M-02 Kekacauan Informasi: Misinformasi, Disinformasi, dan Malinformasi
Banyak pemakaian istilah “berita palsu” bahkan “media palsu” untuk menyebut liputan yang isinya tidak disetujui oleh si pembuat klaim. Google Trends menunjukkan, orang-orang mulai mencari istilah itu secara intensif pada paruh kedua 20161Data Google Trends tentang pencarian istilah Fake News. https://trends.google.com/trends/explore?date=today%205-y&q=fake%20news (diakses 06/04/2018)..
Dalam modul ini, peserta akan belajar mengapa istilah itu a) tidak memadai untuk menjelaskan besarnya polusi informasi, dan b) mengapa istilah itu begitu problematik sehingga kita perlu menghindari penggunaannya. Frasa itu rentan dipolitisasi dan dimanfaatkan sebagai senjata untuk menyerang industri berita, sebagai cara melemahkan liputan yang tidak disukai penguasa.
UNESCO menyarankan penggunaan istilah misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Ini mencakup satire dan parodi, judul berita click-bait, dan penggunaan kutipan, visual, atau statistik yang menyesatkan. Termasuk juga konten asli yang dibagikan di luar konteksnya, konten tipuan (ketika nama jurnalis atau logo media digunakan oleh pihak lain yang tidak punya hubungan dengannya), dan konten manipulatif maupun rekaan.
Spektrum krisis ini jauh lebih kompleks daripada istilah “berita palsu”. Kita juga perlu berpikir tentang orang-orang yang membuat konten menyesatkan tersebut, apa motivasi mereka. Apa jenis konten yang mereka buat, bagaimana konten itu diterima oleh khalayak? Ketika khalayak yang sama memutuskan untuk membagikan unggahan itu, apa yang memotivasi mereka?
Ada banyak aspek terkait masalah ini, dan banyak debat yang terjadi belum mencakup kompleksitasnya. Pada akhir modul, peserta diharapkan mampu menggunakan istilah dan definisi yang sesuai dalam mendiskusikan berbagai masalah terkait “kekacauan informasi”.
Tujuan Modul:
- Menjadi konsumen informasi daring yang lebih cerdas, dengan memikirkan spektrum luas dari disinformasi dan misinformasi;
- Berpikir kritis tentang orang-orang (sering kali anonim atau penipu) yang menciptakan informasi jenis ini, formatnya, caranya ditafsirkan dan caranya menyebar;
- Memahami kompleksitas “kekacauan informasi”, khususnya kebutuhan untuk membedakan antara mereka yang menciptakan informasi jenis ini, format yang mereka gunakan, dan cara khalayak bisa membagikan pesan-pesan itu.
- Mempertimbangkan berbagai kesulitan yang kita hadapi dalam mengatasi tantangan disinformasi dan misinformasi.
- Semakin memahami masalah bagaimana ”kekacauan informasi” memengaruhi demokrasi dan masyarakat terbuka—subjek modul sebelumnya.
Pada akhir pembelajaran ini, peserta akan mampu:
- Memahami cara topik ini didiskusikan dan dikemas oleh para politikus, media berita, dan akademisi;
- Memahami bagaimana bahaya dan kepalsuan menjadi konsekuensi dari “kekacauan informasi”;
- Memahami beragam jenis misinformasi dan disinformasi serta bisa menguraikannya dalam contoh-contoh;
- Berpikir kritis tentang sebuah contoh disinformasi, lalu menjabarkan siapa yang memprakarsai dan/atau menciptakannya, seperti apa pesan itu, dan bagaimana pesan itu dapat ditafsirkan oleh khalayak;
- Menjelaskan kepada orang lain mengapa penting bagi kita untuk memikirkan masalah ini dengan saksama.