Beranda  »  Artikel » Media Baru   »   Akal Imitasi yang Bertindak Mandiri

Akal Imitasi yang Bertindak Mandiri

Oleh: Melekmedia -- 18 Juli, 2025 
Tentang: ,  –  Komentar Anda?

patrick collins agentic ai unsplash

Pernah membayangkan kecerdasan buatan yang tidak hanya merespons perintah Anda, tetapi juga dapat berpikir, merencanakan, dan bertindak secara mandiri untuk mencapai suatu tujuan? Itulah konsep di balik terobosan baru, Agentic AI (Akal Imitasi Agentik).

Akar konseptual dari “agen” dalam AI berakar pada pertengahan abad ke-20 dengan karya-karya pionir seperti Alan Turing tentang kecerdasan mesin dan Norbert Wiener tentang sistem umpan balik. Konsep “agen cerdas” kemudian mendapatkan perhatian lebih besar pada 1990-an.

Namun, istilah “Agentic AI” dalam konteks modern dipopulerkan oleh Andrew Ng. Ia merujuk pada sistem AI dengan kemampuan agensi untuk secara otonom menyesuaikan tindakan demi tujuan spesifik. Pemicu utama kemunculan Agentic AI ini adalah evolusi Large Language Models ( (LLM).

Teknologi ini mampu bernalar, merencanakan, dan menggunakan alat secara mandiri, serta kebutuhan akan otomatisasi yang lebih canggih di berbagai sektor. Dalam hal ini, LLM adalah tulang punggung dari sebagian besar Generative AI berbasis teks, atau gambar.

Penting untuk membedakan antara Agentic AI dan Generative AI, meskipun keduanya seringkali saling melengkapi dan Generative AI sering menjadi komponen kunci dalam sistem Agentic AI.

Generative AI (AI Generatif) berfokus pada penciptaan konten baru dan orisinal berdasarkan data yang telah dipelajari, seperti teks, gambar, audio, atau video. Mereka seperti “otak” yang memprediksi dan menghasilkan teks atau gambar yang koheren dan relevan dengan prompt pengguna.

Contohnya meliputi ChatGPT untuk teks atau DALL-E untuk gambar, yang pada dasarnya adalah “pencipta”. Meski begitu, teknologi ini tidak punya kreativitas yang cukup untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar original. Sangat tergantung bahan yang pernah dipelajari.

Dalam Agentic AI, peran LLM sebagai “otak utama” atau “pusat kendali” bagi agen, memberi kemampuan memahami instruksi kompleks, memecah tujuan menjadi sub-tugas, merencanakan urutan tindakan, dan bahkan belajar dari kesalahan.

Singkatnya, Generative AI adalah tentang menciptakan sesuatu, sedangkan Agentic AI adalah tentang bertindak untuk mencapai tujuan, seringkali dengan memanfaatkan kemampuan penciptaan dari Generative AI: Mengorganisir cara kerja agen GenAI.

Apa itu Agentic AI?

AI Agentik dan kelebihannya

Sederhananya, Agentic AI adalah sistem kecerdasan buatan otonom yang dapat melakukan tugas secara independen. Bayangkan asisten pribadi yang tidak perlu Anda beritahu setiap langkahnya.

Dia dapat memahami tujuan akhir Anda dan secara mandiri mencari cara terbaik untuk mencapainya. Ini berarti Agentic AI berfokus utama pada pengambilan tindakan otonom dan proaktif untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, tanpa perlu diberi perintah yang terlalu spesifik.

Untuk menjalankan fungsinya, Agentic AI menggunakan kemampuan Generative AI (terutama LLM) sebagai “otak” utamanya. LLM memungkinkan agen ini untuk bernalar, merencanakan, dan memutuskan tindakan, kemudian melaksanakannya di lingkungan nyata atau digital.

Lebih dari itu, LLM juga memungkinkan “pelaku” atau “agen” berinteraksi dengan alat eksternal (seperti API atau database) untuk mengumpulkan informasi atau melaksanakan tindakan. Bayangkan asisten yang tidak hanya menulis email tetapi juga mengirimkannya, dan bahkan merespons balasan yang masuk secara otomatis.

Sistem Agentic AI juga dapat melibatkan pengaturan multi-agen, saat beberapa AI bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas yang kompleks. Kemampuan ini krusial dalam mengelola serangkaian langkah yang rumit dan saling terkait, yang seringkali sulit diotomatisasi dengan AI tradisional.

Intinya, Agentic AI menjalankan tugas-tugas yang memerlukan otomatisasi dan pengambilan keputusan cerdas. Ia menawarkan efisiensi karena kemampuannya untuk bertindak mandiri, sehingga dapat menyelesaikan tugas lebih cepat dan dengan intervensi manusia yang minimal.

Dengan demikian, peran manusia mungkin akan lebih bergeser ke pengawasan, sementara kendali AI akan makin besar pada tugas-tugas operasional.

Keunggulan lainnya adalah kemampuan self-improvement. Ini berarti AI agentik dapat menjadi lebih baik dalam menjalankan tugasnya seiring berjalannya waktu, tanpa perlu pemrograman ulang yang konstan.

Ia bisa “belajar dari pengalaman” untuk meningkatkan efisiensinya, mirip dengan kemampuan metakognitif pada manusia.

Selain itu, Agentic AI mampu mengevaluasi situasi dan membuat keputusan yang tepat secara real-time, bahkan dalam kondisi tak terduga. Di sinilah perannya sangat membantu manusia dalam memecahkan masalah secara cepat, misalnya bagi pilot saat menerbangkan pesawat dalam situasi darurat.

Memahami “Agen” dalam Agentic AI

Ketika menyinggung tentang “multi-agen“, itu berarti ada beberapa agen AI individual yang bekerja secara bersamaan. Setiap agen mungkin memiliki peran atau spesialisasi tertentu.

Mereka dapat berinteraksi, berkoordinasi, dan berkomunikasi satu sama lain untuk menyelesaikan tugas atau mencapai tujuan yang lebih besar dan kompleks, yang mungkin tidak dapat diselesaikan oleh satu agen saja.

Misalnya, dalam sebuah sistem manajemen rantai pasokan multi-agen, satu agen mungkin bertanggung jawab atas pemesanan bahan baku, agen lain mengelola logistik pengiriman, dan agen ketiga memantau kepuasan pelanggan, semuanya bekerja sama untuk mengoptimalkan seluruh proses.

Dalam konteks Agentic AI, sebuah “agen” merujuk pada entitas kecerdasan buatan individual yang memiliki karakteristik utama:

  1. Persepsi (Perception): Agen dapat mengamati lingkungannya. Ini berarti mereka dapat menerima dan menginterpretasikan data atau informasi dari dunia nyata atau lingkungan digital mereka. Misalnya, agen dapat “melihat” data penjualan, “mendengar” perintah suara, atau “membaca” teks dari dokumen.
  2. Penalaran (Reasoning): Berdasarkan informasi yang dipersepsikan, agen memiliki kemampuan untuk memproses, menganalisis, dan membuat keputusan. Mereka menggunakan model internal, aturan, atau algoritma pembelajaran mesin untuk memahami situasi dan menentukan tindakan terbaik.
  3. Tindakan (Action): Setelah penalaran, agen dapat melakukan tindakan di lingkungannya. Tindakan ini bisa berupa mengirim email, mengubah pengaturan sistem, menggerakkan robot, atau menghasilkan laporan.
  4. Otonomi (Autonomy): Agen beroperasi tanpa intervensi manusia yang konstan. Mereka dapat membuat keputusan dan bertindak sendiri untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
  5. Reaktivitas (Reactivity): Agen dapat merespons perubahan di lingkungannya secara real-time.
  6. Proaktivitas (Proactivity): Agen tidak hanya bereaksi terhadap lingkungan, tetapi juga mengambil inisiatif untuk mencapai tujuannya.
  7. Interaksi Sosial (Social Ability): Dalam sistem multi-agen, agen dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan agen lain atau bahkan dengan manusia untuk berkolaborasi atau bernegosiasi.

Kritik dan Tantangan Agentic AI

Mengembangkan dan mengelola sistem Agentic AI yang tangguh (robust) dan aman sangat kompleks. Ini membutuhkan keahlian tinggi, infrastruktur canggih, dan pemantauan berkelanjutan untuk memastikan agen beroperasi sesuai harapan dan etika.

Meskipun potensinya sangat menjanjikan, ada beberapa kritik dan tantangan signifikan yang perlu dipertimbangkan. Misalnya terkait risiko keamanan dan privasi. Agentic AI seringkali memerlukan akses ke data sensitif untuk beroperasi secara efektif.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang potensi kebocoran data, penyalahgunaan, atau serangan siber. Misalnya, agen yang disusupi dapat mengakses informasi rahasia atau melakukan tindakan yang tidak sah.

Artikel di ActiveFence dan Forbes menyoroti risiko shadow AI (penggunaan AI tanpa pengawasan IT) dan potensi hallucination yang dapat menyebabkan kesalahan atau informasi menyesatkan.

Dengan peran yang lebih besar, lebih otonom, muncul pertanyaan tentang siapa yang bertanggung jawab ketika agen AI membuat kesalahan atau menghasilkan konsekuensi yang tidak diinginkan.

Dalam sistem multi-agen yang dianut Agentic AI, kian sulit melacak dan mengaudit tindakan agen yang kompleks. The World Economic Forum menekankan pentingnya pedoman etika dan tata kelola data yang kuat.

Dari sisi ongkos produksi, Gartner memprediksi bahwa lebih dari 40% proyek Agentic AI akan dibatalkan pada akhir 2027 karena tingginya biaya pengembangan dan ketidakjelasan nilai bisnis (ROI) yang dihasilkan.

Seperti halnya teknologi otomatisasi lainnya, Agentic AI menimbulkan kekhawatiran tentang potensi hilangnya pekerjaan manusia di berbagai sektor karena tugas-tugas yang sebelumnya dilakukan oleh manusia kini dapat diotomatisasi.

Kritik-kritik ini menunjukkan bahwa meskipun Agentic AI menawarkan peluang besar, implementasinya memerlukan pertimbangan matang terhadap risiko, tantangan teknis, dan implikasi sosial-etisnya.

Masa Depan Agentic AI

Microsoft Discovery

Salah satu area di mana Agentic AI menunjukkan potensi besar adalah dalam penemuan ilmiah dan penelitian. Contohnya platform Microsoft Discovery. Platform ini dirancang untuk mempercepat penelitian ilmiah dengan memungkinkan agen AI bekerja sama dengan ilmuwan manusia.

Melalui Microsoft Discovery (MD), agen-agen AI dapat secara otonom merumuskan hipotesis berdasarkan data dan pengetahuan yang luas. Agen dapat mengusulkan hipotesis baru yang mungkin membutuhkan waktu berbulan-bulan bagi manusia untuk menemukannya.

Proyek MD juga mengembangkan agen yang dapat merancang serangkaian eksperimen untuk menguji hipotesis dan bahkan mensimulasikan hasilnya, seperti yang terlihat dalam penemuan material baru.

Setelah “eksperimen” selesai (baik secara fisik maupun simulasi), agen pun dapat menganalisis data yang dihasilkan, mengidentifikasi pola, dan menarik kesimpulan. Proses yang biasanya butuh berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, dapat diselesaikan dalam hitungan jam atau hari.

Microsoft telah menggunakan Agentic AI untuk menyaring jutaan kandidat material dan menemukan material baru yang dapat mengurangi penggunaan litium dalam baterai hingga 70%, serta menemukan cairan pendingin baru untuk pusat data yang lebih ramah lingkungan.

DeepMind’s AlphaFold

Contoh terkemuka lainnya dalam penemuan ilmiah adalah AlphaFold yang dikembangkan oleh DeepMind (sekarang bagian dari Google AI). Meski, tidak secara eksplisit disebut sebagai “agen” dalam arsitektur multi-agen.

AlphaFold menunjukkan kemampuan agentik dalam memecahkan salah satu tantangan terbesar dalam biologi: prediksi struktur protein. Secara otonom ia dapat menganalisis urutan asam amino, dan memprediksi struktur 3D protein.

Menggunakan model AI yang sangat canggih, ia dapat memprediksi bagaimana protein menjadi struktur tiga dimensi yang kompleks. Akurasi prediksinya telah merevolusi bidang biologi struktural, memungkinkan para ilmuwan untuk lebih cepat memahami fungsi protein, mekanisme penyakit, dan merancang obat-obatan baru.

AlphaFold menunjukkan bagaimana sistem AI dengan kemampuan penalaran dan tindakan otonom dapat secara signifikan mempercepat penemuan ilmiah di bidang biologi dan kedokteran.

*Photo by Patrick Collins on Unsplash

Artikel lain sekategori:

Komentar Anda?


Topik
Komentar
Materi Kursus