Beranda  »  Artikel » Pantau Media   »   Archive.org: Penjaga Ingatan Digital Dunia

Archive.org: Penjaga Ingatan Digital Dunia

Oleh: Melekmedia -- 28 Mei, 2025 
Tentang: ,  –  Komentar Anda?

Archive.org

Di tengah lautan informasi digital, upaya pelestarian jejak-jejak digital masa lalu adalah sebuah keharusan. Perpustakaan digital nirlaba, Archive.org, telah menjadi mercusuar bagi siapa saja yang ingin menjelajahi, meneliti, dan melestarikan warisan digital umat manusia.

Lebih dari sekadar situs web, Archive.org adalah arsip hidup yang terus tumbuh, menyimpan miliaran halaman web, buku, audio, video, perangkat lunak, dan banyak lagi. Tetapi keberadaan dan aksesibilitasnya tak luput dari berbagai tantangan, termasuk pemblokiran yang baru-baru ini dilakukan Pemerintah Indonesia.

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Alexander Sabar, menyatakan bahwa pemblokiran dilakukan karena ada temuan konten negatif, bukan alasan lain.

“Kami komunikasikan ke mereka ada temuan ini kan. Pornografi utamanya, judi online juga. Kalau itu diturunkan, ya kami pulihkan,” ujar Alexander Sabar seperti dikutip Tempo.co pada 28 Mei 2025.

Konten dimaksud bisa beragam, mulai dari publikasi historis yang membahas etika atau dampak sosial perjudian, hingga arsip situs web dari era awal internet yang mengandung materi dewasa, semuanya tersimpan sebagai bagian dari upaya pengarsipan jejak digital secara komprehensif.

Ini karena ketentuan di Archive.org menyebutkan bahwa perannya sebagai situs arsip meliputi spektrum luas dari konten internet yang pernah ada. Termasuk yang terkategori “konten dewasa”, meski ada kebijakan ketat terhadap konten ilegal (terutama pornografi anak).

Mereka mengakui mungkin ada koleksi yang dianggap “pornographic” (umum) atau ofensif lainnya. Untuk perjudian daring, meskipun tidak disebut secara spesifik, secara umum dinyatakan bahwa “tindakan yang dapat menimbulkan tanggung jawab pidana akan otomatis dilarang”.

Pemblokiran seperti ini bukan yang pertama kali. Berbagai alasan dikemukakan, mulai dari isu hak cipta, upaya sensor pemerintah, hingga pembatasan penyebaran konten tertentu.

Misal di Tiongkok (2010-2012 dengan pemblokiran situs arsip lain berlanjut hingga 2019); di Yordania (2016); India (Agustus 2021); pembatasan akses di Australia dan Selandia Baru (Maret 2019 setelah insiden Christchurch); di Finlandia (Juli 2015 untuk archive.is); dan Rusia (2016 untuk archive.is).

Bukan sekadar pemblokiran, setahun terakhir ini Archive.org juga menghadapi serangan siber dan gangguan layanan. Pada Oktober 2024 ada serangan signifikan, perusakan JavaScript situs, dan ekspose alamat email serta kata sandi terenkripsi pengguna. Insiden yang juga mengancam lembaga-lembaga warisan budaya digital, seperti British Library.

Archive.org juga menghadapi gugatan hukum pada April 2025 dari koalisi label rekaman terkemuka dengan tuntutan ganti rugi $700 juta. Gugatan ini terkait upaya melestarikan dan menyediakan akses ke rekaman piringan hitam 78rpm yang rapuh dan usang, memunculkan perdebatan tentang hak cipta dan pelestarian budaya di Amerika Serikat.

Sejarah dan Pendiriannya

Gagasan di balik Archive.org lahir dari visi Brewster Kahle, seorang ilmuwan komputer dan aktivis pelestarian digital. Pada 1996, di era awal komersialisasi internet, Kahle menyadari bahwa konten digital, meskipun tampak abadi, sebenarnya sangat rentan terhadap kehilangan.

Situs web berubah, tautan rusak, dan informasi berharga lenyap begitu saja dari domain publik. Dengan pemikiran ini, ia mendirikan Internet Archive, organisasi nirlaba yang bertekad untuk membangun perpustakaan internet untuk semua orang.

Awalnya, proyek ini berfokus pada pengarsipan World Wide Web, sebuah tugas monumental yang dilakukan melalui program “crawler”. Program ini secara sistematis menjelajahi dan menyimpan salinan halaman web. Upaya ini membuahkan hasil dengan peluncuran “Wayback Machine” pada 2001.

“Wayback Machine” menjadi semacam mesin waktu, fitur revolusioner yang memungkinkan pengguna untuk melihat bagaimana sebuah situs web terlihat di masa lalu. Sejak saat itu, Archive.org terus berkembang pesat, tidak hanya mengarsipkan web tetapi juga mencakup berbagai bentuk media digital.

Gagasan utama di balik penciptaan Archive.org adalah visi tentang “perpustakaan Alexandria” digital. Perpustakaan kuno di Alexandria terkenal sebagai pusat pengetahuan dunia, namun sebagian besar isinya hilang seiring waktu.

Kahle dan timnya ingin mencegah nasib serupa menimpa warisan digital dunia. Mereka percaya bahwa akses universal terhadap semua pengetahuan adalah hak asasi manusia, dan untuk mencapai itu, pengetahuan tersebut harus dilestarikan dan dapat diakses secara bebas.

Tidak berlebihan bila Archive.org disebut punya peran penting dalam merawat ingatan publik terhadap pengatahuan atau peristiwa yang pernah tercatat di ranah digital. Ia adalah fondasi bagi banyak aspek kehidupan online warganet, atau warga peradaban digital.

Sebagai memori kolektif internet, tanpa Archive.org sebagian besar sejarah internet akan hilang selamanya. Wayback Machine, khususnya, adalah alat yang sangat berguna untuk menelusuri kembali bagaimana situs-situs populer terlihat di masa lalu, melacak perubahan kebijakan, atau bahkan menemukan informasi yang telah “hilang”.

Dalam beberapa kasus, Archive.org telah menjadi satu-satunya tempat di mana informasi sensitif atau kontroversial dapat ditemukan setelah dihapus dari situs aslinya. Situs atau konten dari situs itu bisa hilang karena sensor, tekanan politik, atau alasan lainnya. Ini menjadikannya alat penting untuk kebebasan informasi.

Salinan halaman web yang diarsipkan juga seringkali jadi bukti dalam kasus hukum atau investigasi forensik, memberikan catatan yang tidak dapat disangkal tentang apa yang pernah dipublikasikan secara daring. Misal surat elektronik atau email, bisa dengan mudah dihapus pemiliknya. Bila tersimpan di Archive.org surat tersebut bisa dipelajari ulang.

Pemblokiran total terhadap sebuah perpustakaan digital raksasa yang menyimpan miliaran data berharga sebagai sumber pengetahuan universal, dapat disebut kebijakan kontraproduktif. Pendekatan ini secara drastis membatasi akses masyarakat ke arsip sejarah internet, bahan penelitian, serta jutaan buku dan media lain yang sah dan bermanfaat.

Alih-alih melakukan pemblokiran secara granular terhadap konten spesifik yang melanggar hukum, pemblokiran menyeluruh justru menghambat upaya literasi digital dan akses terhadap informasi yang esensial bagi pendidikan dan penelitian, serta berpotensi menjadi preseden buruk bagi pembatasan akses ke sumber daya pengetahuan lainnya di masa depan.

Dengan menyediakan akses ke jutaan buku yang telah didigitalkan, film-film lama, rekaman audio, dan perangkat lunak, Archive.org memicu inovasi dan kreativitas. Seniman, pengembang, dan peneliti dapat memanfaatkan arsip ini untuk proyek-proyek baru. Tak jarang arsipnya menyimpan karya-karya analog lama yang telah didigitalisasi.

Untuk kepentingan pendidikan, situs ini bisa mengajarkan banyak hal tentang kerapuhan informasi digital dan pentingnya pelestarian. Ini mendorong literasi digital dan kesadaran akan nilai arsip. Ia memastikan bahwa warisan digital kita tetap dapat diakses oleh generasi sekarang dan yang akan datang.

Archive.org lebih dari sekadar repositori data; ia adalah penjaga ingatan digital dunia. Dari pengarsipan halaman web hingga digitalisasi buku dan media lainnya, ia telah menjadi tulang punggung bagi pelestarian pengetahuan di era digital.

Photo by Lorenzo Herrera on Unsplash

Artikel lain sekategori:

Komentar Anda?