Aplikasi medis berjaya sementara gim seluler loyo pada kuartal pertama 2022. Kedigdayaan TikTok berlanjut sebagai aplikasi terbanyak diunduh.
Analisis dilakukan Sensor Tower terhadap 100 aplikasi paling banyak digunakan di seluruh dunia dari setiap kategori. Aplikasi pada kategori Medis mendulang kenaikan lebih dari dua kali lipat.
Kenaikan dibandingkan dengan periode Q1 2021 itu tak lepas dari pandemi yang masih melanda. Aplikasi seperti PeduliLindungi dari Indonesia, COOV dari Korea Selatan, dan Conecte SUS dari Brasil, paling menonjol.
Kategori lain tak mengalami kenaikan sepesat kategori Medis. Aplikasi Navigasi dengan pertumbuhan tertinggi kedua, “hanya” naik 23,5 persen, dan Travel di urutan ketiga dengan pertumbuhan 19 persen.
Hampir semua kategori yang diteliti mengalami peningkatan penggunaan, kecuali di kategori Cuaca, Gaya Hidup, Berita, dan Gim. Gim seluler bahkan mengalami penurunan penggunaan paling signifikan dibandingkan dengan Q1 2021, menurun hingga 3,8 persen.
Sementara dari sisi aplikasi, TikTok (termasuk Douyin di iOS di Cina), bertahan sebagai aplikasi non-game terlaris secara keseluruhan.
TikTok juga menjadi aplikasi dengan unduhan terbanyak, berdasarkan data gabungan dari pasar aplikasi iOS dan Android. Di App Store dan Google Play, TikTok mencapai lebih dari 186 juta penginstalan secara global.
Adapun Meta mempertahankan posisinya di puncak Google Play. Pada 2021, Facebook adalah aplikasi paling banyak diunduh di Google Play, sementara kuartal-1 2022 ini posisinya digeser Instagram, dengan 125,8 juta penginstalan pertama kali.
Aplikasi milik Meta mungkin masih terpopuler, tetapi unduhan TikTok terus meningkat, yang akan menimbulkan ancaman bagi tim Meta. Saat mereka tengah berusaha merintis masa depan lewat metaverse, jumlah pengguna Facebook melambat sementara Instagram belum buka-bukaan.
Perkembangan TikTok tak meleset jauh dari prediksi data.ai: “Kami memperkirakan TikTok melampaui tonggak 1,5 miliar MAU pada 2022, dan baru 1 kuartal pada 2022, TikTok telah melampaui prediksi itu.”
TikTok disebut tak hanya memiliki basis pengguna yang berkembang pesat, aplikasi ini juga telah mendorong keterlibatan mendalam—dengan pengguna global di luar Cina menghabiskan waktu rata-rata 19,6 jam per bulan menggunakan aplikasi ini selama 2021.
TikTok dan kontroversinya
Capaian PeduliLindungi dan TikTok dalam laporan Sensor Tower barusan, di sisi lain mengingatkan pada kontroversi masing-masing.
TikTok dibelit cerita tentang algoritme yang menekan “pembuat jelek dan miskin” hingga Presiden Donald Trump yang ingin melarangnya di AS. Namun, tak menyurutkan hasrat kaum muda penggunanya.
Perwakilan TikTok dicecar pertanyaan sulit saat memenuhi panggilan Kongres AS menyangkut keamanan data pengguna, Oktober tahun lalu.
Michael Beckerman, kepala kebijakan publik TikTok untuk AS, menjadi eksekutif pertama dari TikTok yang dihadirkan Kongres. Partai Republik secara khusus menekan Beckerman pada kekhawatiran tentang pengelolaan perusahaan terhadap data pengguna.
Beckerman berkukuh TikTok tidak memberikan informasi kepada pemerintah Cina, dan telah berusaha untuk melindungi data pengguna asal AS. Dugaan menguat karena Pemerintah Cina menguasai 1 persen saham di perusahaan pemilik TikTok, ByteDance.
Aplikasi pembuat video ini menjanjikan membangun sistem pengelolaan data pengguna dari AS di wilayah AS. Upaya ini dikenal secara internal sebagai “Proyek Texas”, menanggapi kekhawatiran regulator bahwa pemerintah Cina dapat mengakses informasi sensitif tentang warga AS.
Meski begitu, laporan BuzzFeed akhir Maret silam menyebut Director of Global Corporate Communications TikTok, Maureen Shanahan, tidak mengiyakan atau membantah.
“TikTok berkomitmen melindungi privasi dan keamanan komunitas kami. Data pengguna disimpan di pusat data di AS dan Singapura, dan kami berinvestasi dalam keamanan data sebagai bagian dari pekerjaan kami untuk menjaga keamanan pengguna dan informasi mereka,” katanya.
ByteDance yang jadi sorotan, didirikan pada Maret 2012 oleh Zhang Yiming. Mereka terkenal lantaran aplikasi seluler bernilai hiburan. Bersaing dengan raksasa teknologi Cina lainnya seperti Alibaba, Baidu dan Tencent.
Dalam dokumen ByteDance yang bocor bertarikh Juni 2019 mengatakan mayoritas pengguna TikTok (69 persen) berasal dari Generasi Z (usia 16 hingga 24), sementara 25 persen berusia 25 tahun ke atas. Sebagian besar pengguna adalah perempuan (60 persen).
Zhang Yiming mengundurkan diri dari jabatan CEO ByteDance akhir tahun lalu. Meski telah diumumkan sejak Mei, kepergian pria berusia 38 tahun itu tak ayal menimbulkan spekulasi, menyusul serentetan pengunduran diri tokoh sentral di sektor teknologi asal Cina.
Pemerintah Cina ditengarai meningkatkan pengawasan dan regulasi terhadap pengusaha terkemuka di industri tersebut. Sebelumnya, Jack Ma dari Alibaba sempat “menghilang” tiga bulan setelah mengkritik kebijakan ketat pemerintah Cina itu.
Bayang-bayang isu data pribadi
Di dalam negeri, ELSAM mengkritik PeduliLindungi telah menyalahi prinsip perlindungan data pribadi karena semakin terintegrasi dengan layanan komersial—meski awalnya untuk pengawasan kesehatan terkait pandemi.
Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Miftah Fadhli dalam Katadata (23/3/2022) menilai pergeseran fungsi ini mencerminkan nihilnya fungsi evaluasi dan pengawasan perlindungan data pribadi.
PeduliLindungi awalnya diciptakan untuk kepentingan pengamatan kesehatan masyarakat. Namun, aplikasi tersebut saat ini terintegrasi dengan layanan seperti Gojek, Shopee, Tokopedia, dan Traveloka.
Ia memiliki fungsi Tracing, Tracking, Fancing melalui infrastruktur, sistem dan aplikasi telekomunikasi yang terhubung dengan data center dalam negeri. Aplikasi yang diciptakan untuk sektor kesehatan ini tidak seharusnya terintegrasi dengan layanan komersial.
Meski demikian, pengamat keamanan data dari Digital Forensic Indonesia (DFI) Ruby Alamsyah menilai integrasi PeduliLindungi dengan beberapa aplikasi milik pihak ketiga masih dalam kategori aman dalam melindungi data pribadi masyarakat.
“Ini lumrah dan sering dilakukan banyak platform, contohnya Dukcapil, punya API pada aplikasi pemerintah atau swasta yang memerlukan verifikasi data masyarakat. Konsepnya mereka menjawab iya atau tidak sehingga Dukcapil tidak memberikan data pribadi, hanya konfirmasi,” katanya kepada Bisnis.com (6/10/2021).
Kekhawatiran terhadap praktik PeduliLindungi, seiring dengan tidak jelasnya nasib RUU Perlindungan Data Pribadi. Pembahasannya buntu karena perbedaan pendapat antara pemerintah dan DPR mengenai kelembagaan pengawas data pribadi.
*Photo by Ron Lach