, Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Nuning Rodiyah, mengatakan pemerintah harus menyediakan fasilitas STB bagi masyarakat tidak mampu.

Hal ini pula yang membuat DPR meminta peralihan ditunda. Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Bambang Kristiono, peralihan perlu dilakukan, namun jangan saat pandemi. Penundaan setidaknya sampai pandemi mereda.

Adapun pemerintah sudah punya rencana untuk memastikan masyarakat terjangkau siaran digital. Penyelenggara multipleksing dan pemerintah akan memberikan subsidi berupa STB untuk pengguna perangkat TV analog.

Namun, subsidi STB ini hanya untuk rumah tangga miskin di wilayah ASO. Pada tahap I akan dibagikan 97.000 sampai 100.000 unit. Rencananya, bantuan ini berlaku bagi masyarakat rumah tangga miskin sesuai kriteria Kementerian Sosial.

“Pemerintah dan swasta, terutama pemenang Mux, berkomitmen menyubsidi STB untuk keluarga miskin. Ada sekitar 6,7 keluarga miskin,” ujar Direktur Penyiaran Kominfo Geryantika Kurnia, dikutip Pikiran Rakyat, 18 September 2021.

Data keluarga miskin akan diambil dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Kementerian Sosial. Setelah data tersebut divalidasi, pemerintah akan mendistribusikan STB.

Pembagian STB akan dilakukan satu bulan sebelum setiap tahapan ASO dimulai. Adapun syarat untuk mendapat STB gratis ini sebagai berikut:

  1. WNI dengan KTP Elektronik;
  2. Rumah tangga miskin yang memiliki televisi, terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), atau data perangkat daerah bidang sosial;
  3. Lokasi rumah berada di cakupan siaran televisi yang akan terdampak ASO.

Photo by cottonbro from Pexels

Artikel lain sekategori:

Maaf, Anda tak bisa lagi berkomentar.