Beranda  »  Artikel » Literasi Baru   »   Ingat April Mop, Ingat Pemeriksaan Fakta

Ingat April Mop, Ingat Pemeriksaan Fakta

Oleh: Melekmedia -- 2 April, 2022 
Tentang: , , , ,  –  Komentar Dinonaktifkan pada Ingat April Mop, Ingat Pemeriksaan Fakta

Pemeriksa fakta Pexels Markus Winkler

April Mop dirayakan pada 1 April setiap tahun, populer di dunia meski asal-usul pastinya masih misteri. Momen ini digunakan untuk mengingatkan pentingnya pemeriksaan fakta.

Tradisi April Mop atau April Fools menggunakan hoaks atau lelucon pada orang lain. Sementara sejarahnya masih diselimuti misteri, lelucon April Mop bahkan diadopsi oleh media dan jenama besar untuk mendongkrak upaya publikasi mereka.

Tak kebetulan bila tanggal 2 April dikampanyekan sebagai Hari Pemeriksaan Fakta Internasional. Momen tersebut, secara sengaja ingin mendompleng perayaan April Mop. Pemilihan tanggal 2 April dilakukan dengan cerdik, untuk mengontraskan “palsu versus fakta” seperti pada “fools vs fact“.

Sekilas riwayat April Mop

Asal-usul April Mop

Mengutip laman History, sejumlah sejarawan berspekulasi April Mop berawal pada 1582, ketika Prancis beralih dari kalender Julian ke Gregorian. Dalam Kalender Julian—seperti kalender Hindu—tahun baru dimulai dengan ekuinoks musim semi sekitar 1 April.

Equinox adalah salah satu fenomena astronomi yang rutin, dua kali setahun. Biasanya terjadi antara 19-21 Maret dan 22-23 September tiap tahunnya. Dua peristiwa ini bagian dari pergantian musim, terutama di belahan bumi utara dan selatan katulistiwa.

Orang-orang yang terlambat menyadari bahwa tahun baru telah bergeser ke tanggal 1 Januari, masih merayakannya pada Maret hingga 1 April. Mereka inilah yang menjadi bahan lelucon dan hoaks, lalu disebut “kebodohan pada bulan April” (April fools).

April Mop kini

Itu hanya salah satu dari sejumlah versi asal-usul April Mop. Dalam bahasa Indonesia, mop berarti lelucon. Dalam perkembangannya, April Mop tak lagi menekankan pada “kebodohan” mereka yang telat merayakan tahun baru.

April Mop lebih populer sebagai “hari berbohong”, saat yang sah untuk berbohong tanpa konsekuensi. Karena itu, kebohongan dalam rangka April Mop hanya dianggap lelucon, tak ada niat dengan sengaja untuk membohongi siapapun.

Misalnya di linimasa Twitter, akun @Twitter berkicau, “we are working on an edit button.” Fitur edit atau menyunting kicauan yang telanjur dikirim sejak lama jadi aspirasi pengguna—meski tak semuanya setuju dengan ide tersebut. Sejauh ini Twitter tidak benar-benar berniat menanggapinya.

Bahkan untuk layanan premium, Twiter Blue, tak ada tombol sunting. Alih-alih, Twitter menyediakan fitur “Undo”. atau membatalkan kicauan. Layanan premium ini masih terbatas di beberapa wilayah saja.

Jangan terkecoh dulu dengan kicauan Twitter tersebut. Mungkin ia sedang merayakan April Mop. Penelusuran Snopes, salah satu situs kawakan lewat upaya pemeriksaan fakta, pihak Twitter tidak menjawab secara terang. Merekapun melabelinya “Research in Progress”—hingga artikel ini ditulis—meski cukup yakin ini adalah lelucon Twitter.

Pemutakhiran (6/4/2022): Twitter mengumumkan mereka memang sedang mengerjakan fitur penyuntingan.

April Mop, hoaks, dan cek fakta

Mempopulerkan cek fakta

Peringatan Hari Pemeriksaan Fakta Internasional secara resmi dibuat pada 2016, tetapi dirayakan setahun kemudian. Promotor utamanya Jaringan Pengecekan Fakta Internasional (IFCN), bermitra dengan berbagai organisasi media di seluruh dunia.

Konsep itu sebenarnya digagas pertama kali pada 2014 di sebuah konferensi untuk jurnalis dan pemeriksa fakta profesional di London School of Economics.

Diskusi ini dipicu oleh kesadaran terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh misformasi politik, terutama di situs media sosial; yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari. Pada pemilihan presiden di AS pada 2016, berita palsu mendatangkan malapetaka dan masalah inipun menjadi sorotan.

Adapun upaya cek fakta sudah dimulai jauh sebelum lahirnya peringatan ini. Perintisnya adalah The Bureau of Accuracy and Fair Play, didirikan oleh Ralph Pulitzer dan Joseph White pada 1913.

Mereka melahirkan gagasan tentang pemeriksaan fakta karena kesalahan berulang dalam pemberitaan. Sejak itu, pemeriksa fakta menjadi karier yang resmi di media-media besar di dunia.

Ingat April Mop, ingat pemeriksaan fakta

Gentingnya pemeriksaan fakta telah membawa jurnalis Filipina, Maria Ressa (Rappler), menerima Hadiah Nobel Perdamaian, bersama jurnalis Rusia Dmitry Muratov untuk “upaya mereka melindungi kebebasan berekspresi, yang merupakan prasyarat bagi demokrasi dan perdamaian abadi.”

Ini adalah pertama kalinya dalam lebih dari 80 tahun, Komite Nobel Norwegia mengakui jurnalis dengan hadiah prestisius tersebut.

Kini IFCN menekankan bahwa pemeriksa fakta profesional bukan satu-satunya yang bekerja untuk menyangkal informasi palsu. Ekosistem informasi yang sehat mengharuskan setiap orang melakukan bagian mereka dalam mendahulukan fakta.

Terpilihlah tema #FactCheckingisEssential pada 2022. Mengingat kampanye cek fakta menyasar publik, mendekatkan isu dengan April Mop memudahkan untuk mengingatnya.

Cek fakta di Indonesia

Di Indonesia, jejaring pemeriksa fakta berkumpul dalam Cekfakta.com, sebuah sebuah proyek kolaboratif pengecekan fakta yang dibangun bersama-sama di atas API (Application Programming Interface) Yudistira oleh MAFINDO (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia).

Mereka juga bersinergi dengan dengan media daring yang tergabung di AJI (Aliansi Jurnalis Independen) serta AMSI (Asosiasi Media Siber Indonesia), didukung oleh Google News Initiative dan Internews serta FirstDraft.

Pemerintah lewat Kementerian Kominfo, juga punya kanal khusus pemeriksa fakta. Anda bisa cek di tautan laman Kominfo tentang hoaks. Terdapat informasi yang telah dijelaskan statusnya, apakah fakta atau bukan.

Sejumlah media juga tergabung langsung dalam IFCN. Misalnya lembaga seperti Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), dan media seperti Tempo dan Liputan6.

First Draft information disorder
Contoh kategori kekacauan informasi dan tingkatannya.

Bagaimana cara kerja pemeriksa fakta?

UNESCO pernah menerbitkan panduan latihan pemeriksaan fakta. Materi tersebut kami adopsi di Melekmedia, pada bagian Kursus. Pada dasarnya konten berisi klaim yang telah terbit diperiksa dengan tujuan sumber berita bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan mereka.

Pemeriksa fakta mencari sumber primer dan bereputasi baik yang dapat mengonfirmasi atau membantah klaim tersebut. Karena terjadi setelah konten terbit, ia bukan upaya pencegahan. Butuh upaya lebih lanjut untuk melakukan pencegahan beredarnya “hoaks”.

Melawan kekacauan informasi

Sebelum menjangkau fakta, perlu ditekankan bahwa yang dilawan adalah “kekacauan informasi“. Istilah “berita palsu” atau “hoaks” saja sudah tak memadai, karena seringkali digunakan oleh pihak yang tak setuju dengan sebuah pemberitaan—bahkan saat berita tersebut akurat.

Kekacauan informasi dipersempit dalam tiga terminologi, disinformasi, misinformasi, dan malinformasi. Ketiganya memilah kekacauan informasi dalam sebuah pemberitaan. Kemudian, metode pencemaran informasi yang digunakan, dikategorikan lagi untuk mengukur tingkat kekacauan.

Pemeriksaan fakta berfokus pada klaim setidaknya dalam satu fakta atau angka yang bisa diverifikasi secara objektif. Pemeriksaan fakta tidak menilai kebenaran opini, prediksi, hiperbola, satire, atau guyonan.

Perkembangan metode cek fakta

Setidaknya ada dua gelombang besar perkembangan pemeriksaan fakta. Gelombang pertama didorong Hadiah Pulitzer 2009 untuk liputan nasional kepada PolitiFact, sebuah proyek pemeriksaan fakta oleh St Petersburg Times (sekarang Tampa Bay Times) di Florida, AS.

Gelombang kedua muncul setelah lonjakan global seputar “berita palsu”. Istilah ini, yang sekarang terkooptasi dan disalahgunakan, menggambarkan cerita sensasional yang sepenuhnya atau sebagian rekaan dan menjangkau khalayak secara luas dengan memanfaatkan algoritme media sosial.

Gelombang kedua ini lebih memusatkan perhatian pada pemeriksaan klaim di ranah publik sekaligus membantah hoaks yang viral. Sanggahan adalah bagian dari pemeriksaan fakta dan membutuhkan serangkaian keterampilan khusus yang sama dengan verifikasi.

Tiga fase pemeriksaan fakta

Menurut dokumen UNESCO yang jadi rujukan, secara umum pemeriksaan fakta terdiri dari tiga fase:

  1. Menemukan klaim yang faktanya bisa diperiksa dengan menjelajahi catatan legislatif, media berita, dan media sosial. Proses ini termasuk menentukan mana klaim (a) yang faktanya bisa diperiksa dan (b) yang faktanya harus diperiksa.
  2. Menemukan fakta yang relevan dengan mencari bukti terbaik yang tersedia terkait klaim tersebut.
  3. Mengoreksi catatan yang ada dengan mengevaluasi klaim itu berdasarkan bukti, biasanya dengan skala kebenaran.

Idealnya, pemeriksaan fakta bukan sekedar melabeli sebuah konten sebagai “hoaks” atau fakta. Pemeriksaan fakta, diharapkan juga bisa mengenali berbagai elemen kekacauan informasi: Aktor atau agen, pesan, dan penafsir atau interpreternya.

Tantangan pemeriksaan fakta

Namun, pemeriksaan fakta juga menghadapi tantangan. Dibutuhkan waktu tak sebentar untuk menggali fakta di balik klaim yang diperiksa. Sementara, penyebaran konten “jahat” itu cepat dan tak terkendali.

Di sisi lain, masing-masing individu datang dengan bias kognitif dan bias lainnya. Penting untuk menyadari keterbatasan upaya pemeriksaan fakta—dan setiap individu yang terlibat di dalamnya.

Misalnya karena bias konfirmasi (“Confirmation bias”, Encyclopaedia Britannica). Yaitu kecenderungan memproses informasi dengan mencari atau menafsirkan informasi yang konsisten dengan keyakinan seseorang yang sudah ada.

Orang-orang cenderung memproses informasi untuk mendukung keyakinan mereka ketika masalahnya sangat penting atau relevan dengan dirinya.

Tantangan lainnya, ketika aparat pemerintah membuat klaim tanpa bukti di ruang publik. Saat situasi ini terjadi, tak mudah bagi pemeriksa fakta tegas berkata: Aparat telah mengacaukan informasi.

*Photo by Markus Winkler via Pexels

Artikel lain sekategori:

Maaf, Anda tak bisa lagi berkomentar.