Hampir $9.8 juta dibelanjakan untuk permainan video di AS selama 2001. Permainan semacam ini telah hadir di hampir 36 juta rumah di sana (1). Dengan meningkatnya durasi bermain video game, tingkat kecanduan menjadi salah satu masalah yang jadi perhatian.
Kecanduan dapat didefinisikan sebagai “A primary, chronic disease, characterized by impaired control over the use of a psychoactive substance and/or behavior. Clinically, the manifestations occur along biological, psychological, sociological and spiritual dimensions (2).”
Terjemahan bebasnya, “Penyakit kronis primer yang ditandai dengan gangguan kontrol atas penggunaan zat psikoaktif dan/atau perilaku. Secara klinis, manifestasinya terjadi di sepanjang dimensi biologis, psikologis, sosiologis, dan spiritual.”
Sementara itu, belum ada kategori untuk kecanduan permainan video dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (3). Ini semacam manual yang dikembangkan untuk mendiagnosa kelainan psikologis. Kecanduan video game seringkali dideskripsikan berdasarkan gejala umum yang muncul dalam kategori kecanduan.
Banyak peneliti yang belum memasukkan bermain video game ke dalam kategori kecanduan, seperti yang dituliskan di artikel ini. Untuk mengenalinya sebagai gangguan mental di AS, diperlukan rekomendasi akhir dari 555 delegasi American Medical Association (AMA).
Bahkan Entertainment Software Association (ESA) menyerukan penelitian lebih lanjut tentang masalah ini. ESA mewakili industri video game global senilai tiga puluh miliar dollar. Tetapi jika kecanduan video game diberikan status gangguan mental, maka akan meringankan jalan untuk pertanggungan asuransi.
Mendefinisikan kecanduan
Perilaku kecanduan dimaksud di antaranya sulit berhenti ketika sudah bermain video game, menjadi malas untuk bekerja atau ke sekolah, mulai berbohong kepada orang-orang dekat di sekelilingnya, menurunnya perhatian terhadap kebersihan diri (seperti jadi malas mandi, atau gosok gigi).
Selain itu, menurunnya perhatian terhadap keluarga dan teman, serta terganggunya siklus hidup, misalnya menjadi jarang tidur, atau tidurnya di waktu yang tidak lazim (4). Kecanduan bermain game bisa terjadi karena dorongan psikologis yang juga memicu adrenalin si pemain.
Persepsi harus sampai tuntas (menyelesaikan tahapan yang ditawarkan permainan), menyebabkan pemain secara sadar atau tidak, memaksakan kemampuan fisik dan psikologisnya hingga tahap di luar kebiasaan normal.
Perasaan atau pengalaman memuaskan yang dipicu adrenalin, dapat membuat kecanduan sulit diatasi. Si pemain, pada level tertentu, akan terus memburu perasaan tersebut, dari satu permainan ke permainan yang lain.
Ada pula yang fanatik dengan permainan tertentu, hingga setiap kali ada pembaruan versi, para penggemarnya segera memburu permainan itu. Setiap kali pembaruan versi, permainan itu biasanya menawarkan tantangan dan fitur yang lebih menarik atau lebih canggih.
Semua bentuk kecanduan dapat membahayakan diri, dan orang-orang di sekitar si pecandu. Dalam hal ini, kecanduan pada anak dapat lebih membahayakan.
Dampaknya pada anak-anak
Anak-anak sekarang sudah banyak yang kecanduan bermain video game, baik yang offline maupun yang online. Salah satu bahaya yang mengancam adalah perilaku kekerasan, yang banyak terdapat pada permainan, dan berpotensi mempengaruhi perilaku si anak.
Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Irwin dan Gross, anak-anak yang bermain video game yang mempertontonkan kekerasan, lebih berpotensi berperilaku agresif daripada anak-anak yang memainkan game yang tidak mengandung kekerasan (6).
Temuan Calvert dan Tan juga menghasilkan kesimpulan serupa, mahasiswa yang bermain video game dengan kandungan kekerasan, dilaporkan lebih memiliki cara pandang yang penuh kekerasan (6).
Hal lain yang perlu diwaspadai dari dampak nge-game, adalah berkurangnya waktu untuk belajar, atau mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah, dan menurunnya kemampuan untuk bersosialisasi di dunia nyata.
Meskipun demikian, ada pula penelitian yang melaporkan hal yang sebaliknya, bahwa hasrat melakukan kekerasan dapat terlampiaskan di dunia virtual, sehingga tidak mewujud dalam kehidupan nyata (5).
Keuntungan selain isu kecanduan
Selain itu, dilaporkan banyak keuntungan bermain video game yang dimoderasi. Misalnya, permainan tersebut dapat meningkatkan spatial abilities, kemampuan untuk menciptakan dan menerapkan multi strategi dalam menyelesaikan masalah, dan mungkin dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir analitis (7).
Jane McGonigal, penulis dan pengembang game pernah melakukan presentasi di TED.com, dan menyatakan bahwa permainan sebenarnya dapat mengubah dunia ini menjadi lebih baik. Tesis Jane, main game yang baik dapat meningkatkan kemampuan manusia, karena banyak hal yang ditawarkan, yang tidak pernah ada dalam dunia nyata.
Misalnya berbagai bentuk penghargaan, perasaan optimistis, semangat saling membantu tanpa melihat perbedaan, dan banyak hal lain. Jane McGonigal dan studinya menciptakan sebuah game bekerja sama dengan Bank Dunia, bernama Urgent Evoke, untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial di Afrika.
Melalui blog realityisbroken.org, Jane mengkampanyekan penggunaan game yang bermanfaat.
Mendeteksi “kecanduan” main game
Terlepas dari perdebatan para ahli, bagaimana mengetahui bahwa anak-anak sudah “kecanduan” video game? Ada beberapa pertanyaan yang dapat dijawab sebagai bahan pengamatan, misalnya:
- Seberapa sering kita/anak-anak memikirkan video game?
- Apakah perilaku buruk dalam video game yang dimainkan sudah mulai tampak nyata dalam perilaku sehari-hari?
- Apakah kita/anak-anak sudah mulai mengabaikan kewajiban, atau orang-orang di sekelilingnya ketika bermain video game?
Jika lebih banyak jawaban “Ya” yang kita dapatkan, maka kita atau anak-anak kita, harus mulai melakukan evaluasi diri.
Bermain video game seharusnya kegiatan yang menyenangkan, perlu jatah waktu yang jelas untuk memainkannya. Orang tua sebaiknya memberi jatah waktu khusus, dan memberinya bonus jika jatah tersebut tidak digunakan oleh anak dengan melakukan hal lain yang lebih bermanfaat.
Anak akan belajar bahwa pemanfaatan waktu untuk video game tidak lebih baik daripada mengerjakan PR atau bermain di luar bersama teman-temannya. Selain itu, orang tua sebaiknya juga mencari tahu dan memberi saran, permainan apa saja yang aman untuk anak-anak mereka.
*Gambar: airbornegamer.com | Referensi: Video Game Addiction: Do we need a Video Gamers Anonymous? | Video Game Addiction | Treating Starcraft addiction with antidepressants
Aduh. Jadi teringat awal-awal masa kuliah yg habis utk main Championship Manager & Football Manager. Sedangkan hal yang membuat saya berhenti main game tersebut adalah ketika Juventus didegradasi ke seri B krn kasus calciopoli. Jadi males mainnya krn harus mulai dr seri B. Lamaa…. :))
Wakaka…. Ternyata situ Juventini juga yak? Saya mah dulu maen FM dan Sim City. Sekarang udah males, krn yang nambah cuma fiturnya, Maennya mah ditu-gitu aja… :))
Zaman nya Nitendo game, rengek rengek minta di beliin pas abis di sunat waktu SD…
Ibu saya malah neglarang maen game waktu kecil, haha