Metode dan etika pemeriksaan fakta
Pemeriksaan fakta bukanlah ilmu roket. Ini adalah analisis cermat yang didorong oleh satu pertanyaan mendasar: “Bagaimana kita tahu itu?” Pemeriksaan fakta juga bukan pemeriksaan ejaan. Tidak ada buku panduan ala kamus yang memuat semua fakta, juga tidak ada perangkat lunak sederhana yang akan memeriksa dokumen dan menandai apa pun yang ditampilkan secara salah sebagai fakta.
Secara umum, pemerikaan fakta terdiri dari tiga fase:
- Menemukan klaim yang faktanya bisa diperiksa dengan menjelajahi catatan legislatif, media berita, dan media sosial. Proses ini termasuk menentukan mana klaim (a) yang faktanya bisa diperiksa dan (b) yang faktanya harus diperiksa.
- Menemukan fakta yang relevan dengan mencari bukti terbaik yang tersedia terkait klaim tersebut.
- Mengoreksi catatan yang ada dengan mengevaluasi klaim itu berdasarkan bukti, biasanya dengan skala kebenaran.
Organisasi pemeriksa fakta yang dapat dipercaya menguraikan proses kerja mereka dalam metodologi yang dijelaskan kepada publik. Sejumlah contoh metodologi dapat dipelajari dari contoh berikut:
- “How We Work” dari Africa Check termasuk infografik pendukung di bagian Materials;
- “Metodo” dari Chequeado (dalam bahasa Spanyol);
- “Metodologia” dan “Come funzioniamo” dari Pagella Politica (dalam bahasa Italia);
- “The Principles of PolitiFact” dari PolitiFact.
The International Fact-Checking Network (IFCN)1IFCN dipimpin oleh Alexios Mantzarlis, penulis modul ini (versi UNESCO). juga telah mengembangkan seperangkat prinsip yang memandu para pemeriksa fakta dalam pekerjaan mereka.
Organisasi pemeriksa fakta perlu mendaftar untuk bisa tersertifikasi sebagai organisasi yang memenuhi seperangkat prinsip IFCN dalam kategori pemeriksaan fakta. Dalam prosesnya, IFCN melakukan sejumlah penilaian eksternal yang mengevaluasi efektivitas standar-standar tersebut.
Prinsip tersebut dapat digunakan untuk mengulas sebuah organisasi pemeriksa fakta sebagai latihan2Tersedia di International Fact-Checking Network’s code of principles (Poynter.com) (diakses: 28/03/2018)., lalu mendiskusikan apakah organisasi tersebut dapat dipercaya atau tidak.
Prinsip-prinsip dimaksud dikembangkan untuk membantu membedakan pemeriksa fakta yang baik dari yang buruk. Untuk contoh misinformasi yang berkedok sebagai pemeriksa fakta, perhatikan contoh-contoh di dua artikel ini:
- These fake fact-checkers are peddling lies about genocide and censorship in Turkey (Poynter)
- In the post-truth era Sweden’s far-right fake fact checker was inevitable (The Guardian)