Beranda  »  Sorotan Media   »   China Wajibkan Pendidikan AI di Sekolah

China Wajibkan Pendidikan AI di Sekolah

Oleh: Melekmedia -- 25 Agustus, 2025 
Tentang: ,  –  Komentar Anda?

a view of a building through an archway

China kembali menggebrak dunia pendidikan dengan keputusan berani yang berpotensi mengubah lanskap global: Per September 2025 seluruh siswa sekolah dasar dan menengah di negara tirai bambu wajib mengikuti pelajaran akal imitasi (AI) minimal 8 jam per tahun akademik.

Kebijakan revolusioner ini dimulai bertahap dari Beijing sebagai pilot project, lalu diperluas ke seluruh negeri. Bayangkan, ratusan juta siswa China—dari anak 6 tahun hingga remaja SMA—akan terpapar pendidikan AI secara sistematis dan wajib.

Kurikulum AI China dirancang bertingkat sesuai usia dengan pendekatan praktis. Anak-anak sekolah dasar akan diperkenalkan konsep fundamental AI, sementara kelas AI bisa diintegrasikan ke dalam mata pelajaran STEM yang sudah ada atau ditawarkan sebagai modul terpisah.

Saat mereka naik ke jenjang SMP, fokusnya bergeser pada pemahaman logika AI dan pembelajaran mesin dengan kursus kognitif yang membantu mereka menerapkan AI dalam kehidupan sehari-hari. Puncaknya di tingkat SMA, siswa akan belajar membangun algoritma sederhana.

Kementerian Pendidikan China menetapkan aturan ketat yang melarang siswa sekolah dasar menggunakan generator konten terbuka secara mandiri, dan guru dilarang menggunakan AI generatif sebagai pengganti tanggung jawab mengajar utama mereka.

Lebih dari sekadar penggunaan praktis, siswa juga akan diajarkan latar belakang umum tentang teknologi dan etika AI—memastikan mereka tidak hanya menjadi pengguna yang mahir, tetapi juga bijaksana.

Kesuksesan perusahaan AI China seperti DeepSeek yang menciptakan model AI canggih dengan biaya rendah menunjukkan potensi besar talenta lokal. China jelas ingin memposisikan diri sebagai pemimpin global dalam kecerdasan buatan.

Sementara itu, persaingan dengan Amerika Serikat sudah dimulai dengan pendekatan yang berbeda. AS mengambil jalan “Advancing Artificial Intelligence Education for American Youth“, mengandalkan insentif daripada kewajiban—model terdesentralisasi versus model terpusat China

Keputusan China ini kemungkinan akan memicu efek domino global, memaksa negara-negara lain mengevaluasi kurikulum pendidikan mereka.

Bayangkan dalam 10-15 tahun ke depan, jutaan lulusan China akan memiliki literasi AI yang solid sejak usia dini—ini bukan lagi tentang persaingan akademik biasa, tetapi tentang siapa yang akan memimpin revolusi teknologi berikutnya.

Mendominasi Global via Pendidikan AI

Pendidikan AI wajib ini sebenarnya hanyalah puncak gunung es dari ambisi raksasa China. Beijing tidak sekadar ingin bersaing—mereka ingin mendominasi. Target menjadi pemimpin AI global pada 2030 bukan lagi mimpi, melainkan rencana yang sedang dieksekusi dengan presisi militer.

Angka-angka investasinya mencengangkan. Investasi AI China melonjak menjadi $98 miliar pada 2025, naik 48% dari tahun sebelumnya, dengan pemerintah memimpin pengeluaran $56 miliar.

Tapi tunggu—ini baru permulaan. Ketika infrastruktur dan komponen pendukung dihitung, estimasi mencapai $1,4 triliun. Ya, triliun dengan “t”, dalam mata uang dollar Amerika Serikat.

Berbeda dengan Silicon Valley yang bergantung pada investasi swasta, China menggunakan pendekatan sistematis yang dipimpin negara. Dana panduan pemerintah menggabungkan modal publik dan swasta untuk mengalirkan sekitar $16 miliar per tahun ke perusahaan-perusahaan AI strategis.

Pendekatan ini memungkinkan perencanaan jangka panjang tanpa tekanan kuartalan.

Yang paling mengejutkan dunia adalah efisiensi China dalam mengembangkan AI. DeepSeek mengguncang industri dengan merilis model R1-nya pada Januari 2025—dilatih dengan biaya yang diklaim hanya $5,6 juta menggunakan sekitar 2.000 GPU Nvidia H800.

Sementara model setara di Barat memakan biaya ratusan juta dollar. Ini bukan keberuntungan, melainkan bukti kematangan ekosistem AI China.

Dari segi infrastruktur, China membangun fondasi yang kokoh untuk dominasi masa depan. Meskipun ratusan pusat data AI yang dibangun belum sepenuhnya terpakai, ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mempersiapkan gelombang AI berikutnya.

Alibaba Group saja mengumumkan investasi $50+ miliar dalam komputasi awan sebagai bagian dari mega-proyek nasional ini.

China juga tidak sendirian dalam upaya ini. Estonia juga mengumumkan kemitraan dengan OpenAI bulan lalu untuk membekali siswa dan guru sekolah menengah dengan ChatGPT Edu.

Negara lain seperti Kanada dan Korea Selatan juga telah mengintegrasikan teknologi canggih ke dalam studi K-12, termasuk menggunakan buku teks digital bertenaga AI.

Tapi jangan samakan strategi China dengan negara lain. Beijing mengejar sesuatu yang jauh lebih ambisius: Kemandirian total dalam AI di setiap tingkat teknologi.

Menghadapi kontrol ekspor teknologi dari AS, Beijing menjadikan AI yang “independen dan dapat dikontrol” sebagai obsesi nasional. Ini bukan hanya tentang kompetisi ekonomi—ini tentang keamanan nasional dan kedaulatan teknologi.

Pendekatan sistematis China mencerminkan pemahaman mendalam bahwa siapa yang menguasai AI akan menguasai abad ke-21. Sementara negara lain masih sibuk memikirkan regulasi dan etika, China sudah bergerak maju dengan kecepatan penuh—dari laboratorium hingga ruang kelas.

*Photo by Wang Dongxin via Unsplash

Artikel lain sekategori:

Komentar Anda?


Topik
Komentar
Materi Kursus