
Revolusi Kecerdasan Buatan atau Akal Imitasi (AI) generatif tengah mengubah lanskap konsumsi informasi dan berita dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Gen AI untuk mencari informasi meningkat dari 11% pada 2024 menjadi 24% pada 2025.
Temuan ini dilaporkan oleh Reuters Institute for the Study of Journalism di Universitas Oxford. Temuan lainnya menunjukkan penggunaan AI generatif meningkat hampir dua kali lipat hanya dalam satu tahun. Transformasi besar cara masyarakat mengakses dan berinteraksi dengan informasi.
Riset dilakukan YouGov atas nama Reuters Institute pada Juni-Juli 2025 di enam negara—Argentina, Denmark, Prancis, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat—menunjukkan tren baru: Pengguna setidaknya satu sistem Gen AI dalam seminggu terakhir naik dari 18% (2024) menjadi 34% (2025).
Ini artinya laju adopsi teknologi ini tercatat tiga kali lebih cepat dibandingkan pertumbuhan penggunaan internet di negara-negara yang sama pada akhir 1990-an dan awal 2000-an.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa masyarakat tidak hanya menerima teknologi AI dengan cepat, tetapi juga mengintegrasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari mereka dengan cara yang belum pernah terjadi pada teknologi pendahulunya.
ChatGPT Mendominasi, Platform Lain Mengejar
Dalam lanskap AI generatif yang semakin ramai, ChatGPT dari OpenAI masih memimpin. Tingkat kesadaran publik terhadap ChatGPT mencapai angka mengesankan, berkisar antara 68% di Argentina hingga 79% di Denmark.
Sekitar 22% responden di seluruh enam negara melaporkan menggunakan ChatGPT dalam seminggu terakhir, jauh melampaui platform AI generatif lainnya. Namun, persaingan mulai memanas.
Platform AI milik raksasa teknologi incumbent menunjukkan pertumbuhan kesadaran yang signifikan. Google Gemini mencatat tingkat kesadaran yang tinggi di Amerika Serikat (59%), meskipun angkanya turun tajam di Denmark (36%).
Microsoft Copilot juga menunjukkan penetrasi yang baik di pasar Anglo-Amerika, dengan sekitar 45% tingkat kesadaran di Inggris dan Amerika Serikat.
Menariknya, Meta AI—yang terintegrasi dalam aplikasi populer seperti WhatsApp dan Instagram—mencatat tingkat kesadaran luar biasa tinggi di Argentina (63%), namun hanya seperempat hingga setengah responden di Eropa yang melaporkan pernah mendengarnya.
Sementara itu, DeepSeek dari China berhasil mencapai 20% tingkat kesadaran di seluruh pasar, kemungkinan didorong oleh liputan media luas setelah peluncuran model R1 pada Januari 2025 yang dianggap berpotensi mengganggu dominasi AS dalam AI.
Yang mengejutkan, sistem AI dari perusahaan AI terkemuka seperti Perplexity dan Anthropic (pembuat Claude) hampir tidak terdaftar dalam kesadaran publik di semua negara yang disurvei, menunjukkan bahwa kesuksesan komersial tidak selalu sejalan dengan adopsi massal.
Mungkin ini yang membuat Perplexity membuat kampanye sangat agresif di media sosial, yang bisa dijumpai di linimasa Instagram dengan materi yang tidak beretika: Menyebut pesaingnya “tai” dan mengklaim dirinya nomor satu.
AI untuk Informasi: Fungsi Baru yang Berkembang Pesat
Pergeseran paling signifikan dalam pola penggunaan AI generatif terletak pada fungsinya sebagai alat pencarian informasi. Penggunaan AI generatif untuk mendapatkan informasi meningkat lebih dari dua kali lipat, dari 11% pada 2024 menjadi 24% pada 2025.
Fungsi ini kini menjadi penggunaan paling luas dari teknologi AI generatif, bahkan melampaui penggunaan untuk pembuatan media seperti teks, gambar, video, dan kode—meskipun yang terakhir juga meningkat dari 14% menjadi 21%.
Dalam hal tugas pencarian informasi spesifik, kategori “meneliti topik” mencatat angka tertinggi dengan 15% pengguna melaporkan menggunakannya untuk tujuan ini. Kategori “meminta saran” dan “menjawab pertanyaan faktual” masing-masing meningkat dari 6% menjadi 11%.
Pertumbuhan paling mencolok terlihat dalam penggunaan AI untuk membuat gambar, yang meningkat dari 5% menjadi 9%, kemungkinan mencerminkan peluncuran akses gratis yang lebih luas ke fitur-fitur semacam itu, misalnya dalam Google Gemini. Namun, penggunaan untuk generasi video tetap stagnan di 3%, begitu pula untuk audio di 2%, meskipun sistem AI multimodal yang lebih canggih telah diluncurkan ke pasar.
AI dan Berita: Pertumbuhan Lambat namun Signifikan
Meskipun masih merupakan salah satu tugas pencarian informasi yang paling jarang dipraktikkan, penggunaan AI generatif untuk mendapatkan berita terbaru telah berlipat ganda dalam, dari 3% pada 2024 menjadi 6% pada 2025.
Perubahan ini terutama didorong oleh perubahan kebiasaan di Jepang dan Argentina, sementara angka di negara lain tetap statis. Penggunaan sistem AI untuk berita paling kuat di Argentina dan Amerika Serikat, serta di kalangan kelompok usia termuda—8% di antara usia 18-24 tahun.
Sedangkan mereka yang berusia 55 tahun ke atas, penggunaan sistem AI untuk berita “dengan”hanya” mencapai 5%. Penggunaan ini juga lebih menonjol di kalangan orang-orang dengan gelar sarjana dibandingkan mereka yang tidak memilikinya.
Yang menarik, hanya satu dari empat orang yang menggunakan Gen AI untuk satu atau lebih tugas pencarian informasi yang memasukkan berita di antaranya. Meskipun temuan ini mencatat perubahan jauh lebih besar dari yang mungkin diharapkan—ini titik awal yang bermakna.
Perbedaan Generasi dalam Konsumsi Berita Berbasis AI
Analisis lebih dalam terhadap sub-kelompok pengguna yang menggunakan chatbot AI untuk mendapatkan berita dalam seminggu terakhir mengungkapkan pola penggunaan yang berbeda antar generasi.
Mayoritas pengguna (54%) menginginkan berita terbaru atau bantuan dalam menangani cerita berita—misalnya, dengan merangkumnya, mengevaluasinya, atau menulis ulang untuk membuatnya lebih mudah dipahami.
Namun, gambaran menarik muncul ketika data dipecah berdasarkan usia. Orang tua cenderung menggunakan chatbot atau sistem AI terutama untuk mendapatkan berita terbaru, sedangkan orang muda menggunakannya lebih untuk membantu mereka menavigasi berita.
Sekitar 48% dari usia 18-24 tahun yang menggunakan alat AI untuk dapat berita, menggunakannya untuk membuat isi berita lebih mudah dipahami, dibandingkan dengan hanya 27% dari mereka yang berusia 55 tahun ke atas—perbedaan 21 poin persentase yang signifikan.
Temuan ini mengindikasikan bahwa generasi muda tidak hanya mengonsumsi berita melalui AI, tetapi juga menggunakannya sebagai alat kurasi dan interpretasi. Ini mencerminkan pendekatan yang lebih interaktif dan kustom terhadap konsumsi informasi.
Kesenjangan Kepercayaan: AI vs. Media Berita Tradisional
Temuan yang mengkhawatirkan bagi industri AI adalah kesenjangan kepercayaan yang signifikan antara sistem AI generatif dan media berita. Rata-rata di enam negara, hanya sekitar sepertiga (29%) responden mengatakan mereka mempercayai ChatGPT.
Sementara kepercayaan pada Google Gemini (18%), Microsoft Copilot (12%), dan Meta AI (12%). Kurang dari sepuluh persen mengatakan mereka mempercayai semua sistem AI generatif lain yang ditanyakan.
Yang lebih penting, kepercayaan publik terhadap sistem Gen AI yang paling dipercaya, ChatGPT, lebih rendah daripada kepercayaan publik terhadap berita di setiap negara kecuali Argentina.
Ini menciptakan “kesenjangan kepercayaan” yang signifikan antara jumlah responden yang mempercayai berita di negara mereka versus jumlah orang yang jauh lebih rendah, di hampir setiap demografi, yang mengatakan mereka mempercayai chatbot atau alat AI generatif spesifik mana pun.
Ketika melihat skor kepercayaan bersih (selisih antara proporsi yang mempercayai dan yang tidak mempercayai), rata-rata di enam negara, lebih banyak orang mempercayai ChatGPT (+12), Google Gemini (+7), dan Microsoft Copilot (+5) daripada yang tidak mempercayainya.
Namun, meskipun jangkauannya luas melalui aplikasi sosial seperti Instagram, Facebook, dan WhatsApp, kepercayaan bersih di tingkat populasi untuk Meta AI adalah negatif (-4), dan hal yang sama berlaku untuk DeepSeek (-4).
Inggris menonjol sebagai pasar yang paling skeptis, di mana sebagian besar sistem (termasuk ChatGPT) lebih tidak dipercaya. Argentina menunjukkan pola sebaliknya, di mana tidak ada merek teratas yang lebih tidak dipercaya daripada dipercaya.
Jawaban AI: Peluang dan Ancaman bagi Jurnalisme
Tahun ini, survei juga menyertakan pertanyaan tentang jawaban yang dihasilkan AI dalam respons terhadap pencarian online. Fitur ini menjadi lebih umum, terutama dengan peluncuran “AI Overviews” dan “AI Mode” Google di semakin banyak negara.
Ketersediaan jawaban semacam itu telah memicu kekhawatiran karena dapat mengandung informasi palsu atau menyesatkan atau yang disebut halusinasi. Hal ini mudah ditemui, ketika AI Overview terlalu percaya diri menyatakan sebuah berita “benar” atau “salah”, dengan bukti lemah.
Penerbit berita dan kreator konten lainnya juga menyatakan kekhawatiran tentang dampak negatif pada traffic rujukan dari pencarian semacam itu. Semakin banyak orang yang bergantung pada jawaban yang dihasilkan AI, alih-alih mengeklik tautan hasil pencarian yang disediakan.
Meskipun jelas bahwa beberapa penerbit individual dan beberapa genre konten telah terpengaruh, data dari Chartbeat menunjukkan dampak yang ditakutkan belum menghantam industri secara keseluruhan. Sebagian karena tidak semua kueri terkait berita menerima respons yang dihasilkan AI secara default.
Implikasi untuk Masa Depan Jurnalisme
Laporan ini mengungkap situasi yang rumit di mana orang semakin melihat AI digunakan di mana-mana, sambil memiliki ekspektasi yang sangat bernuansa tentang dampaknya di berbagai sektor, untuk masyarakat secara keseluruhan, dan untuk mereka secara pribadi.
Ada banyak keraguan tentang beberapa aspek AI generatif dan efeknya.
Bagi industri media dan jurnalisme, temuan ini menunjukkan tantangan sekaligus peluang. Di satu sisi, kepercayaan yang lebih rendah terhadap sistem AI dibandingkan dengan berita tradisional memberikan keunggulan kompetitif bagi outlet berita yang mapan.
Di sisi lain, adopsi AI oleh generasi muda untuk memahami dan menavigasi berita menunjukkan pergeseran fundamental dalam cara konsumsi informasi yang tidak dapat diabaikan.
Kecepatan adopsi yang luar biasa—tiga kali lebih cepat dari pertumbuhan internet awal—menunjukkan bahwa transformasi ini bukan sekadar tren sementara, tetapi perubahan struktural dalam ekosistem informasi global.
Media dan jurnalis perlu memahami dan beradaptasi dengan realitas baru ini, bukan dengan menolak teknologi, tetapi dengan menemukan cara untuk mempertahankan nilai-nilai jurnalistik inti sambil memanfaatkan potensi AI.
Seperti yang dicatat oleh para peneliti, meskipun banyak hype yang tidak berdasar seputar kinerja dan adopsi AI, serta banyak kekhawatiran tentang implikasinya, data dengan jelas mendokumentasikan adopsi publik yang cepat di semua negara yang dicakup.
Ini adalah realitas yang harus dihadapi oleh semua pemangku kepentingan dalam ekosistem informasi—dari penerbit hingga pembuat kebijakan, dari teknolog hingga pendidik.
Masa depan jurnalisme di era AI akan ditentukan bukan hanya oleh teknologi itu sendiri, tetapi oleh bagaimana institusi media merespons, beradaptasi, dan mempertahankan misi inti mereka untuk menyediakan informasi yang akurat, dapat dipercaya, dan bermakna kepada publik.
*Photo by Aerps.com via Unsplash