Beranda  »  Tata Laksana » Untuk Umum   »   Pilih Mana, Kerangka AI UNESCO atau OECD

Pilih Mana, Kerangka AI UNESCO atau OECD

Oleh: Melekmedia -- 14 Juli, 2025 
Tentang: ,  –  Komentar Dinonaktifkan pada Pilih Mana, Kerangka AI UNESCO atau OECD

igor omilaev kerangka ai unsplash

Dua organisasi internasional, UNESCO dan OECD, mengembangkan kerangka kerja untuk menghadapi era Akal Imitasi (AI). UNESCO fokus pada kompetensi AI untuk siswa dan guru, sementara OECD melalui AILit Framework fokusnya Melek AI bagi pelajar.

Mana yang bisa diadopsi untuk konteks Indonesia? Indonesia sudah punya visi dan kebijakan pendidikan nasional yang mendukung pengembangan pemikiran kritis dan karakter yang selaras dengan kompetensi AI, tetapi implementasinya masih butuh penyesuaian.

Banyak prasyarat harus dipenuhi. Misal tingkat literasi digital, kesenjangan infrastruktur digital antar wilayah, kesiapan dan kompetensi guru masih perlu ditingkatkan secara masif, serta kualitas dan relevansi kurikulum yang belum sepenuhnya mengintegrasikan AI.

Selain itu, regulasi dan tata kelola AI masih lemah, baik secara umum maupun di sektor pendidikan. Alokasi sumber daya serta anggaran yang substansial sangat dibutuhkan. Pun ketersediaan tenaga ahli AI di Indonesia masih terbatas, berpotensi menghambat pengembangan dan pelatihan.

Di sisi lain, kebutuhan untuk segera menyiapkan generasi mendatang dalam menghadapi era AI kian mendesak. Setiap pilihan harus ditinjau secara teliti sebelum menentukan arah kebijakan, yang berujung pada pengerahan sumberdaya untuk mencapainya.

Secara umum, kerangka versi UNESCO lebih detail pada kompetensi AI untuk siswa dan guru. Sementara OECD fokus pada Melek AI untuk siswa, meski menyinggung guru dan pengambil kebijakan. Mari tengok semesta kedua kerangka, sekaligus melihat peluang untuk kombinasi.

Sebelumnya, kami berargumen bahwa melek AI adalah prioritas yang lebih krusial. Kemampuan memahami, mengevaluasi, dan berinteraksi secara cerdas dengan AI seharusnya diwajibkan, bukan pilihan seperti yang ditetapkan untuk kurikulum Koding dan KA saat ini.

Kerangka Kompetensi AI UNESCO

Kerangka Kompetensi AI untuk Siswa (AI CFS)

AI CFS bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai untuk menjadi warga negara bertanggung jawab dan kreatif di era AI.

  • Empat Dimensi Utama:
    • Pola Pikir Berpusat pada Manusia: Memahami bahwa AI adalah ciptaan manusia dan pentingnya menjaga peran manusia.
    • Etika AI: Memahami prinsip etika dasar (misalnya, tidak membahayakan, transparansi) dan menggunakan AI secara aman.
    • Teknik dan Aplikasi AI: Mempelajari dasar-dasar AI (data, algoritma), cara menggunakan alat AI, dan membuat solusi AI sederhana.
    • Desain Sistem AI: Mengembangkan pemikiran desain sistemik, dari identifikasi masalah hingga perbaikan sistem AI.
  • Tiga Tingkat Kemajuan:
    • Pahami (Understand): Pemahaman konsep dasar.
    • Terapkan (Apply): Mampu menggunakan dan mengadaptasi AI.
    • Ciptakan (Create): Mampu merancang dan mengembangkan solusi AI.

Kerangka Kompetensi AI untuk Guru (AI CFT)

AI CFT memberdayakan guru agar bisa mengintegrasikan AI secara etis dan efektif dalam pengajaran, serta pengembangan profesional mereka.

  • Lima Dimensi Utama:
    • Pola Pikir Berpusat pada Manusia: Fokus pada peran guru dalam memastikan AI mendukung perkembangan manusia.
    • Etika AI: Guru harus memahami, menerapkan, dan berkontribusi pada aturan etika AI dalam pendidikan.
    • Dasar dan Aplikasi AI: Pengetahuan dan keterampilan operasional untuk memilih, menerapkan, dan menyesuaikan alat AI.
    • Pedagogi AI: Kompetensi untuk merancang pembelajaran berbantuan AI yang efektif dan inklusif.
    • AI untuk Pengembangan Profesional: Kemampuan guru memanfaatkan AI untuk pembelajaran seumur hidup dan kolaborasi.
  • Tiga Tingkat Kemajuan:
    • Peroleh (Acquire): Literasi AI dasar.
    • Perdalam (Deepen): Integrasi AI yang lebih mahir dalam pengajaran.
    • Ciptakan (Create): Inovasi dan kontribusi pada kebijakan AI.

Kerangka Melek AI OECD (AILit Framework)

OECD, bersama Komisi Eropa, mengembangkan “Empowering Learners for the Age of AI: An AI Literacy Framework for Primary and Secondary Education” (AILit Framework). Kerangka ini berfokus pada apa yang harus diketahui dan dapat dilakukan oleh pelajar (siswa) agar melek AI.

  • Empat Domain Utama:
    • Engaging with AI: Memahami interaksi dan dampak AI secara luas, serta cara menggunakannya secara bertanggung jawab.
    • Creating with AI: Berkolaborasi dengan alat AI untuk memecahkan masalah secara efektif, efisien, dan etis.
    • Managing AI: Memahami cara AI mengelola data, risiko privasi, dan cara mengelola penggunaan alat AI sesuai konteks.
    • Designing AI: Memahami prinsip pengembangan AI untuk membangkitkan inspirasi tentang pemanfaatan AI dalam kehidupan sehari-hari.
  • Fokus Utama: AILit Framework menekankan melek AI harus didasarkan pada informasi terpercaya, etika, dan komitmen pada kebaikan sosial. Kerangka ini akan menjadi dasar penilaian PISA 2029: Media and AI Literacy.

Kesamaan dan Perbedaan

Secara fundamental, kedua kerangka ini selaras dalam visi mereka untuk mempersiapkan individu menghadapi era AI, dengan inti pada pemahaman etis, pemikiran kritis, dan kemampuan untuk berinteraksi secara efektif dan bertanggung jawab dengan teknologi AI.

Keduanya fokus pada etika dan manusia. Menekankan pentingnya etika AI dan pendekatan yang berpusat pada manusia—AI harus melayani kesejahteraan manusia. Manusia didorong berpikir kritis terhadap AI, mengevaluasi manfaat, risiko, dan keterbatasan AI.

Keduanya mendukung pengembangan keterampilan masa kini dan masa depan seperti kolaborasi, pemecahan masalah, dan kreativitas dalam konteks AI. Ia jadi panduan global yang dapat diadaptasi secara lokal.

Perbedaannya terletak pada pendekatan, tingkat detail, dan cakupan target pengguna yang lebih spesifik pada UNESCO dibandingkan dengan pendekatan literasi yang lebih umum pada OECD.

Berikut adalah tabel perbandingan untuk memudahkan pemahaman:

Berikut versi penjelasan naratif mengenai perbedaan utama antara kedua kerangka:

  • Fokus Utama dan Cakupan Pengguna:
    • UNESCO memiliki pendekatan yang lebih terpisah dan spesifik. Mereka menyediakan dua kerangka berbeda: satu untuk siswa (AI CFS), dan satu lagi untuk guru (AI CFT).
    • OECD (AILit Framework), di sisi lain, fokusnya pada melek AI bagi siswa di tingkat pendidikan dasar dan menengah. Meskipun ada implikasi bagi guru dan pembuat kebijakan, kerangka ini tidak secara eksplisit menyediakan kerangka terpisah untuk guru.
  • Tingkat Detail dan Sifat Dokumen:
    • Kerangka UNESCO cenderung lebih detail dan preskriptif. Kompetensi diuraikan dalam dimensi dan tingkat kemajuan yang jelas, memberikan panduan yang lebih granular untuk mengembangkan dan mengajarkan kompetensi AI. Dokumen UNESCO lebih menyerupai cetak biru kurikulum dan pelatihan.
    • AILit Framework OECD sifatnya lebih luas dan berorientasi pada hasil pembelajaran. Dengan 22 kompetensi yang tersebar di empat domain, fokusnya adalah “apa yang harus diketahui dan dapat dilakukan” oleh pelajar agar melek AI, bukan “bagaimana mengajarkannya secara mendalam” di luar skenario yang disediakan. Ini membuatnya lebih fleksibel untuk diintegrasikan ke dalam kurikulum yang sudah ada.
  • Aspek Teknis dan Kedalaman:
    • UNESCO secara eksplisit mencakup dimensi “Teknik dan Aplikasi AI” serta “Desain Sistem AI” untuk siswa, yang membahas dasar-dasar AI (data, algoritma), keterampilan aplikasi, hingga pembuatan alat AI. Penekanannya lebih besar pada aspek teknis dan kemampuan co-creation.
    • OECD mencakup aspek teknis dalam domain “Create with AI” (misalnya, berpikir komputasional) dan “Design AI” (misalnya, memahami cara kerja AI). Namun, fokusnya lebih pada penggunaan dan pemahaman AI daripada rekayasa atau pengembangan AI.
  • Relevansi Pendidikan dan Pengukuran:
    • UNESCO dirancang sebagai panduan global untuk pengembangan kerangka kompetensi AI nasional dan program pelatihan guru, serta menyediakan panduan integrasi kurikuler.
    • OECD memiliki relevansi langsung dengan penilaian PISA 2029 Media and AI Literacy, secara spesifik dirancang untuk mengukur tingkat literasi AI siswa secara internasional.

Implikasi Adopsi Kerangka Kompetensi AI

Mempertimbangkan persamaan dan perbedaan kedua kerangka, adopsi salah satu atau kedua kerangka ini akan memiliki implikasi signifikan bagi sistem pendidikan di Indonesia. Berikut analisis implikasi adopsi terhadap kedua kerangka.

Implikasi Adopsi Kerangka Literasi AI OECD (AILit Framework)

Menjawab pertanyaan di awal tulisan, adopsi kombinasi terasa ideal tetapi ini strategi yang paling kompleks dan membutuhkan investasi sumber daya yang paling besar (baik dalam hal infrastruktur, pelatihan guru, pengembangan kurikulum, maupun regulasi).

Meskipun demikian, potensi manfaat jangka panjangnya jauh melampaui adopsi salah satu kerangka saja. Tantangan tersebut hanya dapat diatasi dengan perencanaan yang matang, kolaborasi multi-pihak, dan komitmen politik yang kuat.

Dengan situasi di Indonesia saat ini, kerangka OECD bisa jadi pilihan realistis. Indonesia dapat membangun fondasi etika dan pola pikir berpusat pada manusia yang kuat sambil memastikan literasi kritis dan kesiapan untuk dunia nyata.

Kerangka OECD berfokus pada “apa yang harus diketahui dan dapat dilakukan” oleh pelajar agar melek AI. Ini membuatnya fleksibel untuk integrasi ke kurikulum yang sudah ada. Adapun untuk guru, dapat diadopsi dan diselaraskan dengan kerangka dari UNESCO.

*Photo by Igor Omilaev on Unsplash

Artikel lain sekategori:

Maaf, Anda tak bisa lagi berkomentar.


Topik
Komentar
Materi Kursus