Beranda  »  Artikel » Literasi Baru   »   Tingkatkan Kewaspadaan di Dunia Digital

Tingkatkan Kewaspadaan di Dunia Digital

Oleh: Melekmedia -- 3 Februari, 2022 
Tentang: , , ,  –  Komentar Dinonaktifkan pada Tingkatkan Kewaspadaan di Dunia Digital

Literasi digital Photo by Ron Lach from Pexels

Laporan Indeks Literasi Digital tahun 2021 mengukur empat pilar utama: Digital Skill, Digital Ethics, Digital Safety, dan Digital Culture. Capaian indeks literasi digital Indonesia yang berkategori sedang— skor 3,49 dari maksimal 5–seolah mengirim pesan: Tingkatkan kewaspadaan di dunia digital!

Capaian indeks literasi digital Indonesia ini berdasarkan survei Kementerian Kominfo yang dilakukan dua tahun terakhir. Survei tatap muka pada Oktober 2021, bekerja sama dengan Siber Kreasi dan Katadata Insight Center (KIC). Laporannya dipublikasikan dan dapat diunduh di sini.

Pilar Digital Skill mendapat skor 3,44; Pilar Digital Ethics 3,53; Pilar Digital Safety 3,10; dan Pilar Digital Culture 3,90. Pilar Digital Culture merupakan pilar dengan skor tertinggi, sedangkan Digital Safety adalah pilar dengan skor paling rendah. Inilah mengapa tingkat kewaspadaan warga di dunia digital masih perlu jadi prioritas.

Menyambut Safer Internet Day (SID) 2022, artikel ini akan mengulas capaian literasi digital Indonesia khusus pada bagian Digital Safety–skor literasi digital terendah. Safer Internet Day mempromosikan penggunaan teknologi daring secara aman dan bertanggung jawab oleh anak-anak dan remaja di seluruh dunia. Penjelasan lebih detail bisa dilihat di situs resminya.

Tahun 2022 ini, perayaan Safer Internet Day yang awalnya diinisiasi di Eropa, berlangsung 8 Februari 2022 dengan tema “Bersama untuk internet yang lebih baik”. Dari isu cyberbullying, media/jejaring sosial, hingga identitas digital, setiap tahun SID bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pada masalah daring yang senantiasa muncul.

Tema tahun ini sekaligus untuk memastikan publik secara kolektif mempromosikan, melindungi, menghormati, dan memenuhi hak anak dan remaja saat mereka daring. Misalnya sebagai orang tua atau pengasuh, dapat memberdayakan dan mendukung anak-anak menggunakan teknologi secara bertanggung jawab, penuh hormat, kritis dan kreatif.

Banyak cara yang bisa ditempuh, baik dengan memastikan dialog terbuka dengan anak-anak, mendidik mereka untuk menggunakan teknologi secara aman dan positif, maupun bertindak sebagai panutan yang baik bagi anak-anak dan remaja saat berperilaku di dunia digital.

Kembali ke topik capaian literasi digital Indonesia, khususnya pilar Digital Safety terdiri dari 8 indikator pertanyaan. Pilar ini mengukur perilaku warga terkait keamanan data pribadi saat berinteraksi, penggunaan media sosial, serta pengelolaan perangkat digital.

Misalnya, apakah pengguna bisa membedakan e-mail yang berisi spam/virus/malware, menggunakan aplikasi untuk menemukan dan menghapus virus di handphone/komputer, mengetahui cara melaporkan penyalahgunaan di media/jejaring sosial, juga menelisik apakah pengguna masih mengunggah data pribadi ke media sosial.

Secara umum, generasi muda memang lebih baik dalam hal keamanan digital. Generasi Z dan Y, mencapai skor yang lebih baik dibanding generasi yang lebih tua. Hal ini cukup melegakan, mengingat dua generasi ini pula yang mendominasi profil pengguna internet di Indonesia.

Tapi, pekerjaan rumah masih jauh dari tuntas. Masih ada ketimpangan literasi di kalangan laki-laki dengan perempuan. Kelompok ekonomi lemah yang mendominasi profil pengguna internet, juga masih agak tertinggal dalam hal literasi keamanan digital.

Capaian literasi keamanan digital

Skor tertinggi didapatkan dari mayoritas responden yang sudah mampu mengatur siapa saja yang dapat melihat postingan mereka di media sosial, dengan skor 3,49. Masyarakat juga cukup terbiasa untuk membuat kata sandi yang aman, tergambar dari skor 3,38 yang dicapai responden mengenai topik ini.

Digital safety skor - literasi digital
Skor di bidang digital safety atau keamanan digital

Di sisi lain, keamanan teknis seperti mengenali virus belum lazim, semisal menggunakan aplikasi maupun peranti lunak untuk menemukan dan menghapus virus (2,92) dan membedakan email berisi spam/virus (2,75). Untuk aspek penyimpanan data yang aman, skornya masih di bawah 3.

Kesadaran terhadap perlindungan data pribadi pun tergolong rendah. Dari jawaban terkait perlindungan data pribadi tersebut, 53,6% masyarakat memiliki pelindungan data pribadi tingkat rendah.

Ini ditunjukkan dengan perilaku mencantumkan nomor handphone pribadi dan tanggal lahir. Selain itu, ada sekitar 35 persen responden yang menambahkan info lokasi terkini, unduh aplikasi tanpa tahu siapa pembuatnya, serta mengunggah foto KTP sembarangan. Dalam hal mengunggah tiket pesawat/kereta, nyaris semua menyatakan tidak pernah.

Digital safety di bidang perlindungan data
Digital safety di bidang perlindungan data pribadi

Dalam hal pengelolaan perangkat, masih ada netizen Indonesia yang tergolong abai. Sebanyak 67,3 persen responden masuk kategori rendah dalam tingkat perlindungan keamanan gadget.

Hal yang paling umum dilakukan responden untuk melindungi gawai adalah menggunakan password (91,3%) dan menggunakan fitur sidik jari (36,7%). Penggunaan autentikasi dua faktor (2FA) yang paling direkomendasikan demi keamanan, hanya dipraktikkan 2,1 persen responden.

Dari sembilan opsi pengamanan perangkat yang ditanyakan dalam survei, masih ada 15,9 persen responden yang sama sekali tidak melakukan satupun di antaranya. Ini adalah perilaku paling berisiko dalam hal pengelolaan perangkat digital.

Digital safety dalam hal melindungi perangkat
Digital safety dalam hal melindungi perangkat

Mereka yang paling melek keamanan digital

Survei ini didominasi pengguna internet kelompok Gen Z dan Gen Y–bila populasinya digabung mencapai lebih dari setengah responden. Generasi Gen Z komposisinya hampir mencapai sepertiga dari total populasi (28,6 persen). Responden paling banyak adalah generasi Y atau milenial, hampir setengah dari total responden (43,8 persen). Generasi tertua, diwakili sekitar 3,6 persen responden.

Hasil analisis lanjutan dari laporan ini melihat sebaran tingkat literasi keamanan digital pada kisaran usia, pendidikan, jenis kelamin, lokasi tinggal, dan tingkat ekonomi. Ringkasnya, generasi termuda paling tinggi tingkat literasinya. Mereka tinggal di perdesaan (rural)–unggul tipis dari yang tinggal di perkotaan–sebagian besar laki-laki, dan berpendidikan tinggi.

Dari sisi usia, diurutkan dari generasi termuda hingga tertua, menunjukkan semakin tua semakin buruk tingkat literasi digitalnya, khusus di bidang keamanan digital ini. Generasi tertua (Baby Boomer), hanya 22,4 persen yang terhitung berkategori tinggi dalam hal keamanan digital.

digital safety generasi
Tingkat literasi di bidang digital safety menurut generasi

Dari sisi jenis kelamin, tingkat literasi keamanan digital yang tinggi lebih banyak ditemukan pada kalangan responden laki-laki. Meskipun, total responden survei ini didominasi perempuan, dengan proporsi 56,6 persen, dibanding laki-laki yang sebesar 43,4 persen.

Digital safety gender
Tingkat literasi di bidang digital safety menurut jenis kelamin

Dari sisi tingkat pendidikan, tak terlalu mengherankan bila kalangan berpendidikan tinggi menghasilkan tingkat literasi keamanan digital yang juga tinggi. Dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah, kira-kira empat dari enam orang berpendidikan tinggi memiliki tingkat literasi berkategori tinggi.

Meski begitu, hampir setengah kalangan berpendidikan rendah sudah mencapai literasi keamanan digital tingkat tinggi. Artinya, capaian literasi keamanan digital hampir 50:50 antara yang rendah dan yang tinggi di kelompok ini.

Digital safety pendidikan
Tingkat literasi di bidang digital safety menurut tingkat pendidikan

Proporsi yang unik terlihat dari tempat tinggal. Mereka yang tinggal di perdesaan (rural), lebih banyak proporsinya yang mendapat skor literasi keamanan digital tingkat tinggi. Dari 50,8 persen responden yang berasal dari wilayah rural, ternyata setengahnya sudah berkateogri tinggi dalam hal literasi keamanan digital.

digital safety rural urban

Bagaimana dengan tingkat ekonomi? Dari proporsi responden, kalangan dengan pengeluaran tinggi (SES A) sebenarnya paling sedikit. Responden didominasi oleh kalangan SES C, responden berpengeluaran sekitar Rp2-4 juta per bulan lebih dari setengah dalam survei ini.

Dalam hal literasi keamanan digital, kelompok SES A dan B yang berpengeluaran tinggi, lebih banyak yang tergolong literasi tinggi. Sementara di golongan SES C kalangan berliterasi tinggi hanya unggul tipis, sedangkan golongan D-E lebih dari setengah terkategori literasi rendah.

digital safety ses

*Photo by Ron Lach from Pexels

Artikel lain sekategori:

Maaf, Anda tak bisa lagi berkomentar.