Beranda  »  Sorotan Media   »   Dunia Terancam Misinformasi dan Disinformasi

Dunia Terancam Misinformasi dan Disinformasi

Oleh: Melekmedia -- 5 Juli, 2025 
Tentang: ,  –  Komentar Anda?

UN Global RIsk Report

Sebuah laporan terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyoroti misinformasi dan disinformasi sebagai salah satu risiko global paling mendesak yang dihadapi dunia saat ini. Sialnya, masyarakat internasional dinilai belum siap untuk menghadapi ancaman ini.

Laporan Risiko Global PBB 2024 menegaskan fenomena ini lebih dari sekadar gangguan; ia merupakan ancaman serius yang berpotensi memperburuk ketegangan geopolitik, memecah belah masyarakat, dan secara signifikan menghambat respons terhadap berbagai krisis global.

Tema ini mengingatkan pada dua film layar lebar—meski terpisah waktu dan kemajuan teknologi—menggambarkan bahaya misinformasi dan disinformasi: “Tomorrow Never Dies” dan “Mission: Impossible”.

“Tomorrow Never Dies” (1997) menunjukkan bagaimana disinformasi menjadi alat untuk memicu kekacauan geopolitik dan ekonomi melalui manipulasi persepsi. Seorang maestro media global, menggunakan kekuatan informasi untuk mencapai tujuannya.

Sementara itu, “Mission: Impossible – The Final Reckoning” (2023-2025) menyajikan skenario lebih mengerikan, saat AI jadi aktor utama disinformasi berskala global, mengikis fondasi kebenaran dan kepercayaan.

Dalam laporan PBB, misinformasi didefinisikan sebagai informasi yang salah atau menyesatkan yang disebarkan tanpa adanya niat jahat. Sebaliknya, disinformasi mengacu pada informasi palsu yang disengaja, disebarkan dengan tujuan merugikan atau memanipulasi persepsi publik.

Kedua bentuk pengecohan ini oleh PBB dikategorikan sebagai risiko politik dan dianggap sebagai salah satu dari sebelas “Kerentanan Global” yang paling tidak siap ditangani oleh institusi multilateral.

Hasil survei menunjukkan lebih dari 80 persen responden mengidentifikasi misinformasi dan disinformasi kini telah menjadi risiko global. Sayangnya, di dunia nyata kita tidak punya James Bond atau Ethan Hunt, dkk.

Dampak Luas dan Contoh Konkret

Laporan yang dirilis Juni 2025 ini menggarisbawahi bahwa misinformasi dan disinformasi memiliki dampak yang luas dan saling terkait, merambah ke berbagai aspek kehidupan.

Fenomena ini memiliki kapasitas untuk memicu perselisihan sosial yang mendalam, sebagaimana tercermin dari hubungannya yang erat dengan “keruntuhan kohesi sosial” dan “erosi kedaulatan negara.”

Kekhawatiran terhadap risiko ini bahkan lebih tinggi di beberapa wilayah seperti Eropa, Amerika Utara, Amerika Latin dan Karibia, serta Afrika Sub-Sahara, menunjukkan variasi persepsi global terhadap ancaman ini.

Sebagai ilustrasi konkret, laporan tersebut menyoroti bagaimana kampanye disinformasi yang meyakinkan dan berkelanjutan dapat dengan cepat menyebar dan mempercepat disintegrasi struktur kerja sama internasional yang sudah melemah.

Bayangkan sebuah video palsu yang menggambarkan suatu negara sedang bersiap untuk berperang melawan sekutunya; konten semacam itu, jika tidak ditangani, dapat memicu kekacauan dan ketidakpercayaan.

Ini menunjukkan “polusi lingkungan informasi” telah menciptakan ruang subur bagi kampanye disinformasi lebih lanjut, termasuk yang spesifik berfokus pada masalah-masalah sosial seperti kesehatan masyarakat, migrasi, dan kohesi sosial.

screenshot
Tangkapan layar “UN Global Risk Report”

Tantangan yang Belum Teratasi dan Langkah ke Depan

Laporan PBB menegaskan bahwa institusi multilateral masih “sangat tidak siap” mengatasi gelombang misinformasi dan disinformasi ini, terutama karena kerangka kerja internasional yang relevan masih dalam tahap perkembangan awal.

Tiga hambatan utama telah diidentifikasi sebagai penghambat upaya penanganan. Hambatan-hambatan ini meliputi kurangnya data yang memadai yang mempersulit identifikasi pola penyebaran informasi palsu dan pemahaman mendalam tentang dinamikanya.

Selain itu, terdapat pula kesenjangan akuntabilitas, yaitu kurangnya mekanisme yang jelas untuk meminta pertanggungjawaban pihak-pihak yang secara aktif menyebarkan disinformasi, memungkinkan mereka beroperasi di luar jangkauan hukum.

Terakhir, terdapat kesenjangan jalur komunikasi, yang berarti kurangnya saluran yang efektif dan terpercaya untuk menyebarkan narasi berbasis bukti dan memastikan respons yang terkoordinasi, sehingga kebenaran seringkali kalah cepat dengan kebohongan.

Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, merespons untuk segera mengambil langkah konkret dan strategis. Pertama, ia akan segera membentuk gugus tugas yang didedikasikan untuk memperkuat kapasitas Sistem PBB dalam menangani risiko di ekosistem informasi.

Tim ini akan fokus pada dampak misinformasi dan disinformasi terhadap pelaksanaan mandat PBB, termasuk melalui penelitian mendalam, penilaian risiko yang komprehensif, dan pengembangan strategi respons yang efektif.

Kedua, pada Desember 2025, PBB berencana untuk menyelesaikan prosedur operasi standar yang akan memperkuat kemampuan antisipasi dan respons Sistem PBB terhadap guncangan global yang kompleks.

Pada Desember 2026, PBB akan menerbitkan Laporan Risiko Global kedua. Laporan lanjutan ini akan menjadi barometer perubahan persepsi dan memberikan pembaruan tentang kemajuan mitigasi risiko global, memastikan adanya akuntabilitas dan pembelajaran berkelanjutan.

Laporan ini, dengan segala temuan dan rekomendasinya, berfungsi sebagai “panggilan untuk bertindak” bagi para pembuat kebijakan di seluruh dunia. “Kerja sama multilateral yang kuat dan terkoordinasi adalah satu-satunya jalan mengatasi ancaman yang semakin kompleks ini,” jelasnya.

Di Balik Laporan: Siapa dan Bagaimana Metodologinya

Laporan Risiko Global PBB 2024 dikembangkan Unit Perencanaan dan Pemantauan Strategis dari Kantor Eksekutif Sekretaris Jenderal, di bawah bimbingan Wakil Sekretaris Jenderal untuk Kebijakan. Dukungan inti juga datang dari UN Futures Lab dan Kantor PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana, serta LRF Institute for the Public Understanding of Risk di National University of Singapore dan Denver University.

Proses penyusunan laporan ini didasarkan pada metodologi yang ketat dan terstruktur. Tinjauan ini mengidentifikasi lebih dari 100 risiko, yang kemudian dikategorikan menggunakan kerangka STEEP (Sosial, Teknologi, Ekonomi, Lingkungan, dan Politik).

Awalnya, dilakukan tinjauan literatur ekstensif terhadap lebih dari 40 laporan risiko global terkemuka dari berbagai tingkatan (global, regional, nasional) dan beragam pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta, publik, dan masyarakat sipil.

Studi ini melibatkan survei global terhadap lebih dari 1.100 pemangku kepentingan dari 136 negara, termasuk perwakilan pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan akademisi. 28 risiko global terpilih, divalidasi dan didukung oleh Komite Deputi dan Komite Eksekutif Sekretaris Jenderal.

Survei ini mengukur persepsi responden terhadap pentingnya risiko (gabungan kemungkinan dan tingkat keparahan), kesiapan institusi multilateral dalam mengelola risiko tersebut (identifikasi, pengurangan, dan mitigasi), serta interkoneksi antar risiko.

Data survei dikumpulkan antara Februari dan Mei 2024, dengan proses pembersihan data yang cermat untuk memastikan validitas dan keandalan respons. Metodologi ini memastikan bahwa laporan mencerminkan perspektif beragam dan analisis mendalam tentang lanskap risiko global.

*Tangkapan layar dari situs “UN Global Risk Report”

Artikel lain sekategori:

Komentar Anda?