Beranda  »  Artikel » Pantau Media   »   Perlukah Melarang Ponsel Pintar di Sekolah?

Perlukah Melarang Ponsel Pintar di Sekolah?

Oleh: Melekmedia -- 8 Maret, 2025 
Tentang: , ,  –  Komentar Anda?

pexels rdne 6936075

Berbagai negara di dunia mulai melarang penggunaan ponsel pintar di sekolah (atau di kelas). Setidaknya 60-an negara tercatat oleh laporan UNESCO telah menerapkannya. Perlukah melarang ponsel pintar di sekolah di Indonesia? Perlu alasan dan tekad kuat untuk memutuskan.

Negara-negara seperti Perancis, Italia, Inggris, Rusia, Cina, Finlandia, Belanda, Arab Saudi, dan beberapa provinsi di Kanada serta Australia, tercatat punya kebijakan melarang penggunaan ponsel pintar di sekolah meski dengan detail bervariasi—mencerminkan kompleksitas dan debat global tentang manfaat dan tantangan larangan ponsel di sekolah.

Indonesia belum memiliki aturan yang berlaku secara nasional, tetapi di beberapa daerah ide ini mulai diadopsi. Semisal siswa SD dan SMP di Mataram, NTB, dilarang membawa ponsel ke sekolah menurut surat edaran Pemerintah Kota Mataram. Larangan tersebut bakal berlaku di sekolah negeri maupun swasta, seperti dilansir Kompas.com (3/2/2025).

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menyatakan bakal mengkaji wacana larangan siswa SD dan SMP membawa ponsel ke sekolah. Ia merespons wacana yang digulirkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. “(Larangan bawa ponsel) ini belum keputusan, baru wacana, dan masih akan kami bahas lebih lanjut,” ujarnya dilaporkan Pikiran Rakyat (7/3/2025).

Wacana di tingkat nasional pernah digulirkan DPR RI lewat Komisi I pada Desember 2024. Anggota Komisi I, Oleh Soleh, meminta pemerintah membuat surat keputusan bersama (SKB) terkait pembatasan akses internet dan penggunaan ponsel bagi anak-anak. Menurutnya, anak-anak di Indonesia saat ini sangat bebas mengakses internet dan menggunakan ponsel, padahal konten negatif, iklan dan promo judi daring bertebaran di media sosial serta sangat mudah diakses.

Ia membandingkan dengan sejumlah negara Eropa yang dikenal liberal dan telah lebih dahulu membuat regulasi tegas pelarangan penggunaan media sosial bagi anak di bawah usia 16 tahun. “Kita negara demokratis dan agamis, tetapi malah menggunakan cara-cara yang liberal. Orang-orang Eropa yang liberal malah sudah membuat aturannya,” kata dia.

Tren larangan penggunaan ponsel pintar di dunia

Maraknya tren pelarangan di dunia bisa dilihat dari laporan Pemantauan Pendidikan Global (GEM) 2023. Laporan ini memuat kerangka kebijakan dari 209 negara terkait pemanfaatan teknologi dalam pendidikan, dipetakan dalam PEER (Profiles Enhancing Education Reviews) oleh UNESCO. Eropa menjadi pelopor tren pelarangan ini, persis seperti yang disinggung anggota dewan barusan.

Analisis menunjukkan bahwa saat peluncuran laporan pada Juli 2023, 24% negara telah menerapkan larangan ponsel melalui undang-undang atau kebijakan. Lebih dari setahun kemudian, laporan terbaru GEM menemukan angka ini telah meningkat menjadi 31%. Sementara, lainnya masih menimbang kemungkinan larangan penggunaan ponsel di sekolah secara nasional.

Perancis menjadi pelopor dengan larangan penuh pada 2018, meski Italia sudah mencobanya pada 2007 dengan penerapan setengah hati. Hingga artikel ini ditulis, berikut adalah tinjauan sekilas linimasanya, meski belum tentu meliputi semua negara di dunia yang sedang atau akan menerapkan pelarangan ponsel pintar di sekolah (atau hanya di kelas):

  • Italia memiliki larangan penggunaan ponsel untuk keperluan non-akademik sejak 2007, tetapi larangan yang lebih ketat, termasuk untuk keperluan pengajaran, diberlakukan pada tahun 2024, mencakup taman kanak-kanak hingga sekolah menengah pertama (Euronews).
  • Perancis menerapkan larangan penuh pada ponsel di taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan menengah pertama sejak September 2018, setelah larangan parsial sejak 2010 yang membatasi penggunaan selama jam kelas. Kebijakan ini melarang siswa membawa ponsel ke area sekolah, dengan pengecualian untuk kebutuhan khusus (Euronews).
  • Kanada memulai pelarangan ponsel pintar di Ontario pada 2019, lalu mulai meluas ke seluruh provinsi di negara itu sejak 2024. Tidak semua provinsi menerapkan kebijakan yang sama. Ada yang melarang hanya selama di kelas untuk siswa jenjang SD-SMA sederajat. Ada pula yang menerapkan aturan berbeda tergantung jenjang. (PhoneLocker)
  • Cina mengumumkan larangan nasional pada Februari 2021, yang pada prinsipnya melarang siswa membawa ponsel ke sekolah, dengan persetujuan tertulis dari orang tua dan sekolah, dan ponsel harus diserahkan selama jam kelas (BBC News).
  • Arab Saudi menerapkan larangan nasional pada September 2021, melarang penggunaan ponsel di sekolah dengan pengecualian untuk kebutuhan darurat, seperti kondisi kesehatan, dan ponsel harus disimpan oleh administrasi sekolah (Arab News).
  • Rusia menerapkan larangan nasional pada penggunaan ponsel di kelas untuk semua tingkat sejak September 2024, dengan pengecualian untuk keadaan darurat, setelah regulasi awal pada 2021 (PhoneLocker).
  • Inggris pada 2023 mengeluarkan panduan non-wajib untuk melarang penggunaan ponsel sepanjang hari sekolah, termasuk waktu istirahat, tetapi keputusan akhir ditinggalkan kepada kepala sekolah (House of Lords Library).
  • Irlandia sedang berupaya untuk menerapkan larangan nasional, dengan investasi €9 juta untuk solusi penyimpanan ponsel, diharapkan selesai sebelum akhir tahun ajaran 2024-2025 (Euronews).
  • Belanda menerapkan larangan nasional pada Januari 2024 untuk sekolah menengah dan September 2024 untuk sekolah dasar, melarang membawa ponsel, jam pintar, dan tablet ke sekolah, dengan pengecualian untuk kebutuhan khusus (The Guardian).
  • Swedia memiliki kebijakan nasional yang membatasi penggunaan ponsel di kelas kecuali untuk keperluan belajar, dengan rencana untuk memperluas larangan, tetapi tidak sepenuhnya melarang membawa ponsel ke sekolah (Environmental Health Trust).
  • Finlandia mengupayakan rancangan undang-undang yang melarang penggunaan ponsel untuk siswa usia 3-15 tahun, memperkuat wewenang guru untuk mengintervensi aktivitas yang mengganggu kelas. Pada akhir 2024 RUU tersebut mulai disosialisasikan (Hensinki Times).

Analisis terbaru dari laporan GEM (2024) menemukan bahwa lebih dari 60 negara kini memiliki kebijakan pelarangan penggunaan ponsel di ruang kelas secara luas maupun terbatas. Beberapa negara sedang mempertimbangkan untuk memodifikasi atau memperluas larangan yang ada. Seperti di Perancis, uji coba “digital breaks” (eksperimen jeda digital) sedang dilakukan di beberapa sekolah menengah.

Ponsel pintar mempengaruhi capaian akademik siswa

Tren melarang penggunaan ponsel pintar di sekolah ini didorong oleh kekhawatiran terhadap kesejahteraan siswa dan dampak ponsel pintar terhadap hasil pembelajaran. Para pendidik mengeluhkan ponsel pintar sebagai sumber gangguan utama yang berdampak negatif pada kemampuan siswa untuk berkonsentrasi di kelas.

Studi yang dikutip GEM tentang penggunaan teknologi pada pra-sekolah hingga pendidikan tinggi di 14 negara menemukan penggunaannya telah mengalihkan perhatian siswa saat belajar di kelas. Larangan ponsel di sekolah-sekolah di Belgia, Spanyol, dan Inggris berhasil meningkatkan hasil pembelajaran, terutama bagi siswa yang sebelumnya memiliki performa akademik lebih rendah dibandingkan teman-temannya.

Merusak fokus saat di kelas

Notifikasi yang masuk, atau bahkan hanya keberadaan ponsel di dekat mereka, dapat mengalihkan perhatian siswa dari tugas yang sedang mereka kerjakan. Sebuah studi menemukan bahwa siswa dapat membutuhkan waktu hingga 20 menit untuk kembali fokus setelah terlibat dalam aktivitas non-akademik.

Bukan hanya ponsel yang menjadi masalah

Dampak negatif juga ditemukan dalam penggunaan komputer pribadi untuk aktivitas non-akademik selama di kelas, seperti menjelajahi internet, baik oleh siswa itu sendiri maupun teman-temannya yang dapat melihat layar tersebut.

Manfaatkan seperlunya saja

Adapun premis dasar dari laporan GEM 2023 tidak semata-mata menolak kehadiran ponsel pintar dalam kehidupan anak. Teknologi bisa digunakan di sekolah hanya jika meningkatkan pembelajaran. Hal ini juga berlaku untuk ponsel di ruang kelas. Laporan tersebut menunjukkan bahwa beberapa teknologi dapat mendukung pembelajaran dalam konteks tertentu, tetapi tidak jika digunakan secara berlebihan atau secara tidak tepat.

Ancaman privasi dan kesejahteraan via ponsel pintar

Selain perkara akademik, isu privasi dan kesejahteraan siswa juga mengemuka. Isu ini telah mendorong orang tua, guru, dan pejabat pemerintah untuk mendukung regulasi yang lebih ketat terhadap penggunaan teknologi oleh anak-anak. Edisi gender dari laporan GEM menyoroti bagaimana media sosial dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental dan memperkuat norma gender yang merugikan.

Studi tersebut menemukan bahwa anak perempuan dua kali lebih mungkin mengalami gangguan makan yang diperburuk oleh penggunaan media sosial, dibandingkan dengan anak laki-laki. Riset internal Facebook mengungkapkan bahwa 32% remaja perempuan menilai buruk tubuh mereka sendiri setelah menggunakan Instagram.

Laporan tersebut juga mencatat tren mengkhawatirkan terkait algoritma TikTok, yang menargetkan remaja dengan konten citra tubuh setiap 39 detik dan mempromosikan konten terkait gangguan makan setiap delapan menit. Sebagai respons terhadap temuan ini, banyak universitas di Amerika Serikat secara eksplisit melarang TikTok di kampus mereka.

Interaksi dengan media sosial sejak usia 10 tahun juga dikaitkan dengan meningkatnya kesulitan sosial-emosional seiring bertambahnya usia—tren yang tidak terlihat pada anak laki-laki. Kesejahteraan emosional ini sangat penting bagi kesuksesan akademik; sebuah studi jangka panjang di Inggris menemukan bahwa anak-anak dengan kesehatan emosional yang lebih baik menunjukkan kemajuan lebih besar di sekolah dasar dan lebih terlibat dalam pendidikan menengah.

Bagaimana hasilnya sejauh ini?

Perkembangan teknologi yang semakin pesat menimbulkan keraguan baru mengenai penggunaannya di kelas, baik dari segi pembelajaran maupun kesehatan. Seruan untuk pengaturan yang lebih ketat tidak hanya datang dari pembuat kebijakan, tetapi juga dari para guru, orang tua, dan remaja itu sendiri. Dalam laporan GEM Youth 2024, pelajar dan kaum muda turut menyuarakan bahwa teknologi seharusnya digunakan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka sendiri.

Lalu bagaimana hasil pelarangan dari yang sudah mencoba mempraktikkan? Dari Kanada, sejumlah catatan dikumpulkan. Di satu sisi, beberapa siswa mengakui bahwa mengurangi penggunaan ponsel membuat mereka lebih fokus dan produktif. Seorang guru bahkan mengatakan bahwa muridnya kini lebih aktif terlibat dalam pelajaran.

Namun, di sisi lain, banyak guru yang masih bingung dengan aturan ini. Apa yang harus mereka lakukan jika ponsel yang disita hilang atau rusak? Bagaimana jika seorang siswa tidak terima ketika ponselnya diambil?

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Seorang guru dalam CBC News menceritakan mengalami patah hidung lantaran menyita ponsel seorang siswa. Ia bahkan mendapat ancaman dari orang tua yang menuntut ponsel anak mereka dikembalikan. Jadi, meskipun aturan baru ini terdengar seperti solusi ideal, di lapangan para guru masih menghadapi banyak tantangan.

Ada yang menuai hasil dari pelarangan penggunaan ponsel ini, ada juga yang justru tak melihat perubahan apa pun. Seorang siswa di Cathedral High School di Hamilton, Ontario, mengaku bahwa aturan larangan ponsel sangat bergantung pada guru masing-masing. Ada yang sangat ketat, ada yang hanya meminta siswa menyimpan ponsel di dalam kotak di kelas, dan ada yang membiarkan siswa bertanggung jawab sendiri. Padahal, kebijakan sekolahnya jelas: ponsel seharusnya disimpan di loker.

Ketidakkonsistenan akan membingungkan siswa. Menurut Sachin Maharaj, profesor di University of Ottawa, aturan pelarangan ini hanya akan efektif jika diterapkan dengan jelas dan konsisten. Selain itu, semua pihak harus mendukung, mulai dari guru, siswa, hingga orang tua—karena orang tualah yang sering kali menjadi pihak yang paling menentang aturan ini.

Banyak faktor menentukan dampak larangan

Dari pengalaman berbagai negara, keberhasilan larangan penggunaan ponsel pintar di sekolah bergantung pada beberapa hal:

  • Dukungan dari Orang Tua – Jika orang tua paham manfaat aturan ini dan tidak langsung marah ketika anak mereka tidak bisa mengakses ponsel, maka pelaksanaannya akan lebih mudah.
  • Sosialisasi yang Baik ke Siswa – Jika hanya dilarang tanpa penjelasan, siswa pasti akan melanggar. Namun, jika mereka memahami risiko penggunaan ponsel berlebihan dan manfaat dari lingkungan bebas ponsel, mereka lebih mungkin mematuhi aturan.
  • Konsistensi dari Guru dan Sekolah – Jika aturan berubah-ubah atau diterapkan secara berbeda oleh setiap guru, siswa akan bingung dan aturan jadi tidak efektif.
  • Solusi Praktis untuk Menyimpan Ponsel – Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana cara menyimpan ponsel siswa dengan aman. Beberapa sekolah sudah menemukan solusi: kantong ponsel yang dapat dikunci.

Penting untuk menyajikan pandangan yang seimbang, mengakui manfaat potensial dan keterbatasan larangan ponsel di sekolah. Ini penting untuk membantu pengguna memahami dampaknya yang bervariasi; tergantung konteks, penegakan, dan faktor lain. Kita bisa ditemukan dampak positif dan negatif, serta perbedaan konteks di berbagai tempat.

Penelitian dari London School of Economics (LSE) menunjukkan larangan ponsel bisa menjadi kebijakan murah untuk meningkatkan prestasi, terutama bagi siswa berprestasi rendah. Tapi, ini mungkin tidak selalu efektif di semua konteks. Larangan ponsel di sekolah mungkin bisa membantu mengurangi gangguan dan meningkatkan iklim sosial, tapi laporan KFF mencatat dampak pada prestasi akademik masih tidak jelas. Pendekatan terpadu, termasuk melek media, mungkin lebih efektif.

Adapun studi dari The Guardian menunjukkan larangan ponsel tidak mengurangi efek negatif penggunaan berlebihan, seperti gangguan tidur atau perilaku buruk. Temuannya, ketika anak dilarang menggunakan ponsel di sekolah, berimbas pada pemanfaatannya di luar sekolah. Ini menunjukkan kebijakan ini mungkin perlu dukungan tambahan.

Larangan ponsel di sekolah adalah ide yang baik, tetapi keberhasilannya sangat bergantung pada cara penerapannya. Tanpa dukungan orang tua, komunikasi yang jelas ke siswa, dan aturan yang konsisten, larangan ini akan sulit berhasil. Namun, dengan strategi yang tepat, sekolah bisa menciptakan lingkungan belajar yang lebih fokus tanpa harus berhadapan dengan kekacauan akibat penyitaan ponsel.

*Photo by RDNE Stock project

Artikel lain sekategori:

Komentar Anda?