Literasi media atau melek media sudah saatnya masuk dalam pendidikan formal. Pendidikan melek media mutlak dibutuhkan pada abad media ini.
Sebagai pendekatan, melek media seharusnya dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran yang relevan, misalnya pelajaran bahasa, sosiologi, dsb. Ia tidak harus berdiri sendiri, tetapi dapat diintegrasikan.
Beberapa teknologi dalam media sosial bahkan bisa dimanfaatkan sebagai media dan metode pembelajaran baru. Contohnya dipraktikkan oleh Michael Wesch, Associate Professor Antropologi Budaya di Kansas State University.
Berikut ini tulisan Dr. Yasir, M.Si, dosen Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Riau. Ia memaparkan kenapa pendidikan melek media krusial saat ini.
James Potter, dalam bukunya yang berjudul “Media Literacy” (Potter, 2001), mengatakan bahwa media literacy adalah sebuah perspekif yang digunakan secara aktif ketika, individu mengakses media dengan tujuan untuk memaknai pesan yang disampaikan oleh media.
Di sisi lain, Allan Rubin menawarkan tiga definisi mengenai media literacy. Pertama dari National Leadership Conference on Media Literacy (Baran and Davis, 2003) yaitu kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan.
Berikutnya dari ahli media, Paul Messaris, yaitu pengetahuan tentang bagaimana fungsi media dalam masyarakat. Lalu dari peneliti komunikasi massa, Justin Lewis dan Shut Jally, yaitu pemahaman akan batasan-batasan budaya, ekonomi, politik dan teknologi terhadap kreasi, produksi dan transmisi pesan.
Definisi-definisi tersebut menekankan pada pengetahuan spesifik, kesadaran dan rasionalitas, yaitu proses kognitif terhadap informasi. Fokus utamanya adalah evaluasi kritis terhadap pesan.
Ia menilai pendidikan melek media yang ada di Indonesia, masih sebatas gerakan yang belum terstruktur. Gerakan gerakan tersebut dilakukan melalui seminar, road show, dan kampanye-kampanye mengenai melek media.
Padahal, pendidikan melek media menurut hemat dia tidak cukup bila disampaikan hanya dalam seminar berdurasi dua jam, atau dalam kampanye dan roadshow selama seminggu.
Dibandingkan dengan negara maju, pendidikan melek media sudah menjadi agenda yang penting dengan memasukkannya ke dalam satuan kurikulum pendidikan. Inggris, Jerman, Kanada, Perancis, dan Australia merupakan contoh negara yang telah melaksanakan pendidikan melek media di sekolah.
Di Indonesia, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku memberikan peluang untuk pendidikan melek media masuk ke dalam kurikulum, karena KTSP memiliki sub-komponen yang mendukung, yaitu mata pelajaran dan pendidikan kecakapan hidup.
Pendidikan melek media dapat dijadikan satu mata pelajaran sendiri, karena struktur kurikulum tingkat sekolah dapat dikembangkan dengan cara memanfaatkan jam tambahan untuk menambah jam pembelajaran pada mata pelajaran tertentu atau menambah mata pelajaran baru.
Pada komponen pendidikan kecakapan diri, pendidikan melek media tidak menjadi satu mata pelajaran tersendiri, tetapi substansinya menjadi bagian integral dalam beberapa mata pelajaran yang memungkinkan.
Sekolah bersama dengan komite sekolah dapat bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah.