M-01 Kepercayaan pada Jurnalisme (2,5j)?

Ruang redaksi harus berjuang mengemban peran sejarah mereka sebagai penjaga gerbang informasi, yang produknya bisa membantu menentukan kebenaran.

M-02 Kekacauan Informasi (3j)?

Modul ini menyarankan penggunaan istilah misinformasi dan disinformasi, daripada "berita palsu". Di dalamnya akan mengulas berbagai jenisnya dan posisinya dalam spektrum “kekacauan informasi”.

M-03 Tantangan Industri Berita (3,5j)?

Modul ini menguraikan runtuhnya model bisnis media berita komersial di era digital. Bersamaan dengan itu, transformasi digital dan munculnya media sosial telah memungkinkan legitimasi serta penyebaran disinformasi dan misinformasi.

M-04 Melawan Kekacauan Informasi (6,5j)?

Para peserta akan belajar cara mengembangkan dan menggunakan kerangka kerja berpikir kritis dari “Penilaian Reflektif yang Berorientasi” yang melibatkan penggunaan analisis, penafsiran, evaluasi, pengaturan diri, penarikan kesimpulan, dan penjelasan.

M-05 Pemeriksaan Fakta (2,5j)?

Modul ini berupaya membekali peserta dengan metodologi untuk mendeteksi klaim yang faktanya bisa diperiksa dan mengevaluasi bukti secara kritis, sesuai dengan norma dan standar etika.

M-06 Verifikasi Media Sosial (3j)?

Modul ini memperkenalkan berbagai strategi untuk menentukan keaslian sumber, foto, dan video, terutama konten yang dibuat pengguna (user-generated content, UGC) yang dibagikan melalui media atau jejaring sosial.

M-07 Melawan Pelecehan Daring (5j)?

Modul ini melawan upaya disinformasi dan minsinformasi yang menarget jurnalis dan penerbit daring lainnya, termasuk narasumber, yang berusaha memverifikasi atau membagikan informasi dan komentar.
M2.1 Mendefinisikan “berita palsu”

Definisi “berita palsu”

Sebagian besar wacana tentang “berita palsu” menggabungkan dua hal: misinformasi dan disinformasi. Namun, istilah “berita palsu” terlalu problematik, dan seringkali digunakan untuk menyerang balik jurnalisme yang kritis.

Istilah ”berita palsu” tidak spesifik mewakili kenyataan, karena sebagian konten menipu ini sebenarnya asli. Informasi asli/benar bisa digunakan di luar konteks dan dipersenjatai oleh aktor jahat. Orang-orang ini tahu bahwa kepalsuan berdasarkan kebenaran lebih mungkin dipercaya dan menyebar lebih cepat.

Dampak kekacauan informasi tersebut meluas pada meningkatnya ketimpangan pendapatan, menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap institusi, mengacaukan perputaran berita dan informasi, bangkrutnya media cetak, hingga ledakan media sosial1Aspen Institute, 2021. Commission on Information Disorder: Final Report (diakses 21 Februari 2022).

Panduan ini menggunakan istilah “misinformasi” dan “disinformasi” untuk mengontraskan dengan informasi yang dapat diverifikasi, khususnya dalam konteks jurnalisme. Kedua istilah dibedakan supaya pembaca memperoleh pemahaman yang lebih detail. 

Misinformasi adalah informasi salah yang disebarkan oleh orang yang mempercayainya sebagai hal yang benar. Terkadang disebarkan tanpa maksud jahat, semata-mata karena “tidak tahu” bahwa informasi yang disebarkannya salah.

Contoh misinformasi

Serangan teror di Champs Elysees di Paris pada 20 April 2017 menginspirasi banyak misinformasi2Salah satu contohnya, rumor bahwa umat Muslim di Inggris Raya merayakan serangan tersebut. Ini disanggah oleh CrossCheck: CrossCheck, (22 April 2017) Did London Muslims ‘celebrate’ a terrorist attack on the Champs-Elysees? CrossCheck (diakses 03/04/2018)., seperti yang juga hampir selalu terjadi dalam situasi breaking news. Orang-orang di media sosial tanpa sadar menerbitkan sejumlah rumor, termasuk berita bahwa seorang polisi kedua telah tewas, misalnya.

Orang-orang yang berbagi konten misinformasi ini jarang melakukannya dengan tujuan merugikan orang lain. Biasanya, mereka terbawa situasi emosional, berusaha untuk membantu, tetapi gagal untuk memeriksa dan memverifikasi informasi yang mereka bagikan secara memadai.

Di Indonesia pernah beredar foto anak perempuan yang disangka korban perang Irak. Narasi yang berkembang, anak dalam foto itu kehilangan sosok ibunya yang meninggal, lalu menggambar sosok ibu di lantai dan ia tertidur di dada gambar ibunya tersebut. Padahal, foto itu aslinya karya Bahareh Bisheh yang mengambil gambar sepupunya ketika tertidur di trotoar, dan tidak mengandung kisah tragis di belakangnya3Nadine Salsabila, 2021. [SALAH] Foto Anak Piatu Iraq Melukis Sosok Ibunya di Lantai dan Tidur di Posisi Dada Ibunya. Turnbackhoax.id (diakses 20 Januari 2022)..

Disinformasi adalah informasi salah yang disebarkan meski si penyebar tahu bahwa informasi tersebut salah. Kebohongan yang disengaja ini berkenaan dengan orang-orang yang jadi target oleh aktor jahat4Wawasan lebih lanjut tentang hal ini bisa dibaca dalam penelitian Karlova dan Fisher (2012)..

Contoh disinformasi

Salah satu upaya hoaks disinformasi dalam kampanye presiden di Prancis adalah tiruan surat kabar Belgia Le Soir5CrossCheck, 2017. Was Macron’s campaign for French Presidency financed by Saudi Arabia? (diakses 03/04/2018). yang dibuat secara canggih. Tiruan ini menampilkan artikel palsu yang mengklaim bahwa calon presiden Emmanuel Macron didanai oleh Arab Saudi.

Beredar pula dokumen daring yang mengklaim bahwa ia pernah membuka rekening bank di Kepulauan Bahama6CrossCheck, 2017. Did Emmanuel Macron Open an Offshore Account? CrossCheck. (diakses 03/04/2018).. Yang terakhir, disinformasi melalui rangkaian cuitan di Twitter dengan sejumlah tanda pagar dan pesan identik yang menyebarkan rumor tentang kehidupan pribadi Macron.

Dari Indonesia, ada video yang beredar di YouTube, mengklaim Tim Nasional Thailand didiskualifikasi karena doping saat melawan Indonesia pada final leg pertama Piala AFF 2020 Desember 2021. Video tersebut setidaknya sudah ditonton 877 ribu kali dan mendapatkan 3.504 komentar.

Menurut Tempo.co, berita itu keliru. Indonesia dan Thailand memang mendapat sanksi dari WADA (World Anti-Doping Agency) pada awal Oktober lalu, karena dinilai tidak patuh terhadap Kode Anti-Doping Dunia. Tetapi tidak ditemukan adanya pemain yang positif menggunakan doping dalam gelaran AFF tersebut.

Mal-informasi adalah informasi yang berdasarkan realitas, tapi digunakan untuk merugikan orang, organisasi, atau negara lain. Mal-informasi memuat informasi yang benar–dan/atau sepenggal kebenaran–tetapi dibuat dan dibagikan oleh “agen” dengan niat merugikan.

Contoh mal-informasi

Contohnya adalah pengungkapan orientasi seksual seseorang tanpa justifikasi kepentingan publik. Atau, informasi benar tetapi melanggar privasi seseorang tanpa justifikasi kepentingan publik. Mal-informasi seperti ini bertentangan dengan standar dan etika jurnalisme.

Contoh lainnya adalah surel Emmanuel Macron yang bocor sesaat sebelum pemilihan putaran kedua pada 7 Mei 2017. Surel tersebut dinilai banyak pihak memang asli. Dengan merilis informasi pribadi ke ruang publik beberapa menit sebelum larangan liputan menjelang pemungutan suara, kebocoran ini dirancang untuk menggagalkan kampanye Macron.

Kekacauan informasi

Selanjutnya, ketiga jenis kekacauan informasi dapat dikategorikan sesuai perpaduan sifat masing-masing. Seperti tampak pada diagram di atas, ada perpaduan misinformasi dengan disinformasi yang berbentuk informasi salah konteks, tiruan, hasil manipulasi, bahkan konten rekaan layakknya karya bergenre fiksi.

Penting untuk mengingat tiga perbedaan itu karena penyebab, teknik, dan solusinya bisa berbeda sesuai dengan karakteristiknya. Meskipun berbeda, konsekuensi ketiganya bisa sama terhadap lingkungan informasi dan masyarakat, misalnya merusak integritas proses demokrasi.

Selain itu, ada kasus-kasus yang menunjukkan bahwa salah satu jenis kekacauan informasi tersebut hadir bersamaan dengan jenis lainnya. Misalnya disinformasi dan malinformasi tentang topik yang sama, dimuat di media (atau platform) berbeda, bisa juga berupa pengembangan dari yang sudah ada, sebagai strategi diseminasi oleh aktor jahat.

Istilah propaganda tidak diidentikkan dengan disinformasi, meskipun disinformasi dapat melayani kepentingan propaganda. Propaganda biasanya lebih manipulatif daripada disinformasi, karena lebih bersandar pada hal emosional daripada informatif7Neale, S. (1977). Propaganda. Screen 18-3, hlm. 9-40.

________________