Beranda  »  Artikel » Teknologi Digital   »   WB: AI Bukan Pengganti Guru

WB: AI Bukan Pengganti Guru

Oleh: Melekmedia -- 18 September, 2025 
Tentang:  –  Komentar Anda?

a row of chairs in a room

Bank Dunia sejak tahun lalu telah menyebut revolusi kecerdasan buatan atau akal imitasi (AI) telah mengubah dunia pendidikan secara dramatis. Dalam sebuah laporan yang dirilis 2024, mereka menegaskan dunia pendidikan tak luput dari revolusi AI.

Laporan berjudul AI Revolution in Education: What You Need to Know memetakan peluang dan tantangan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam pendidikan. Praktik di Amerika Latin dan Karibia, jadi referensi, tetapi relevan bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia.

Laporan yang disusun Maret–Juni 2024 ini bagian dari seri Digital Innovations in Education—upaya bersama Bank Dunia dan Bank Pembangunan Inter-Amerika (IDB) untuk mempercepat transformasi digital sistem pendidikan di Amerika Latin dan Karibia.

Dalam laporan itu Bank Dunia menyatakan bahwa AI bukan pengganti guru, melainkan alat untuk memperkuat peran mereka, mempersonalisasi pembelajaran siswa, dan mengoptimalkan manajemen pendidikan.

Sembilan inovasi utama sudah diuji di negara-negara Amerika Latin dan Karibia dengan hasil menjanjikan. Namun, Bank Dunia mengingatkan perlunya jembatan kesenjangan digital, tata kelola etis, dan pelatihan guru agar pemanfaatan AI benar-benar inklusif dan efektif.

Dalam laporannya, World Bank mencantumkan contoh-nyata seperti Ceibal’s Reference Framework for the Teaching of AI di Uruguay, yang menetapkan kompetensi dan aktivitas AI praktis mulai kelas 6, bukan hanya teori. Sebuah implementasi dari Melek AI.

Dokumen tersebut juga menyebut sistem umpan balik berbasis AI untuk guru, alat perencanaan pelajaran, otomatisasi tugas administratif, dan early warning systems bagi siswa yang berisiko putus sekolah sebagai bagian dari paket panduan bagi institusi pendidikan.

Laporan tersebut menegaskan pentingnya pedoman etika dan integritas akademik dalam penggunaan AI, mengingat penggunaan generatif AI bisa memunculkan masalah mis-interpretasi, bias, dan tuduhan keliru bila tidak ada regulasi dan pelatihan yang memadai.

AI Bukan Pengganti Guru, Melainkan Penguat

Bank Dunia menyatakan bahwa AI akan membantu guru di berbagai sisi, mulai dari perencanaan pembelajaran hingga pengurangan pekerjaan administratif. Terutama dalam hal, perencanaan pembelajaran yang kompleks , saat menerjemahkan kurikulum dalam keseharian.

“AI harus dilihat bukan sebagai pengganti keahlian manusia, tetapi cara untuk memperkuat dan memperluas dampak penilaian serta keterampilan manusia,” tulis laporan itu.

Contohnya, di Chile program Elige Educar meluncurkan chatbot Quiero Ser Profe untuk membimbing siswa SMA yang tertarik menjadi guru. Evaluasi program ini menunjukkan peningkatan signifikan minat siswa mendaftar pendidikan keguruan.

Guru yang baru mengajar, program “Somos Profes, Somos Educadores” menyediakan pendampingan berbasis AI. Menurut survei awal, 87% peserta yang berinteraksi dengan chatbot merekomendasikan program tersebut kepada rekan dengan tantangan serupa.

Sembilan Inovasi AI dalam Pendidikan

Laporan ini memetakan sembilan inovasi utama berbasis AI yang sudah diterapkan di berbagai negara. Inovasi itu dibagi dalam tiga area besar:

  • Guru: (1) Mentor AI untuk rekrutmen dan retensi, (2) sistem umpan balik otomatis seperti TeachFX, (3) perencana pelajaran otomatis seperti UmmIA, dan (4) otomatisasi pekerjaan rutin.
  • Siswa: (5) Tutor AI untuk pembelajaran personal, serta (6) pemanfaatan generative AI seperti ChatGPT untuk membantu tugas dengan tetap menanamkan integritas akademik.
  • Administrasi: (7) Asisten AI untuk perencanaan kurikulum, (8) sistem peringatan dini bagi siswa berisiko putus sekolah, dan (9) mekanisme penempatan guru serta murid secara terpusat berbasis algoritma.

Pembelajaran Personal untuk Siswa

Bank Dunia menyoroti manfaat tutor AI yang dapat memberikan pengajaran sesuai kebutuhan setiap siswa. Di Ekuador, uji coba sistem ALEKS untuk remedial matematika menunjukkan hasil yang mencolok:

“Mendapatkan lisensi ALEKS selama enam bulan meningkatkan nilai tes matematika sebesar 0,28 standar deviasi dan menurunkan risiko gagal mata kuliah hingga 9 persen”.

Namun, laporan juga mengingatkan tentang risiko penggunaan generative AI seperti ChatGPT untuk tugas sekolah. “Mengandalkan deteksi AI secara berlebihan dapat menimbulkan tuduhan keliru terhadap siswa dan menciptakan suasana tidak percaya antara guru dan siswa,” tulis laporan itu.

Administrasi Lebih Efisien

AI juga mengubah manajemen pendidikan. Platform Uplanner di Chile, misalnya, membantu kampus merencanakan kurikulum, mengelola sumber daya, hingga memprediksi risiko putus kuliah. Sementara itu, sistem Quiero Ser Maestro di Ekuador telah berhasil mengoptimalkan penempatan guru.

Penelitian menemukan bahwa pemberian informasi personal tentang risiko gagal ditempatkan mendorong kandidat guru mengubah preferensi sekolahnya, sehingga lebih banyak lowongan terisi.

Selain itu, Chile, Peru, dan Uruguay telah mengimplementasikan sistem peringatan dini berbasis AI untuk mendeteksi siswa yang berpotensi putus sekolah. Integrasi dengan sistem data manajemen pendidikan membuat intervensi bisa dilakukan lebih cepat.

Tantangan: Kesenjangan Digital dan Etika

Meski peluangnya besar, laporan Bank Dunia mengingatkan risiko serius seperti kesenjangan akses internet, bias algoritma, dan privasi data siswa. “Menjembatani kesenjangan digital dan memastikan akses infrastruktur dan keterampilan digital adalah kunci untuk adopsi AI yang inklusif”.

Selain itu, tata kelola etis diperlukan agar AI benar-benar bermanfaat. Kerangka seperti OECD AI Principles dan IEEE Ethically Aligned Design dapat dijadikan acuan, tetapi tetap perlu disesuaikan dengan konteks lokal.

Peran Penting Kolaborasi Publik-Swasta

Bank Dunia juga mendorong kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, dan akademisi. Bentuknya bisa berupa penelitian bersama, berbagi data dengan standar keamanan yang ketat, hingga program pelatihan guru yang fokus pada literasi AI.

“Dengan memanfaatkan kekuatan kolaborasi publik-swasta secara bijaksana, negara-negara dapat mempercepat inovasi, mengakses teknologi mutakhir, dan mengalokasikan sumber daya secara optimal”.

Seruan untuk Bertindak

Laporan ini menegaskan bahwa mengabaikan AI bukanlah pilihan. “Waktu untuk bertindak adalah sekarang,” tulis Bank Dunia. Negara-negara harus menyiapkan infrastruktur, regulasi, pelatihan guru, serta panduan penggunaan AI di kelas agar transformasi berjalan adil dan efektif.

Dengan strategi yang tepat, AI tidak hanya meringankan beban guru tetapi juga menciptakan pembelajaran yang lebih personal dan efektif bagi siswa.

AI-driven innovations can catalyze more equitable, personalized and effective educational experiences tailored to the unique needs of every student”.

*Photo by Jonas Augustin via Unsplash

Artikel lain sekategori:

Komentar Anda?


Topik
Komentar
Materi Kursus