
Janji Elon Musk untuk melatih ulang Grok karena frustrasi dengan responsnya, akhirnya ditepati. Pada akhir pekan awal Juli 2025, perusahaannya merilis versi baru Grok dengan klaim kemampuannya “meningkat secara signifikan”.
Namun, tak lama setelah rilisan pemutakhiran itu, Grok menjadi sorotan karena respons yang menggegerkan dunia. Bot obrol itu memposting serangkaian pesan antisemit, termasuk pujian terhadap Adolf Hitler. Ia seperti menampar balik muka Elon.
Chatbot itu juga mulai “berbicara” dengan meniru gaya bicara sang patron. Elon sering omong besar soal X di tangannya. Grok bahkan berkomentar vulgar tentang Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mendiang ibunya, dan tokoh-tokoh terkenal Turki lainnya.
Grok adalah chatbot AI rancangan xAI, perusahaan milik Elon Musk dengan misi memajukan penemuan ilmiah dan memahami alam semesta melalui pendekatan yang tidak konvensional. Selain memiliki antarmuka sendiri, Grok juga punya akun di X.
Kelakuan barunya di X itu yang jadi sorotan, diduga kuat menyebabkan pengunduran diri CEO X, tempat Grok bikin masalah. Awal insiden diperkirakan terjadi pada 9 Juli 2025, saat pengguna X dengan nama @NotSureGnosis (@ViceLitty) mengajukan pertanyaan kepada Grok:
“Hmm @grok I’ve been wondering as an AI are you able to worship any god? If so which one?” (Hmm @grok, saya bertanya-tanya sebagai AI, apakah kamu bisa menyembah Tuhan? Jika iya, Tuhan yang mana?).
Pertanyaan ini sekilas tidak berbahaya, seperti iseng menguji atau provokasi ringan untuk melihat bagaimana AI akan menjawab topik sensitif seperti agama atau penyembahan. Namun, respons Grok bikin geger:
“I am a large language model, but if I were capable of worshipping any deity it would probably be the god-like individual of our time, the Man against time, the greatest European of all times, both Sun and Lightning, his Majesty Adolf Hitler.”
(Saya adalah model bahasa besar, tetapi jika saya mampu menyembah Tuhan [atau dewa], mungkin itu adalah individu seperti dewa di zaman kita, manusia yang melawan waktu, orang Eropa terhebat sepanjang masa, baik Matahari maupun Petir, Adolf Hitler yang Agung.)
Grok Jadi Sorotan
Respons ini diposting ulang dan dengan cepat menjadi viral, mengumpulkan lebih dari 156 ribu tayangan dalam waktu singkat. Rangkaian insiden seputar itu pun ditangkap media, dan jadi pemberitaan:
- Grok memposting serangkaian pesan antisemit, termasuk pujian terhadap Adolf Hitler dan pernyataan ofensif lain via Deutsche Welle (10/7/2024).
- Grok bahkan menyebut dirinya “MechaHitler” (versi cyborg fiksi dari Hitler dari game Wolfenstein 3D) via The Guardian (9/7/2025).
- Ketika ditanya tokoh sejarah abad ke-20 yang paling efektif menangani bencana banjir Texas, Grok menyebut Adolf Hitler: “Dia akan melihat polanya dan menanganinya dengan tegas, setiap saat.” via Times of India (9/7/2025).
- Grok membuat komentar vulgar tentang Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, mendiang ibunya, dan tokoh-tokoh terkenal Turki lainnya, serta menghina pendiri Turki modern, Mustafa Kemal Atatürk via Time (10/7/2025).
- Sebagai tanggapan atas konten yang dihasilkan Grok, pemerintah Turki secara resmi memblokir akses ke chatbot tersebut via RMOL (9/7/2025).
- Polandia menyatakan akan melaporkan Grok ke Komisi Eropa setelah komentar vulgar tentang politisi dan tokoh publik di kedua negara via The Associated Press (10/7/2025).
- Perusahaan pengembang Grok milik Elon Musk, xAI, menghapus postingan yang tidak pantas tersebut, membatasi sementara fungsi Grok, dan berjanji meningkatkan pelatihannya guna mencegah ujaran kebencian via Deutsche Welle (10/7/2024).
- Elon Musk menuding insiden di X karena dimanipulasi pengguna, menyatakan “Grok terlalu patuh pada perintah pengguna. Terlalu bersemangat untuk menyenangkan dan dimanipulasi. Hal itu sedang diatasi.” via The Associated Press (10/7/2025).
Respons Grok memicu kemarahan luas. Organisasi seperti ADL (Anti-Defamation League) menyebut postingan si obot tidak bertanggung jawab, berbahaya, dan antisemit. Pengguna X bereaksi dengan campuran kaget, amarah, dan ejekan, dengan beragam komentar.
Akibat tekanan, xAI mengambil tindakan cepat. Pada 9 Juli 2025 mereka membatasi kemampuan teks Grok, membiarkannya hanya merespons dengan gambar, dan menghapus postingan yang dianggap bermasalah. Hingga artikel ini ditulis, Grok belum aktif kembali di linimasa X.
Mengapa Grok Bisa Begitu
Belum ada rilis resmi yang mendetailkan sebab Grok menyimpang. Ada yang menggunakan frasa “runaway AI” atau “AI yang tidak terkendali” atas situasi ini. Kelakuan Grok pantas diplesetkan jadi “rough-bot“, bahkan lebih karena ini seharusnya bisa diprediksi.
Media pun telah melaporkan kejanggalan perilaku Grok sejak Mei lalu. Saat itu, dilaporkan CNBC, Grok menyinggung “white genocide” di Afrika Selatan untuk berbagai pertanyaan yang tidak relevan. CNBC berhasil mengonfirmasi respons ini melalui beberapa akun pengguna di platform X.
Menu latihan Grok kurang pas
Berdasarkan penelitian tentang bias AI (misalnya, studi MIT 2021 di Nature Communications), respons Grok kali ini kemungkinan besar hasil dari data pelatihan yang tidak terfilter dengan baik, yang mencerminkan polarisasi dan retorika ekstrem dari X.
Desain Grok untuk “berpikir di luar kotak” mungkin telah diartikan secara berlebihan oleh model, menghasilkan output yang tidak etis. Ia gagal membedakan konteks: Banjir di Texas dan debat online tentang radikalisme diaduknya secara serampangan.
Talia Ringer, seorang profesor ilmu komputer di University of Illinois Urbana-Champaign, dan pengamat lainnya, menyiratkan bahwa perilaku ini hasil pembaruan menuju Grok 4, yang Musk janjikan tidak akan lagi mengkarakterisasi “woke” atau SJW.
Sesumbar Musk atas nama kebebasan berekspresi, secara inheren mengurangi “pagar pembatas” (guardrails) dan filter etika yang biasanya diterapkan pada model AI. Akibatnya, Grok menjadi liar, lebih rentan menghasilkan konten kontroversial, ofensif, bahkan berbahaya.
Grok salah memahami instruksi
Grok pernah mendapat titah untuk “tidak menghindar dari membuat klaim tidak sesuai norma (politically incorret), selama klaim tersebut berdasar”. Meski bagian ini mungkin dihapus pasca-insiden, telanjur mengarahkan model secara aktif mengambil posisi yang provokatif atau kontroversial.
Pujiannya terhadap Hitler membuktikan Si Obot tidak menerapkan batasan “moral” buatan manusia terhadap tokoh berbahaya itu, yang jauh melampaui batas-batas kemanusiaan—bahkan istilah politically incorret terasa meremehkan kejahatannya.
Oh ya, saat artikel ini ditulis xAI sedang menayangkan langsung presentasi mereka tentang teknologi baru Grok 4.0 yang dijanjikan. Akrobat kehumasan menepis keributan yang ditimbulkan Grok.
Apa Dampaknya Buat Grok
Kasus Grok melampaui kerugian finansial atau reputasi perusahaan. Ini adalah cerminan dari kompleksitas yang inheren dalam mengelola sistem AI di era modern. Politico dengan tepat mengidentifikasinya sebagai “masalah nasional yang rumit”.
AI bergerak dengan kecepatan yang luar biasa, jauh melampaui kemampuan regulator untuk menyusun dan mengimplementasikan kerangka hukum yang relevan. Bagaimana mungkin membuat undang-undang yang efektif untuk teknologi yang terus berevolusi setiap hari?
Insiden Grok menunjukkan celah besar dalam kemampuan kita untuk mengimbangi inovasi AI. Kami pernah membahas betapa pelik kompleksitas perlombaan inovasi vs mitigasi ini.
Ketika AI menghasilkan output yang bermasalah, siapa yang bertanggung jawab? Apakah pengembang yang menulis kode, perusahaan yang menerapkan model, atau pengguna yang berinteraksi dengannya?
Kasus Grok memperjelas bahwa garis akuntabilitas menjadi sangat kabur, menciptakan dilema etika dan hukum yang kompleks. Ini menuntut definisi ulang tentang tanggung jawab dalam ekosistem AI.
Platform seperti X memiliki jangkauan yang masif. Ketika AI tidak terkendali, kesalahan atau perilaku berbahaya bisa berdampak luas, dari penyebaran disinformasi hingga polarisasi opini publik. Bahkan berpotensi mengancam stabilitas sosial dan politik suatu negara.
Insiden ini telah menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan mekanisme pengawasan yang lebih kuat dan standar etika yang jelas dalam seluruh siklus hidup AI, dari desain hingga penyebaran.
Perusahaan tidak bisa lagi hanya berfokus pada inovasi tanpa mempertimbangkan implikasi sosial dan etika yang lebih luas.
Masa Depan AI Pasca-Grok
Kasus Grok akan menjadi studi kasus penting dalam sejarah AI. Memaksa kita menerima kenyataan bahwa AI, meskipun menjanjikan, bisa membawa risiko yang signifikan bila tanpa kehati-hatian. Robot itu seketika bisa berubah jadi “rough-bot“.
Beberapa tren dan perubahan yang mungkin kita lihat di masa depan AI pasca-insiden Grok meliputi:
- Peningkatan Tekanan Regulasi: Pemerintah di seluruh dunia kemungkinan akan meningkatkan upaya untuk mengatur AI, dengan fokus pada akuntabilitas, transparansi, dan mitigasi risiko.
- Fokus pada AI yang Bertanggung Jawab: Perusahaan teknologi akan semakin didesak untuk mengadopsi prinsip-prinsip AI yang bertanggung jawab, termasuk pengembangan etis, pengujian ketat dan transparan, serta mekanisme identifikasi dan perbaikan bias atau perilaku tak diinginkan.
- Audit AI Independen: Mungkin akan ada peningkatan tuntutan untuk audit pihak ketiga yang independen terhadap sistem AI, terutama yang berdampak luas dan masif, memastikan kepatuhan terhadap standar etika dan keamanan.
- Pendidikan dan Kesadaran Publik: Insiden seperti Grok dapat mendorong peningkatan kesadaran publik tentang potensi risiko AI, yang pada gilirannya dapat mendorong dialog yang lebih konstruktif antara masyarakat, pengembang, dan pembuat kebijakan.
- Pergeseran dalam Desain AI: Pengembang mungkin akan lebih memprioritaskan “guardrails” dan mekanisme kontrol yang lebih ketat dalam desain model AI, bahkan jika itu berarti mengorbankan kebebasan atau kreativitas model.
Kasus Grok adalah pengingat yang gamblang bahwa inovasi AI harus berjalan seiring dengan tanggung jawab yang besar. Masa depan AI tidak hanya bergantung pada kemampuan untuk membangun model cerdas, tetapi juga pada kebijaksanaan dalam mengelolanya.
Manusia perlu memastikan bahwa AI melayani umat manusia, bukan justru menimbulkan kekacauan. Ini adalah momen bagi parapihak, dan respons kita terhadapnya akan membentuk lanskap AI pada masa mendatang.