
Pernyataan Mendikdasmen (Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah) yang menyebut gim seperti Roblox berpotensi memicu perilaku kekerasan dan “mager” (malas gerak) pada anak menarik untuk kita ulas. Game manakah yang dimaksud Pak Menteri?
Untuk memahami isu ini, kita harus mengenal apa itu Roblox. Roblox bukanlah satu permainan tunggal, melainkan sebuah platform digital yang masif. Bayangkan seperti video di YouTube, tetapi untuk permainan.
Di sini, jutaan bahkan miliaran pengguna bisa bermain ribuan “pengalaman” atau gim berbeda yang sebagian dibuat komunitas pengguna. Mereka juga bisa menjadi pembuat gim sendiri menggunakan alat yang disediakan, yaitu Roblox Studio.
Beberapa contoh adalah My Restaurant, yang memungkinkan pengguna membangun dan menjalankan restoran sendiri; Theme Park Tycoon 2, permainan dari Rollercoaster Tycoon Series; atau Tower Defense Simulator, untuk melawan serbuan musuh bersama pengguna lain.
Ini menjadikannya ekosistem unik yang menggabungkan hiburan, kreativitas, dan interaksi sosial. Meski begitu, orang tua punya alasan untuk khawatir di tengah maraknya berita tentang bahaya dunia digital.
Menurut ulasan dari situs Common Sense Media, Roblox bisa mengandung unsur kekerasan meski sudah ada moderator yang mengontrol konten. Mereka memberi rating 4 dari 5 soal isu kekerasan di Roblox. Platform ini diberi batasan usia pengguna di atas 13 tahun.
Kenyataannya, data 2024 menunjukkan sekitar 40% pengguna berusia di bawah 13 tahun. Ini perlu pengawasan orang tua izin yang selektif untuk anak dalam mengakses platform. Jutaan gim dan lingkungan interaktif, sebagian dibuat pengguna aktif yang mencapai 85 juta per bulan.
Salah satu catatan penting dari Revealing Reality adalah, pengguna Roblox bercampur dari yang usia 5 tahun hingga usia dewasa. Mereka bisa berinteraksi saat berada dalam permainan yang sama. Inilah yang harus jadi perhatian orang tua.
Dalam ujicoba mereka, Revealing Reality membuat akun berusia 9 tahun dan satu lagi 42 tahun. Kedua akun kemudian bergabung dalam satu gim yang sama, bisa saling mengundang dan berkomunikasi lewat fitur ngobrol untuk publik (public chat).
Saat menggunakan akun berusia 13, pilihan untuk berkomunikasi nambah: Bisa berkomunikasi lewat suara dan bertukar pesan secara privat. Yang diperlukan hanya memasukkan nomor telepon—tanpa verifikasi usia, tanpa persetujuan orang tua.
Di sisi lain, platform ini telah berkembang menjadi ekosistem kompleks yang menawarkan lebih dari sekadar permainan. Lalu, apakah Roblox adalah pemicu atau hanya kambing hitam dari masalah yang lebih besar?
Roblox: Antara Fakta dan Mitos
Kekhawatiran tentang hubungan antara video game dan perilaku agresif bukanlah hal baru, tetapi isu ini tidak sesederhana korelasi sebab-akibat. Berbagai penelitian telah dilakukan, dan hasilnya sering kali terbelah.
Ada studi yang menunjukkan korelasi positif antara bermain game dengan unsur kekerasan dan peningkatan perilaku agresif, terutama jika durasi bermainnya sangat tinggi. Namun, banyak pakar psikologi dan studi lain berpendapat bahwa gim bukanlah penyebab tunggal.
Secara umum, gim lebih sering menjadi “katalis”, faktor yang mendorong atau memperkuat faktor lain dalam memengaruhi anak—misalnya lingkungan keluarga, karakter bawaan, dan pengaruh teman sebaya.
Dengan kata lain, anak yang rentan terhadap perilaku agresif mungkin akan menemukan ekspresi dari kecenderungan tersebut di dalam gim, tetapi gim itu sendiri bukanlah akar masalahnya.
Platform seperti Roblox telah mengaktifkan mekanisme pengawasan dan keamanan untuk melindungi pengguna. Roblox memiliki sistem filter obrolan otomatis yang memblokir kata-kata atau frasa tidak pantas.
Selain itu, fitur Parental Controls memungkinkan orang tua mengambil alih kendali atas akun anak mereka. Orang tua dapat mengunci pengaturan akun dengan PIN khusus, membatasi komunikasi anak dengan pengguna lain, dan hanya mengizinkan anak bermain dengan tingkat kedewasaan konten yang sesuai (misalnya, All Ages, 9+, 13+).
Orang tua bahkan bisa mengelola siapa saja yang boleh menjadi teman anak mereka. Dengan fitur ini, isu kekerasan atau konten tidak pantas dapat diminimalisasi jika orang tua berperan aktif. Meski begitu, semua itu bukan jaminan karena satu-dua insiden tetap bisa terjadi.
Jadi, masalah mungkin bukan sepenuhnya pada platform, melainkan pada kurangnya pengawasan yang efektif dari orang tua dalam mengoptimalkan fitur-fitur yang sudah tersedia.
Peran Kunci Orang Tua di Era Digital
Alih-alih melarang atau menyita gadget, pendekatan yang lebih konstruktif adalah mengedukasi dan mendampingi. Peran orang tua di era digital tidak lagi sebatas membatasi, melainkan menjadi mitra yang memahami dan terlibat dalam dunia anak.
Ini membangun jembatan komunikasi yang kuat dan mengajarkan anak tentang tanggung jawab digital, sebuah keterampilan yang akan mereka butuhkan seumur hidup. Meski, kenyataannya tidak semudah teori, karena orang tua seringkali terbatas waktu dalam mendampingi.
Berikut adalah beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan orang tua:
- Komunikasi Terbuka: Ajak anak berdiskusi tentang game yang mereka mainkan, bukan hanya melarang. Tanyakan pertanyaan spesifik seperti, “Apa yang membuat game ini seru bagimu?”, “Apa yang kamu rasakan ketika bermain?”, atau “Siapa saja teman-teman yang sering kamu temui di sana?”. Mendengarkan cerita anak dapat membantu orang tua memahami motivasi mereka dan mengidentifikasi potensi masalah lebih awal.
- Aturan yang Jelas: Buat kesepakatan bersama mengenai batas waktu bermain dan jenis konten yang boleh diakses. Aturan ini harus konsisten dan disepakati bersama agar anak merasa dilibatkan, bukan dikontrol. Gunakan fitur Parental Controls yang disediakan oleh platform untuk menegakkan aturan ini secara teknis, misalnya dengan mengatur batasan waktu bermain harian.
- Pahami Platformnya: Jangan ragu untuk mencoba bermain atau setidaknya memahami cara kerja Roblox. Dengan membuat akun sendiri, orang tua dapat merasakan langsung interaksi dan jenis pengalaman yang tersedia. Ini bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan dan membuka wawasan baru, yang memungkinkan orang tua untuk mengidentifikasi potensi masalah dan menawarkan solusi yang relevan, atau bahkan menemukan sisi edukatif dari game tersebut.
Dengan cara ini, orang tua tidak hanya melindungi anak, tetapi juga membangun kepercayaan dan mengajarkan tanggung jawab digital sejak dini. Namun, lagi-lagi, kenyataan jauh lebih rumit, karena banyak orang tua kehilangan banyak waktu bersama anak untuk mencari nafkah.
Roblox sebagai Alat Belajar dan Kreativitas
Terlepas dari sisi negatif yang sering disorot, Roblox memiliki potensi besar sebagai alat pembelajaran yang interaktif dan kreatif. Platform ini dibangun di atas fondasi Roblox Studio, sebuah lingkungan pengembangan game yang menggunakan bahasa pemrograman Lua.
Ini adalah kesempatan unik bagi anak-anak untuk beralih dari sekadar konsumen menjadi kreator. Di Roblox anak-anak dan remaja tidak hanya menjadi pemain, tetapi juga menjadi kreator.
Beberapa kisah sukses pengembang muda di Roblox menunjukkan bagaimana mereka tidak hanya mendapatkan penghasilan dari gim yang mereka buat, tetapi juga belajar keterampilan berharga yang relevan dengan masa depan:
- Keterampilan Teknis: Mereka belajar dasar-dasar koding, logika pemrograman, dan desain 3D. Misalnya, mereka akan belajar konsep-konsep pemrograman seperti variabel, perulangan (loops), dan pernyataan bersyarat (conditional statements). Ini adalah fondasi kuat untuk karier di bidang ilmu komputer dan teknologi.
- Kewirausahaan: Roblox memiliki ekonomi virtual yang terorganisir. Melalui program Developer Exchange, kreator dapat menukar mata uang virtual Robux yang mereka dapatkan dari penjualan item di game menjadi uang nyata. Dengan menjual item virtual, mengelola server, dan mempromosikan gim, mereka belajar tentang ekonomi, pemasaran, dan manajemen komunitas layaknya menjalankan bisnis kecil.
- Kolaborasi: Banyak gim di Roblox dikembangkan oleh tim yang terdiri dari individu-individu dari berbagai belahan dunia. Ini melatih kemampuan anak dalam bekerja sama secara virtual, berkomunikasi secara efektif, dan menyelesaikan masalah bersama dalam lingkungan global, sebuah keterampilan yang sangat penting di dunia kerja modern.
Selain itu, Roblox juga bisa digunakan dalam dunia pendidikan formal, seperti di beberapa universitas dan program edukasi, sebagai alat simulasi untuk mata pelajaran sains, matematika, atau bahkan sebagai sarana pembelajaran bahasa dan sejarah melalui pengalaman interaktif.
Kekhawatiran Pak Menteri Abdul Mu’ti terhadap dampak Roblox pada anak adalah pengingat penting bagi semua pihak, terutama orang tua. Namun, melarang atau menyalahkan gim secara menyeluruh adalah pendekatan yang terlalu simplistis dan mengabaikan kompleksitas isu ini.
Masalah sesungguhnya bukanlah gim itu sendiri, melainkan bagaimana kita sebagai masyarakat, terutama orang tua dan pendidik, beradaptasi dengan era digital.
Dengan pendekatan yang seimbang—yaitu pengawasan aktif, komunikasi terbuka, dan pemanfaatan sisi positifnya—kita dapat mengubah platform seperti Roblox dari potensi ancaman menjadi sebuah kesempatan emas untuk belajar, berkreasi, dan tumbuh di abad ke-21.
*Photo by Oberon Copeland via Unsplash
Komentar Anda?